Kamis, 25 Februari 2016

“PERLUKAH GEREJA MODERN BERUBAH?”


PERLUKAH GEREJA MODERN BERUBAH?


Perubahan dalam dunia adalah sesuatu yang biasa. Kita perlu mengikuti perubahan yang terjadi di dalamnya. Dulu orang mengendarai kuda atau kereta kuda tetapi kini orang mengendarai sepeda motor atau mobil. Dulu orang menggunakan burung merpati untuk memberikan kabar berita lalu digantikan dengan cara surat menyurat atau pengiriman pesan melalui telegram tetapi kini orang dapat menggunakan pesawat telpon atau handphone untuk langsung berbincang-bincang, mengirimkan pesan singkat melalui SMS atau surat melalui e-mail atau berbincang melalui dunia maya yang dikenal dengan istilah chatting. Pada saat saya kuliah di perguruan tinggi di akhir tahun 80-an saya menggunakan mesin ketik manual untuk membuat tugas tetapi kini para mahasiswa menggunakan laptop dan printer. Dulu dapat memasang telpon pribadi di rumah sangat sulit dan mahal tetapi sekarang hampir semua orang memiliki telpon seluler. Siapa yang tidak mau berubah maka ia akan ketinggalan zaman, ia menjadi orang “jadul” (zaman dulu) dan gaptek (gagap teknologi). Begitu pula jika gereja tidak mau berubah bersama dengan Tuhan. Suka atau tidak gereja akan tertinggal, gereja akan dan harus mengalami perubahan. Tetapi sudah dapat diprediksikan bahwa pasti ada saja kelompok yang enggan berubah. Bagaimana menurut para pakar theologia tentang perubahan ini?

Beberapa pakar theologia dan riset memberikan beberapa saran perubahan:

DR. C. Peter Wagner, adalah pakar dalam bidang pertumbuhan gereja dan peperangan rohani, salah satu seorang pelopor gerakan Gereja Apostolik Baru, Dekan dari Wagner Leadership Institute (WLI) dan Presiden Global Harvest Ministry menyatakan ada 9 pergeseran paradigma yang tengah berkembang:
  1. Dari Pemerintahan denominasi kepada pemerintahan apostolik atau rasuli.
  2. Dari Reformasi Internal kepada pembaharuan apostolik.
  3. Dari Visi gereja kepada visi kerajaan.
  4. Dari Persekutuan gereja berdasarkan warisan (denominasi) kepada persekutuan gereja berdasarkan teritorial (kota).
  5. Dari ekspansi gereja kepada transformasi masyarakat.
  6. Dari bertoleransi pada setan kepada invasi terhadap kerajaan setan.
  7. Dari Pendidikan theologia kepada memperlengkapi pelayan.
  8. Dari muatan doktrin yang berat kepada muatan doktrin yang ringan.
  9. Dari pengudusan Reformed kepada kekudusan Wesley.

George Barna, pakar riset dari Amerika Serikat dan pimpinan Barna Research, telah meneliti hubungan antara gereja dan budaya Amerika Serikat.  Ia telah melihat perubahan yang muncul:
  1. Otoritas: Dari sentralisasi kepada desentralisasi.
  2. Kepemimpinan: dari dipimpin pendeta kepada dipimpin orang “biasa”.
  3. Distribusi kuasa: dari vertikal pada horisontal.
  4. Reaksi pada perubahan: dari menolak kepada menerima.
  5. Identitas: dari tradisi dan aturan kepada misi dan visi.
  6. Lingkup pelayanan: dari segala macam kepada spesialisasi.
  7. Praktek: dari diikat oleh tradisi kepada diikat oleh relevansi.
  8. Peranan umat: dari observasi dan support pada partisipasi dan inovasi.
  9. Produk utama: dari pengetahuan kepada transformasi (perubahan)
  10. Faktor sukses: dari ukuran, efisiensi, image kepada kemudahan akses, pemberian dampak dan integritas.
  11. Tantangan utama: dari momentum, hubungan, kepemimpinan dan kepuasan kepada hubungan, kesatuan, kepemimpinan dan keseimbangan.
  12. Efek teknologi: dari merebut perhatian kepada memfasilitasi pertumbuhan.
  13. Sarana bertumbuh:  lebih dari sekedar program-program yang dijalankan lebih baik kepada  hubungan dan pengalaman yang lebih mendalam.
  14. Prospek pertumbuhan: dari terbatas pada tanpa batas.

Lebih lanjut George Barna pun menyatakan mengenai 10 profil gereja abad 21:
  1. Gereja abad 21 menolak agama mati.
  2. Gereja abad 21 kembali menemukan sukacita mendengar suara Tuhan.
  3. Gereja abad 21 bergerak dalam penginjilan lintas budaya.
  4. Gereja abad 21 peduli hubungan dari pada program dan organisasi.
  5. Gereja abad 21 memberi keleluasaan pada kreatifitas.
  6. Gereja abad 21 menaruh perhatian terhadap rekonsiliasi.
  7. Gereja abad 21 memiliki pemahaman yang matang tentang peperangan rohani.
  8. Gereja abad 21 menerima konsep “Gereja seKota”
  9. Gereja abad 21 memberikan perhatian kepada pelayanan sosial.
  10. Gereja abad 21 menyembah Allah dengan bebas.

Lain lagi pernyataan Eddie Gibbs, Profesor pertumbuhan gereja di School of World Mission di Fuller Theological Seminary:
  1. Dari hidup di masa lalu kepada berurusan dengan masa kini.
  2. Dari berorientasi terhadap “pasar” kepada berorientasi pada misi.
  3. Dari birokrasi hirarki kepada jaringan apostolik.
  4. Dari menyekolahkan profesional kepada mentoring pemimpin.
  5. Dari mengikuti selebritis rohani kepada menjumpai orang kudus.
  6. Dari menarik pengunjung kepada mencari yang terhilang.
  7. Dari belonging (menerima/keanggotaan) ke believing (percaya/pemuridan).
  8. Dari orthodoxy yang mati kepada iman yang hidup.
  9. Dari jemaat generik kepada komunitas yang berinkarnasi.

Sedangkan Wolfgang Simson dari DAWN Ministries memberikan 15 tesis tentang reinkarnasi gereja (dalam bukunya yang fenomenal Houses That Changes The World):
  1. Gereja adalah gaya hidup, bukan seri pertemuan agamawi.
  2. Waktu untuk merubah sistem.
  3. Reformasi ke tiga (reformasi struktur)
  4. Dari bangunan bait Allah ke gereja yang bertemu di rumah.
  5. Gereja harus menjadi kecil untuk bertumbuh menjadi besar.
  6. Tidak ada gereja yang hanya dipimpin oleh seorang gembala saja.
  7. Potongan yang benar – dipersatukan dengan cara yang salah.
  8. Allah tidak meletakkan gereja di tangan kependetaan yang birokratif.
  9. Dari kekristenan yang terorganisir menjadi kekristenan yang organisme.
  10. Dari menyembah penyembahan menjadi penyembah Allah.
  11. Berhenti membawa orang ke gereja dan mulai membawa gereja ke orang-orang.
  12. Menemukan kembali “perjamuan Tuhan” sebagai perjamuan yang nyata dengan makanan yang nyata.
  13. Dari berbagai denominasi kepada perayaan sekota.
  14. Mengembangkan roh tahan uji terhadap aniaya.
  15. Gereja yang pulang ke rumah.

Robert Fitts, pimpinan Outreach Fellowship International dan penulis buku Church in the House (Gereja di Rumah)  memberikan pandangan 40 tren perubahan terhadap transformasi gereja, sebuah buah pemikiran pada kealamiahan dan fungsi gereja:
1. Dari kehidupan berpusat pada pertemuan kepada kehidupan berpusat pada Kristus. (teladan Yesus adalah melayani secara spontan, setiap hari, situasi dimana saja tanpa perencanaan, setiap saat.)
2. Dari Kekristenan kepada Kristus. (Bukan sebuah filosofi, sistem, pergerakan atau agama, tetapi seorang pribadi . . . KRISTUS DALAM DIRIMU!)
3. Dari gedung gereja kepada gereja di rumah. (Menjadi sederhana untuk mudah bermultiplikasi)
4. Dari pertumbuhan yang meningkat hanya dari dalam kepada pertumbuhan dari dalam dan luar yang meningkat. (Baik akibat pertambahan maupun multiplikasi)
5. Dari pelayanan seorang gembala (pendeta) kepada pelayanan lima jawatan (Kita memerlukan ke lima pelayanan jawatan tersebut.)
6. Dari keimamatan khusus kepada keimamatan setiap orang percaya (Membawa Tuhan kepada orang-orang melalui kesaksian kita dan doa syafaat)
7. Dari organisasi kepada organisme (Hati-hati! Lawan dari hirarki adalah anarki)
8. Dari penyembahan tiap minggu kepada penyembahan setiap saat. (Penyembahan itu lebih dari hanya sekedar menyanyi)
9. Dari membawa orang ke gereja kepada membawa gereja kepada orang-orang. (Doa yang membakar. "Bapa, bawa aku ke dalam jalan salibMu hari ini, bawalah aku hari ini bertemu dengan orang yang lapar akan Engkau atau sedang membutuhkan . . . ")
10. Dari simbolis kepada substansi perihal Perjamuan Makan (Suci) (Lakukan sesering mungkin)
11. Dari denominasi kepada jejaring yang dipimpin Roh Kudus (Mengidentifikasi diri dengan gereja sekota)
12. Dari kehormatan sosial kepada menjadi GARAM & TERANG (Menggonjang-ganjingkan dunia)
13. Dari pertunjukan oleh kaum imam profesional kepada I Korintus 14:26. ("Setiap orang yang memiliki pengajaran. . .")
14. Dari berdasarkan program kepada gereja berdasarkan rumah (Liturgi, Penginjilan, Informal)
15. Dari sistem pendidikan seminari kepada sistem pemuridan (Sekolah Alkitab sederhana)
16. Dari perpuluhan kepada memberikan semuanya sesuai Perjanjian Baru (Kedermawanan dengan janji penghargaan)
17. Dari penundukan diri secara selektif (hanya pada denominasinya) kepada penundukan diri total (tunduk kepada otoritas yang ditunjuk Allah)
18. Dari jabatan kepada fungsi ("Jangan memanggil seorang pun guru, ayah, rabi, dll. . .")
19. Dari gereja independent  kepada gereja inter-dependent (terhubung dengan gereja se-kota untuk saling menolong, menguatkan dan menasehati)
20. Dari keanggotaan tersurat kepada anggota Tubuh Kristus (kita merupakan anggota dari seorang dengan yang lainnya)
21. Dari sistem roda kepada pokok anggur (mengutus tim penanam gereja sederhana di rumah-rumah)
22. Dari kesatuan organisasi kepada kesatuan rohani (hanya tinggal satu langkah menuju kesatuan. . .SALING MENERIMA)
23. Dari Safeway atau Circle K kepada Safeway dan Circle K (menerima semua yang Tuhan terima). CATATAN: Safeway dan Circle K merupakan gerai mini market, maksudnya keragaman “nama” gereja modern.  
24. Dari “kita dan mereka” kepada “kita” (Menolak untuk mengizinkan roh pemecah belah dalam persekutuan kita)
25. Dari hanya menanam gereja bergedung kepada menanam gereja dimana saja secara spontan. (menyadari ekklesia dapat bertemu dimana saja)
26. Dari belenggu kepada kemerdekaan bagi kaum wanita (Kis 2:17-18 , Gal. 3:26-28)
27. Dari sistem presbiteri (majelis) tanpa orang-orang kepada majelis bersama orang-orang (Kis 15:22)
28. Dari kesewenang-wenangan kepada petunujk alkitabiah dari penatua-penatua yang telah ditetapkan (I Tim. 3, Titus 1)
29. Dari “gembala saya” kepada “gembala-gembala saya” (guru-guru, penginjil-penginjil, rasul-rasul, nabi-nabi)
30. Dari membangkitkan pemimpin-pemimpin kepada mengangkat para hamba. (Kerajaan Allah bertanah rata)
31. Dari visi lokal kepada visi dunia (tiga cabang kepercayaan dalam gereja)
32. Dari membangun kerajaan saya kepada membangun KerajaanNya (Mari saya menolongmu untuk menggenapi visimu.)
33. Dari gereja bertembok kepada gereja se-kota. (Mereka memenuhi Yerusalem dengan pengajaran mereka)
34. Dari rasa takut mengalami pencurian domba kepada takut memiliki domba (Kis 20:28-31)
35. Dari berpusatkan pada gembala kepada membuat semua orang menjadi gembala. (Kis 20:28-31)
36. Dari menggunakan kata “gereja” kepada menggunakan frase “tubuh Kristus." (Kis 19:32-41)
37. Dari pembatasan kepada persekutuan yang tidak dirintangi. ( Saya anggota dari tiap gereja di dalam kota.)
38. Dari diliputi kelalaian kepada ketenangan. (tanaman tomat, api, starter motor)
39. Dari tipe kuliah kepada tipe belajar Alkitab secara interaktif. (Tubuh melayani dirinya sendiri dengan kasih.)
40. Dari piramid kepada kue pancake dalam pengertian kita akan penundukan diri terhadap otoritas. (Saya tunduk kepada Raja segala Raja dan setiap otoritas rohani yang Tuhan utus dalam hidup saya.)

Saya rasa pernyataan dari para pakar di atas cukup banyak untuk menjadi bahan permenungan kita semua. Saya berharap dari hasil permenungan tersebut kita semua dapat berubah ke arah yang lebih baik sebab makin mengerti kehendak Tuhan yang sempurna.

TERJADI PERUBAHAN DALAM BUDAYA KITA

Gereja bersifat ilahi tetapi juga manusiawi. Secara ilahi gereja bersifat kekal (tak berubah secara esensi). Tetapi secara manusiawi mau atau tidak gereja dipengaruhi oleh konteks budaya dimana ia berada. Hari ini telah terjadi perubahan budaya dari era modern menuju era post-modern. Modernisme digambarkan sebagai mengejar kebenaran, bersifat absolut, berpikir linear, rasionalisme, kepastian, menekankan pada pikiran, yang mengakibatkan arogansi, infleksibilitas, keinginan untuk menjadi benar, keinginan untuk mengontrol. Dalam agama berfokus kepada benar dan salah, doktrin yang benar dan menekankan pada pengakuan. Postmodern secara kontras mengatakan apa yang kita ketahui dibentuk oleh budaya dimana kita hidup. Dikontrol oleh emosi dan keindahan. Bersifat lembut. Dalam keagamaan berfokus kepada hubungan, kasih, berbagi tradisi dan kejujuran dalam diskusi. Gereja dalam bentuknya sekarang merupakan bentuk modernisme dan sudah tidak relevan dalam konteks postmodern yang muncul dalam generasi baru ini.

HARUS ADA PERUBAHAN DALAM MISI KITA

Salah satu tugas gereja adalah misi, gereja yang tidak terlibat misi bukanlah gereja. Sebab itu merupakan amanat Tuhan Yesus sendiri (Matius 28:18-20). Salah satu prinsip misi adalah kontekstualisasi sebagaimana digambarkan Rasul Paulus,”Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.”(1 Korintus 9:19).
Tuhan Yesus mendirikan gerejaNya untuk mengubah dunia (Matius 16:18). David Livingstone pernah berkata,”Allah hanya memiliki seorang Putra dan Dia mengutusNya untuk menjadi seorang misionaris.”

Gereja dapat mengubah dunia jikalau gereja memiliki visi. Visi dan misi kita jelas untuk pergi dan menjadikan segala bangsa murid Kristus melalui pemberitaan Injil. Masih ada banyak suku bangsa yang belum mendengar Kabar Baik ini. Allah berbicara kepada Abraham di dalam Kejadian 12:3, “Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Rasul Paulus pun menyatakan dalam surat kepada jemaat di Roma, dalam Roma 4:13, “Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.”
Allah menetapkan Abraham dan keturunannya (termasuk kita di dalamnya) untuk menjadi saluran berkat, gereja Tuhan seharusnya menjadi berkat di tengah masyarakat dan bukannya menutup diri. Gereja dapat mengubah dunia bila kita memiliki visi menjadi garam dan terang yang mengubahkan dunia.
Gereja harus mulai memikirkan suku-suku terabaikan di dalam negerinya maupun yang ada di mancanegara sebab kita merupakan gereja universal (tubuh Kristus) yang perlu berjejaring dalam pelebaran Kerajaan Allah.

Inban Caldwell suatu kali berbicara dengan saya dan bertanya,”Dave, kau tahu seperti apakah suara detak jantung Tuhan?” Ia  lalu menyambung lagi,”Jantungnya berbunyi...jiwa-jiwa..jiwa-jiwa..!” Allah peduli terhadap jiwa-jiwa terhilang, Ia tidak menghendaki ada seorangpun binasa. Inilah prioritas kasihNya hingga Ia mengirimkan AnakNya yang tunggal, Yesus Kristus ke muka bumi untuk menyelamatkan yang terhilang. Apakah ini juga menjadi prioritas kita?

Apakah impian Tuhan juga merupakan impian kita? Pastor Christopher K pernah menanyakan hal ini pada saya, “Apakah impianmu sama dengan impian Tuhan, Dave? Lalu saya bertanya kepada beliau,”Apakah impian Tuhan?”
Jawaban beliau,”Rasul Yohanes di dalam penglihatannya di Pulau Patmos menuliskan gambaran suatu hal yang akan terjadi di surga kelak, Wahyu 5:9, “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa.” Dan Wahyu 7:9, “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.” Terlebih di dalam Wahyu 22:1-4, digambarkan suatu gambaran yang begitu menggetarkan jiwa,” Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu. Di tengah-tengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa. Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hamba-Nya akan beribadah kepada-Nya, dan mereka akan melihat wajah-Nya, dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka.”
Oh, indahnya hidup bersama dengan Tuhan kita, bukan “hanya kita tetapi seluruh orang yang percaya dan menjadi anakNya” (imitate Christ = mengikuti jalan hidup Kristus).

Melalui Pastor Christopher K, saya tersadar bahwa impian saya selama ini tidak sama dengan impian Tuhan. Saya bermimpi menjadi “selebritis rohani”, mempunyai anggota jemaat yang besar, gedung ibadah yang megah, mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani dimana-mana, mengajar di berbagai Sekolah Alkitab dan seminar dan pelayanan yang berdampak skala nasional dan internasional. Saya ingin terkenal seperti Benny Hinn, Morris Cerullo, Billy Graham dan hamba Tuhan terkenal lainnya.
Saya bukannya berpikir bagaimana jiwa-jiwa terhilang mengenal Tuhan malah berfokus pada kepopuleran diri sendiri. It’s all about me (semuanya tentang saya). Tuhan mengingatkan saya akan sebuah lagu berjudul JESUS LOVER OF MY SOUL  ( Yesus Kekasih Jiwaku) karya Paul Oakley dalam album Day Of Favour – Stoneleigh 95. Dalam lirik reff lagu tersebut dinyatakan:

 It’s all about You, Jesus. (Semuanya mengenai Kau, Yesus)
And all this is for You (dan segalanya ini bagiMu)
For Your glory and your fame (bagi kemuliaan dan kebesaran namaMU)
It’s not about me (ini bukan mengenai diriku)
As if You should do things my way (Bila mana segala sesuatu kehendakMU terjadi dalam jalanku)
You alone are God (Hanya Kau saja Allah)
And I surrender to Your ways (dan kuberserah hanya pada jalan-jalanMu)

Semuanya untuk kemuliaan Dia dan bukan kebesaran nama kita pribadi.

Lalu Tuhan mengingatkan pada saya tanggal 28 September 1994, saat tengah mengadakan ibadah keluarga di salah satu rumah jemaat yang kami layani. Saat kami khusuk menyembah Tuhan, Roh Kudus berbicara pada saya dalam batin,”Kau lahir bukan untuk menjadi terkenal, namun untuk memperkenalkan Kristus pada dunia.”

Gereja dapat mengubah dunia bila gereja mulai sungguh-sungguh berdoa. Robert Glover menyatakan,”Sejak Pentakosta dan masa Rasul Paulus, menelusuri abad-abad hingga masa kini, riwayat misi merupakan riwayat doa yang dijawab. Setiap terobosan baru dalam dunia misi merupakan hasil doa yang dilandasi iman.”

Gereja dapat mengubah dunia jikalau gereja mau membayar harganya. Bagaimana cara kita menghabiskan uang yang kita miliki menunjukkan prioritas hidup kita. Banyak gereja masa kini yang fokus mengalokasikan dananya pada pemeliharaan gedung ibadah dan memperbanyak aset, ada pula anggaran khusus untuk membeli peralatan musik yang baru setiap tahunnya tetapi hanya mempunyai anggaran yang kecil untuk misi dan penginjilan. Di Indonesia banyak pelayanan misi yang terbengkalai akibat tidak adanya dukungan dari gereja yang ada bagi pelayanan misi. Padahal amanat agung Tuhan menekankan pentingnya misi.

Gereja dapat mengubah dunia bila gereja memiliki perencanaan dan semangat untuk mewujudkannya. Terlalu banyak gereja yang menjadi NATO (No Action Talk Only, tidak ada tindakan hanya berbicara saja). Rapat demi rapat diselenggarakan tetapi sedikit sekali tindakan. Kita harus selalu ingat bahwa Tuhan Yesus tidak mati dan bangkit dari kematian agar kita bisa memiliki bangku gereja yang lebih nyaman, buletin gereja yang atraktif, mendapat “hiburan segar” dari pimpinan pujian dan pengkhotbah  tiap minggu. Mina Canth, menyatakan”Kekristenan telah dikubur di dalam dinding gereja dan diamankan dengan belenggu dogmatika. Izinkan ia (kekristenan) dibebaskan untuk muncul di tengah-tengah kita dan mengajar kita kebebasan, kesetaraan dan kasih.”

Gereja dapat mengubah dunia bila gereja memperlengkapi umat Tuhan untuk melayani dan menanam gereja baru di lingkungan baru (sekolah, kampus, kantor, pasar, lingkungan, dll) bahkan mengutus para pengusaha untuk mulai menanam gereja di dunia usaha (market place).

Gereja dapat mengubah dunia jikalau gereja berjejaring dengan saudara seiman lainnya, itu dapat berarti “gereja dari organisasi lain”, yayasan (parachurch) maupun komunitas orang percaya. W Harol Fuller menyatakan,”Misi adalah tanggungjawab bersama dari gereja dan badan misi. Misi dapat memberikan hasil terbaik bila dilakukan dalam kemitraan.”

Gereja seharusnya mengemban misi menjangkau dunia, lahirnya badan misi (parachurch) untuk melaksanakan penginjilan mengindikasikan kegagalan gereja modern mengemban amanat Tuhan.

Howard Snyder (The Problem of Wineskins), menyatakan Injil berkata,”Pergilah,” tetapi bangunan gereja kita berkata,”Tinggallah”. Injil berkata,”Carilah orang yang terhilang,” tetapi gereja kita berkata,”Biarlah orang yang terhilang mencari gereja.”
Orang-orang berdosa dan tak mengenal Tuhan tidak akan masuk ke tempat dimana orang Kristen beribadah atau berada. Kita sebagai gereja Tuhan-lah yang harus menyeberang ke sisi mereka, jikalau kita hendak memenangkan mereka bagi Kristus.
Neil Cole (pendiri Asosiasi Multiplikasi Gereja), menyatakan “Jika Anda mau memenangkan dunia bagi Kristus, Anda harus duduk di bagian perokok.” Lebih lanjut Dr. Leonard I. Sweet (Drew University) menanggapi pernyataan Neil Cole di atas dengan pernyataan ini,”Jika gereja tidak bersedia untuk membuat tangannya (atau paru-parunya) kotor, ia tidak akan mendapatkan pendengar. Rumah dan hati orang terbuka bagi Injil. Namun, yang membawa Injil masuk rumah adalah hubungan. Gereja bekerja paling baik dalam dua atau tiga orang – bukan dalam dua atau tiga ratus atau dua atau tiga ribu. “Di mana dua atau tiga orang berkumpul. Aku ada di tengah-tengah mereka.”

Kunci penanaman gereja yang menghasilkan reproduksi yang spontan adalah membawa Tuhan Yesus kepada jiwa-jiwa terhilang.

DASAR ALKITAB UNTUK BERUBAH

Tuhan Yesus merupakan Pencipta dan Kepala Gereja bukan sekedar menciptakan Gereja, tetapi Ia juga terus membangun GerejaNya dan memberikan prinsip-prinsip yang olehnya Gereja beroperasi dan bertumbuh. Kita tidak bisa semaunya membangun gereja dengan pengertian dan tafsiran sendiri. Kita perlu mempelajari apa yang Alkitab nyatakan mengenai kepemimpinan gereja, cara pertemuan gereja, baptisan, perjamuan kudus, arti pelayanan sebenarnya, hubungan gereja dengan masyarakat, hubungan gereja dengan negara dan lain-lain. Dalam kitab Efesus kita dapat mempelajari sisi kehidupan kekal gereja, dalam kitab-kitab pada jemaat di Korintus dibahas kehidupan praktis gereja sedang dalam Kitab Kisah Para Rasul kita dapat mempelajari keteladanan dalam bergereja.
Dalam Alkitab kita mendapatkan adanya “tradisi apostolik” yang harus dipegang dan dijalankan oleh gereja Allah. Sebagaimana tertulis:

I Korintus 11:1-2 Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus. Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaran yang kuteruskan kepadamu.

I Korintus 14:33, 36 Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. Atau adakah firman Allah mulai dari kamu? Atau hanya kepada kamu sajakah firman itu telah datang?
2 Tesalonika 2:13-15  Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai. Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita. Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.


DASAR THEOLOGIA UNTUK BERUBAH

Allah kita adalah Allah yang memulihkan, dalam sepanjang sejarah Ia memulihkan gerejaNya. Pemulihan dimulai tahun 1517, Tuhan memakai Martin Luther untuk memulai pemulihan itu dan tidak berhenti sampai disitu sebab Ia sampai detik ini terus mengadakan pemulihan gerejaNya. Wolfgang Simson menyatakan bahwa telah terjadi reformasi pertama saat Tuhan memulihkan kebenaran theologis (isi doktrin). Tahun 1700, terjadi pemulihan baptisan orang percaya melalui pergerakan Anabaptis. Dimana mereka menentang pembaptisan anak, baptisan dilakukan pada orang dewasa yang sudah mengerti arti baptisan air.

Lalu terjadi reformasi kedua yang dimulai melalui gerakan pietisme,  yaitu reformasi rohani. Terjadinya pemulihan keintiman dengan Tuhan. Pada masa ini pula Tuhan membangkitkan John dan Charles Wesley yang membawa pemulihan pengajaran mengenai kekudusan (gerakan kekudusan atau holiness movement). Tahun 1901 lahir gerakan Pentakosta dan pemulihan baptisan Roh Kudus. Tahun 1960 muncul gerakan Kharismatik, terjadinya pemulihan kespontanan dalam ibadah, Roh Kudus menjadi pemegang kendali dalam pertemuan ibadah, spontanitas dalam mengekspresikan diri seperti menari saat itu pula jawatan pengajar dipulihkan. Tahun 1970-1980, gerakan hidup berjemaat, adanya persekutuan dan kehangatan dalam berjemaat, munculnya banyak persekutuan doa dimana-mana. Pemulihan jawatan gembala dan nabi. Tahun 1990 terjadi pemulihan tubuh Kristus melalui lima karunia pelayanan (lima jawatan), terjadinya kegerakan orang-orang kudus dan pemulihan pelayanan kerasulan.

Reformasi ketiga dimulai tahun 2000 dimana Allah memulihkan struktur gereja, adanya kesadaran gereja kota dan pengembangan Kerajaan Allah dalam jejaring tubuh Kristus di seluruh dunia. DR. C. Peter Wagner menyebutnya sebagai New Apostolic Reformation (Reformasi Apostolik Baru).
Tuhan belum berhenti untuk terus merubah gerejaNya menuju kesempurnaan.


DASAR PROFETIS PARA NABI “MODERN”

Rick Joyner, seorang yang mengumandangkan suara kenabian dan dikenal secara internasional, pendiri dan executive director Morning Star Publications and Ministries di Charlotte – Amerika Serikat, menyatakan,” Saya melihat datangnya sebuah arus balik yang luar biasa kembali kepada kekristenan yang alkitabiah sehingga pemahaman-pemahaman yang paling mendasar tentang kekristenan, baik oleh dunia maupun gereja akan berubah. Hal ini terjadi tanpa adanya perubahan-perubahan pada doktrin dasar iman kekristenan, tetapi sebuah perubahan yang membuat kita hidup oleh kebenaran-kebenaran yang kita kumandangkan. Hal ini akan menjadi nyata ketika kita dengan sungguh-sungguh dikenal karena kasih kita kepada orang lain.”

Pastor Mike Bickle dari Kansas – Amerika Serikat menyampaikan nubuatan pada tahun 1982,”Allah akan mengubah bentuk dan ekspresi gereja dalam satu generasi sampai kepada keadaan di mana gereja tidak dapat dikenali lagi.”


APA YANG TERJADI BILA GEREJA MODERN TIDAK MAU BERUBAH?

Perubahan perlu terjadi sebab bila tidak gereja modern kita akan tertinggal atau ditinggalkan seperti apa yang terjadi di benua Eropa. Miris sekali melihat bagaimana bangunan gedung ibadah nan megah tetapi kosong. Gereja hanya diisi oleh kakek dan nenek, sedang anak muda sudah meninggalkan Tuhan. Sedih sekali melihat beberapa gedung gereja yang megah di Amerika Serikat, Inggris dan negara Barat lainnya berubah fungsi menjadi diskotik, bar dan restoran, kantor, rumah tinggal, mesjid atau bahkan yang ekstrim menjadi tempat penyembahan terhadap setan (Satanic Church).
Menurut penelitian atau survei yang diadakan, anak-anak muda di dunia barat tidak membenci Tuhan atau tidak percaya adanya Tuhan tetapi mereka jenuh dengan pola ibadah atau tradisi yang ada dalam gereja modern. Mereka merasa terasing dengan “budaya” gereja modern.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada awal 90-an di Amsterdam – Belanda ditemukan bahwa anak-anak muda ketika ditanya apakah mereka tertarik pada Tuhan. Seratus persen dari mereka menjawab “YA”. Tetapi ketika mereka ditanya apakah mereka tertarik hadir di gereja, hanya 1% yang menjawab “ya” sedang 99% lagi menjawab “tidak”.
Saat pertama kali saya membaca hasil penelitian tersebut, saya sebagai rohaniwan memprediksi pasti ada yang salah dengan anak-anak muda di Amsterdam ini. Mereka mendapatkan kesempatan beribadah pada Tuhan dengan bebas tetapi tidak mensyukurinya padahal ada banyak anak Tuhan di banyak negara lain yang harus mempertahankan imannya sampai mati sebagai martir.
Tetapi saat saya mulai merenungkan perkara ini dihadapan Tuhan. Dia mengajak saya untuk mulai berpikir sebaliknya. Mungkinkah kita sudah sedemikian “jatuh cinta” pada tradisi gereja sehingga sudah membuat jarak dengan dunia? Kemungkinan besar kita yang perlu belajar untuk berubah dan membawa terang dan garam ke tengah dunia kembali. Bukannya menyembunyikan garam dan terang di balik dinding gedung gereja kita.
Saya cukup terkejut mendengar pernyataan Frederick Buechner,”Selama bertahun-tahun, saya makin jarang dan makin jarang pergi ke gereja karena saya menemukan hanya sedikit hal di sana yang saya inginkan. Perasaan akan kehadiran Allah itulah yang saya rindukan.”
Jajak pendapat modern menginformasikan kepada kita hal yang sama dengan penelitian di Belanda pada awal 90-an di atas bahwa banyak orang non-Kristen sesungguhnya tertarik kepada Kristus tetapi tidak ingin hadir di gereja. Ada begitu banyak pula orang di Amerika Serikat ingin mendengar dan percaya kepada pesan Tuhan Yesus tetapi tidak tertarik kepada lembaga gereja yang ada. Itu berarti kita punya masalah!!!! Jelas sekali, dunia sangat tertarik kepada Tuhan Yesus, tetapi mereka enggan berhubungan dengan calon mempelaiNya (gereja).
Dalam bukunya, The Present Future: Six tough Questions for the Church, McNeal menyatakan,”Jumlah orang-orang yang meninggalkan gereja makin meningkat karena alasan baru. Mereka tidak meninggalkan gereja karena kehilangan iman mereka. Mereka meninggalkan gereja untuk mempertahankan iman mereka.”
Kehadiran umat di gereja tidak dapat menjadi barometer untuk menggambarkan kondisi kekristenan. Kita tidak cukup hanya memenuhi gedung gereja, kita harus menjadi alat Tuhan untuk mengubah dunia. Apakah gereja modern menjangkau keluar dan melihat kehidupan berubah karena Injil Kerajaan Allah? Bila hal ini terjadi maka tentu saja angka kekristenan akan meningkat, tetapi sekedar memenuhi bangku gereja pada “hanya” hari Minggu bukan merupakan tujuan utama kita sebagai Gereja Tuhan. Sebab ukuran pengaruh gereja ditemukan dalam masyarakat – di jalan dan bukan hanya di bangku gereja.
Adakah sesuatu yang salah dengan cara kita bergereja kini? Kita harus selalu ingat bahwa gereja lokal kita tak dapat mengubah dunia, melainkan Tuhan Yesus. Hanya sekedar rajin hadir dan melayani “pekerjaan” Tuhan di hari Minggu tidak mengubah kehidupan, Tuhan Yesus dalam hati pribadi lepas pribadi umatNya – lah yang akan mengubahkan orang-orang.
Tanpa sadar gereja modern kita menjadi tidak lebih dari sebuah pertunjukkan keagamaan yang terjadi pada hari Minggu, dimana setelah ritual tersebut berakhir kita-pun pulang ke rumah sampai pertemuan minggu berikutnya untuk bertemu di tempat dan waktu yang sama. Tanpa sadar kita seolah terobsesi dengan klub keagamaan hingga kita memandang bahwa orang yang tidak pergi ke gereja “seperti kita” sebagai orang yang murtad dan tidak memiliki hubungan dengan Tuhan Yesus. Seolah-olah dengan sekedar hadir pada ibadah hari Minggu selama satu setengah – dua jam sudah cukup untuk menyatakan bahwa kita ini Kristen sejati dan pengikut atau murid Kristus yang militan. Kekristenan bukan sampai di situ saja, dan pemimpin gereja pun harus menyadari gereja siapakah yang sedang ia bangun?

Kita harus senantiasa mengingat bahwa yang kita sedang bangun adalah gereja Tuhan, bila Ia ingin memperbaharui gerejaNya maka kita harus berbesar hati untuk berubah. Ini semua bukan demi tradisi, reputasi dan nama kita....semuanya ini tentang TUHAN kita. Ketika Tuhan pertama kali memberikan pewahyuan mengenai pola jemaat mula-mula ini pada kami sekeluarga, kami berpikir Tuhan hanya ingin merombak pola pikir kami saja. Namun rupanya tidak sampai disitu, Ia mau kami merubah pola gereja yang kami rintis pula padahal saat itu anggota jemaat yang kami gembalakan tengah “naik-naik”nya. Maukah kita berubah atau tidak sama sekali? Semua pilihan ada di dalam tangan kita. Apa pun pilihan kita Ia tetap mengasihi kita.

Ada tiga pilihan perubahan. Pertama sama sekali tidak berubah dan tetap memegang teguh tradisi kita. Kedua berkompromi, banyak orang mencoba agar situasi sama-sama menguntungkan (win-win solution) padahal Tuhan Yesus menyatakan dalam Matius 9:16-17, “Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.” Anggur baru tak dapat ditampung di dalam kantong anggur yang lama. Pilihan kedua saya pandang masih lumayan daripada sama sekali tidak mau berubah. Tetapi tetap saja akan timbul permasalahan. Ketiga, persiapkan dirimu untuk berubah. Harga perubahan pun tidaklah murah!!! Mau berubah ada harga mahal yang akan kita bayar.


HAL YANG PERLU DIKEMBANGKAN DALAM POLA JEMAAT MULA-MULA

Pertama-tama mengembalikan keluarga sebagai pusat gereja, sebagaimana ada tertulis dalam Maleakhi 4:5-6,” Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu. Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.” Takut akan Tuhan dan keintiman dengan Dia harus dimulai dalam tiap rumahtangga.

Kedua mengembangkan setiap orang percaya untuk hidup sebagai murid Kristus yang bertumbuh dan berbuah bagi Tuhan. Matius 28:19-20,” Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.

Gereja modern sadar atau tidak seringkali memanfaatkan jemaat dan bukannya memberdayakan atau mengembangkan jemaat. Seringkali tanpa sadar kita mengikuti pola pelayanan pendahulu kita tanpa meneliti kebenaran firman Tuhan terlebih dulu. Kita melihat hal tersebut nampaknya baik dan benar lalu langsung mencontoh pola tersebut.

Kita seharusnya seperti jemaat di Berea, yang menerima pengajaran tetapi tidak “langsung menelannya”, mereka kembali menyelidiki apakah suatu pengajaran atau tradisi itu alkitabian atau tidak.




Bagaimana mengembangkan jemaat? (+)
Bagaimana memanfaatkan jemaat? (-)
Izinkan mereka berfungsi
Memberi mereka fungsi
Percayai mereka
Buat mereka percaya kepada Anda
Mendelegasikan otoritas
Menuntut penundukan diri kepada Anda
Membantu mewujudkan rencana Tuhan dalam hidup mereka
Menjadikan mereka bagian dari rencana besar Anda
Menanamkan modal pada diri mereka
Memanfaatkan mereka
Cintai mereka dengan tulus dan menyatakannya melalui tindakan
Cintai tugas dan hasil akhir lebih dari manusianya
Memberi apa yang Anda miliki
Ambil apa yang mereka miliki
Bahas permasalahan dengan mereka
Khotbahi mereka
Meluangkan waktu dengan mereka
Harus membuat janji pertemuan terlebih dulu
Beri mereka kuncinya sekarang
Tahan kuncinya sampai Anda pensiun
Layani mereka
Biar mereka yang melayani Anda
Berikan pujian pada mereka
Mengharapkan pujian dari mereka sesering mungkin
Transferkan kemampuan kepemimpinan kepada mereka
Mempertunjukkan otoritas kepemimpinan kepada mereka. Who is the leader.


Hal yang ketiga, kita perlu memilih pemimpin yang berkarakter bukan hanya menitikberatkan pada kepandaian dan kecakapan semata. Tuhan tidak pernah kagum akan kepandaian, gelar dan talenta yang hebat bila tidak memiliki karakter ilahi semua akan sia-sia.

Hal keempat adalah miliki komitmen, konsistensi dan disiplin diri untuk dapat melihat rencana Tuhan di dalam mengembangkan KerajaanNya di muka bumi ini. Sebab perjalanan ke depan tidaklah mudah, kita berada dalam perjalanan menentang arus dunia.

Hegel pernah berkata,”Satu hal yang manusia pernah pelajari dari sejarah adalah manusia tidak pernah belajar dari sejarah.” Jadi kita mau menjadi anak Tuhan seperti apa? Semua pilihan ada di dalam tangan kita masing-masing.

Tidak ada komentar: