Kamis, 25 Februari 2016

“MENGAPA KAMI MEMILIH BERGEREJA RUMAH”



MENGAPA KAMI MEMILIH BERGEREJA RUMAH

(MENINGGALKAN ORGANISASI UNTUK MENJADI ORGANISME)

Dalam bab ini saya hendak menyaksikan perubahan paradigma yang terjadi dalam kehidupan pelayanan, penggembalaan dan bahkan keluarga kami selama mengiring Tuhan Yesus kurang lebih 19 tahun terakhir ini.
Matius 11:29 “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.”
Kesibukan saya sebagai seorang gembala sidang dan pengkhotbah yang sering berkeliling ke daerah membuat waktu saya dengan keluarga terbengkalai. Meskipun sudah saya sisihkan satu hari dalam seminggu untuk memiliki waktu dengan istri dan anak sesuai yang dianjurkan para konselor pernikahan. Tetapi itu tidak menjamin kualitas pertemuan sebab meski tubuh saya ada bersama istri dan anak namun pikiran saya menerawang memikirkan pelayanan, baik di gereja maupun jejaring pelayanan kami.
Setiap hari saya sibuk dengan beragam aktivitas pelayanan baik di sidang jemaat yang saya pimpin, maupun aktivitas dalam lingkup denominasi kami, kegiatan dengan pihak donatur kami dari luar negeri, jaringan dalam BAMAG (Badan Musyawarah Antar Gereja), jaringan pelayan Tuhan muda se-kota dan juga pergerakan penanaman gereja. Sesudah menghadiri sedemikian banyak acara pertemuan, akhirnya saya pun pulang larut malam dan tak punya waktu cukup untuk berkomunikasi dan memberi waktu dengan keluarga.
Tanpa terasa hubungan kami sebagai suami istri dan ayah anak menjadi hambar, rumahtangga menjadi kacau dan berantakan akibat terlalu sibuk dengan “pelayanan”. Saya coba menyelamatkan dan menjangkau suku terabaikan di Indonesia….sangat heroik, tetapi saya ternyata telah mengabaikan keluarga saya sendiri…istri dan anak terabaikan. Menjadi sanjungan di gereja tetapi sandungan di tengah keluarga.
Suatu kali saya menyampaikan khotbah dalam ibadah mengenai kasih, jemaat sangat diberkati begitu pula istri saya. Setelah saya ibadah itu, istri saya menyatakan,”Pa, khotbahmu sangat memberkati dan sikapmu menawan di atas mimbar, seandainya hal itu juga jadi bagian hidupmu di rumah.” Pernyataan yang sempat menyinggung dan membuat saya marah. Wajah saya tampak asam dan garang hingga tampaknya siap menelan orang yang menyinggung saya.
Tetapi lalu saat kami pulang ke rumah, Roh Kudus mengingatkan saya akan ilustrasi yang baru saja saya sampaikan dalam khotbah tersebut. Ilustrasi itu mengenai Seorang pendeta yang cakap berkhotbah dan bersikap manis dihadapan jemaat yang ia gembalakan tetapi sebenarnya bila di rumah ia merupakan pribadi yang berbeda. Ia seorang pemarah, penuntut dan suka berkata-kata kasar. Suatu hari Minggu setelah ia berkhotbah, ia melihat istri dan anaknya pergi keluar dan lalu membawa masuk semua perabotan rumah mereka ke dalam gedung ibadah. Pendeta itu kebingungan dan bertanya,”Ma, kenapa kalian pindahkan semua barang dari rumah ke tempat ibadah?” Sang istri menjawab,”Sebab kami lebih menyukai Papa yang di sini daripada yang di rumah, jadi sebaiknya kita tinggal di sini saja.”
Saya tertempelak sebab saya ternyata seorang yang pandai berkhotbah atau mengajar tetapi belum melakukan kebenaran itu sendiri. Apa artinya ini semua bila saya sendiri belum bisa menjadi berkat dalam rumahtangga, berkat bagi istri dan anak. Tuhan menyadarkan bahwa IA mencari pelaku kebenaran…bukan sekedar pendengar atau pengkhotbah. Tuhan menyadarkan pada saya bahwa setiap pengajaran yang telah saya terima harus saya aplikasikan terlebih dulu dalam kehidupan pribadi. Baru setelah itu menyampaikannya pada saudara seiman lainnya. Jadilah berkat di rumahmu terlebih dahulu.

Gereja Dalam Rumahtangga

Rekan dan mentorku John White dari LK10 (dulu North America DAWN Ministries), memberikan pelajaran yang berharga untuk memulai “gereja dalam rumahtangga” kami. Dalam Matius 18:20,”Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKU, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Ia menekankan bahwa ketika suami dan istri sehati di dalam Tuhan, maka Tuhan hadir bersama mereka.
Tuhan ingin melihat Kerajaan Allah terjadi dalam pernikahan, keluarga dan rumah tempat dimana kita tinggal menjadi pusat pelayanan penjangkauan dunia yang terhilang. Kita perlu sungguh-sungguh menjadikan Dia, Raja atas segala aspek kehidupan kita.
John White, membagikan ada tiga agenda yang perlu dilakukan oleh suami istri setiap hari bersama yaitu:
    1. Berdoa (saling mendoakan),
    2. Saling berbagi perasaan, memuji, mengaku dosa & berbagi apa yang didapatkan saat merenungkan firman Tuhan hari itu dan
    3. Mengaplikasikan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.

Keluarga menjadi tempat disiplin rohani, keluarga menjadi pusat pemuridan setiap hari. Dengan kata lain pemuridan harus dimulai di rumah. Dipraktekkan oleh suami istri, hingga menjadi teladan bagi anak-anak. Lalu melibatkan mereka kala mereka sudah mulai mengerti (bertumbuh).
Keluarga = gereja (kumpulan orang percaya), merupakan ekspresi dari sebuah “simple church”(gereja sederhana).

Ada paling tidak dua pemikiran penting dari cara berpikir ini:
Pertama, pernikahan dan keluarga akan memiliki hubungan yang kuat secara signifikan.
Kedua, gereja dapat bertumbuh secara cepat dan spontan. Keluarga ini dapat mengundang keluarga yang lain untuk melakukan hal yang serupa.
“Gereja dalam rumahtangga” ini dapat menjadi alat mentransformasi kehidupan dan pernikahan kita.

Kami telah melakukannya dan terjadi suatu pemulihan dalam keluarga kami tetapi sangat jelas diperlukan kerjasama, keterbukaan dan itikad baik kedua pasangan untuk bersama bertumbuh di dalam Tuhan Yesus dan membangun keluarga yang takut akan Tuhan. Keluarga kami belum sempurna tetapi dengan menyadari bahwa rumah tempat dimana kami tinggal sebagai “the holy ground” (tanah suci) dimana Tuhan hadir di tengah kami membuat kami menjalani kehidupan lebih sungguh-sungguh di dalam Tuhan.

Cara ini pun dapat digunakan untuk mengajak keluarga lain untuk melakukan hal yang sama, dan mengadakan pertemuan ibadah bersama dengan mengikuti langkah sederhana tersebut.

Keluargaku gerejaku, gerejaku keluargaku

Lebih lanjut saya berdiskusi dengan teman saya, David Ariono mengenai hal ini. Kami merasa miris dengan apa yang terjadi dalam jemaat kami masing-masing kala masih menggembalakan jemaat dalam institusi. Sebab ternyata banyak anak muda yang kami gembalakan sangat taat, patuh dan aktif pelayanan di dalam berbagai aktivitas rohani tetapi di rumah mereka berbeda. Orangtua acap kali mengeluh mengenai kemalasan anaknya yang tak pernah membantu orangtua, tidak mau mentaati nasehat orangtua dan selalu menjadikan gereja sebagai alasan untuk menghindari kewajiban di rumah dan sekolah. Di lain pihak ada pula pasangan hidup entah suami atau istri, yang merasa kehilangan belahan jiwanya akibat terlalu sibuk pelayanan dan beraktivitas dalam tiap program gereja.
Hingga timbul sebuah “persaingan tidak sehat antara keluarga dan gereja”. Bila kita mencoba untuk menutup mata dan menganggap permasalahan ini tidak ada, akibatnya lahirlah sebuah generasi yang kehilangan arti penting mengenai keluarga dan tidak pernah tahu apa arti keluarga itu sebenarnya. Mereka sekedar tahu siapa orangtua dan saudara mereka, tetapi tidak pernah sungguh-sungguh memiliki keluarga.
Dalam pelayanan saya sendiri pun seringkali menjumpai anak-anak pendeta yang mengalami kepahitan terhadap sang ayah karena merasa diabaikan. Sang ayah terlalu sibuk menolong dan memperhatikan orang lain, tak pernah memiliki waktu untuk bersama mereka. Sungguh mengerikan melihat kenyataan bahwa banyak anak hamba Tuhan hancur hidupnya sebab tidak pernah memiliki arti keluarga sesungguhnya di rumah.
Saya maupun David Ariono mempercayai bahwa seharusnya tidak ada lagi jarak pemisah antara gereja dengan keluarga sebab keluarga Kristen adalah bagian dari gereja (kumpulan orang percaya). Mungkin untuk saat ini kita mengalami kesulitan memahaminya sebab sudah kurang lebih 16 abad kita mempercayai dan menghidupi konsep pemisahan (dikotomi) antara hal rohani dan jasmani….antara gereja dan keluarga. Sebuah keluarga Kristen adalah bagian dari gereja Tuhan (kumpulan orang yang mempercayai Tuhan). 
Apa yang Allah kehendaki melalui lembaga keluarga? Apakah yang ada dalam benakNya mengenai keluarga? Dalam Kejadian 1:26-28 tercatat “blue print” keluarga yang ada dalam benak Allah.
“ Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Allah menciptakan manusia dan merancang keluarga sedemikian sempurna untuk mewujudkan tujuanNya.
Allah telah memberkati dan memberikan otoritas kepada setiap keluarga untuk beranak cucu, bertambah banyak, memenuhi bumi, menaklukkan dan menguasainya.
Sebelum kejatuhan manusia atau keluarga pertama ke dalam dosa, keluarga merupakan institusi yang kuat, berwibawa dan penuh kuasa.
Bahkan dikala keluarga sudah jatuh dalam dosa, kita dapat melihat bagaimana Tuhan tetap masih mempercayakan rencanaNya kepada keluarga. Begitu pula untuk menjangkau generasi masa kini Allah akan memulihkan keluarga.

Maleakhi 4:6 Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.

Lukas 1:17 dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya."
Sejak zaman kejatuhan Adam, Tuhan telah memanggil keluarga Nuh selanjutnya keluarga Abraham, Ishak, Yakub dan keturunan ke duabelas anak Yakub yang pada akhirnya menjadi bangsa yang besar, Israel.

Pola hubungan dan kehidupan di antara orang percaya tak lepas dari kehidupan keluarga. Keluarga menjadi model untuk menjelaskan bentuk hubungan di antara umat Tuhan.

Efesus 2:19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,
1 Timotius 5:1 Janganlah engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai bapa. Tegorlah orang-orang muda sebagai saudaramu,
5:2 perempuan-perempuan tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan muda sebagai adikmu dengan penuh kemurnian.

Ketika kita memisahkan kehidupan kekristenan kita saat “ke gereja” dan di rumah maka terjadilah standar ganda dalam kehidupan. Inilah yang menyebabkan kekristenan gagal menjadi teladan bagi dunia. Sebab dunia melihat hidup kita sehari-hari, bukan apa yang kita lakukan di dalam rumah ibadah. Kehidupan kita sebagai orang Kristen tak akan berdampak bagi dunia atau masyarakat jika tak pernah menjadi terang dalam lingkungan dimana kita hidup.

Lukas 11:33 "Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya.
Hubungan antara Kristus dengan mempelaiNya mengacu pada keluarga.

Efesus 5:32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
Lukas 11:11 Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan?
11:12 Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking?
11:13 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Roma 8:29 Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
Seseorang yang berasal dari keluarga berantakan alias broken home akan mengalami kesulitan untuk membangun hubungan dengan Allah. Sedang seorang anak yang memiliki keluarga yang harmonis dimana anak dan ayahnya akrab jauh lebih mudah untuk berhubungan dengan Bapa Surgawi.

Keluarga dipilih Allah untuk menyatakan eksistensi Allah di muka bumi.

Manusia merupakan ciptaan Allah satu-satunya yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa di dalam keluarga kita dapat melihat cerminan pribadi Allah di muka bumi.

Kejadian1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
Keluarga yang sudah mengalami pemulihan dan mulai menyadari tujuan hidup keluarga tersebut akan mencerminkan pribadi Allah bagi lingkungannya.

2 Korintus 3:2 Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang.
3:3 Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.
Keluarga mendatangkan kerajaan Allah di muka bumi

Salah satu mandat yang diberikan Allah sejak awal penciptaan manusia atau keluarga adalah menaklukkan dan berkuasa atas segala yang hidup di bumi (Kejadian 1:28). Kata “segambar” dalam bahasa aslinya memiliki arti “hasil imajinasi Allah yang terbaik”, sedangkan “serupa” dalam bahasa aslinya berarti “memiliki segala sesuatu menyerupai apa yang dimiliki Allah”. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa keluarga yang diciptakan Allah merupakan hasil imajinasi Allah yang terbaik dan diperlengkapi dengan otoritas, hikmat, kuasa, keperkasaan, kekuatan menyerupai yang dimiliki Allah.

Matius 6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Matius 28:18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.28:19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,

Efesus 1:22 Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. 1:23 Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.

Di dalam keluarga setiap orang diterima apa adanya.

Keluarga merupakan tempat pembentukan paling ideal. Tempat paling sulit untuk berkhotbah, menasihati, membangun sesama, mengampuni, mengasihi atau memenangkan jiwa adalah keluarga kita!
Siapa yang disebut keluarga? Tentunya ini merujuk pada keluarga dalam arti yang sesungguhnya yang memiliki pertalian darah, juga pada orang-orang yang tinggal serumah atau yang dianggap bagian keluarga tersebut. Kunci dari semuanya adalah hubungan yang terjalin diantara keluarga tersebut.

Saat Allah menciptakan Adam dan Hawa, IA berkehendak agar sebagai pasangan mereka saling berjaga dan menolong agar mereka kuat.

Kejadian2:18 TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Pengkhotbah 4:12 Dan bilamana seorang dapat dikalahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.
Saat Hawa lemah dan digoda Iblis seharusnya Adam berjaga dan mengingatkan Hawa mengenai firman Allah dan otoritas yang Allah berikan untuk mengusir Iblis dari hadapan mereka.

Efesus 5:23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.
1 Petrus 3:7 Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.
Adam memiliki otoritas tetapi ia hanya diam saja malah mempersalahkan Hawa ketika Allah meminta pertanggungjawaban darinya akibat memakan “buah pengetahuan”.

Nilai-nilai yang kini pudar dalam keluarga.

Persekutuan dalam keluarga, otoritas orangtua dan peran orangtua sebagai imam dalam keluarga. Saat dosa masuk dalam kehidupan keluarga, maka hubungan di antara anggota keluarga yang pada awalnya terkena dampak. Hubungan suami istri, orangtua – anak, adik – kakak menjadi tidak harmonis baik oleh masalah besar maupun kecil. Banyak orang memiliki status dalam keluarga tetapi kehilangan hubungan sebagai keluarga.

Keluarga adalah gereja

Dalam Perjanjian Baru tak ada pemisahan antara orang percaya sebagai kumpulan umat Tuhan atau jemaat, semua disebut gereja/ekklesia (church, assembly). Ketika sejumlah besar orang percaya berkumpul, maupun saat beberapa orang berkumpul atau saat ada satu atau beberapa keluarga berkumpul dalam sebuah rumah mereka disebut gereja atau ekklesia.
Pewahyuan gereja yang bertemu di rumah-rumah merupakan jalan pembuka untuk mengembalikan peran keluarga sebagai gereja Tuhan. Gereja yang bertemu di rumah bukan sekedar perubahan bentuk dari kelompok besar dalam sebuah gedung ibadah kepada kelompok kecil di rumah, dari ibadah satu arah kepada ibadah yang pro aktif (semua orang berfungsi), makan bersama, doa bersama, belajar bersama, dan lain sebagainya. Bila kita melakukan hal tersebut maka kita hanya mengikuti sebuah trend baru atau metode belaka. Kita akan terjebak lagi.
Blue print Allah adalah menyelesaikan rencanaNya melalui setiap keluarga Kristen.

Bagaimana mungkin keluarga bisa disamakan dengan gereja?

Penggunaan kata gereja, jemaat atau ekklesia dalam Perjanjian Baru tidak pernah mengacu pada sebuah tempat ibadah untuk menyembah Allah. Setelah zaman para rasul pertama meninggal, barulah secara perlahan tapi pasti pergeseran ini terjadi. Penggunaan kata ekklesia tidak selalu mengacu pada kota, sekumpulan banyak orang percaya tetapi dapat mengacu juga sebagai kumpulan kecil (keluarga).

1 Korintus 16:19 Salam kepadamu dari Jemaat-jemaat di Asia Kecil. Akwila, Priskila dan Jemaat (ekklesia) di rumah mereka menyampaikan berlimpah-limpah salam kepadamu.
Pengertian jemaat (ekklesia) yang berada di rumah menunjukkan orang-orang yang tinggal di rumah itu atau yang dianggap termasuk keluarga. “Rumah” dalam bahasa aslinya berarti oikos dan itu merujuk kepada keluarga atau rumahtangga.

Roma 16:5 Salam juga kepada jemaat (ekklesia) di rumah (oikos) mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.
Roma 16:10 Salam kepada Apeles, yang telah tahan uji dalam Kristus. Salam kepada mereka, yang termasuk isi rumah (oikos) Aristobulus.
Sedangkan untuk menyatakan bentuk hubungan keluarga seiman dalam Allah atau menjadi keluarga Allah disebut oikeios.


Efesus 2:19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga (oikeios) Allah,















Tidak ada komentar: