Kamis, 25 Februari 2016

“GEREJA YANG BERTEMU DI RUMAH? APALAGI INI?”


GEREJA YANG BERTEMU DI RUMAH? APALAGI INI?

Menurut anggapan beberapa orang bila gereja bertemu di rumah itu namanya persekutuan. Mereka menggambarkan kalau gereja itu bangunan ibadah khusus, ada mimbarnya, peralatan musik khusus, sound system, OHP atau LCD, bangku-bangku yang tertata rapih, ada plang nama gerejanya di depan dan  jadwal kegiatan.
Gereja yang bertemu di rumah, merupakan gereja perintisan yang suatu waktu harus pindah mengontrak ruko, menyewa sebuah ruangan di hotel atau restoran sebelum sanggup mendirikan bangunan gedung gereja dan mendapatkan IMB.

Namun dari ulasan bab sebelumnya kita tahu bahwa “gereja adalah sekelompok orang Kristen entah mereka bertemu di rumah atau di sebuah gedung atau taman atau dimana saja. Gereja berbicara mengenai orang-orang percaya yang berkumpul di dalam nama Tuhan Yesus. Rumah berbicara mengenai sifat kekeluargaan kita sebagai anak-anak Tuhan, kita satu keluarga di dalam Kristus.

Dalam bab ini saya akan mengulas apa yang tengah terjadi dalam pergerakan pembaharuan dewasa ini. Ada yang menyebut pergerakan ini gereja rumah (house church), gereja terbuka (open church), organic church (gereja organik), simple church (gereja sederhana), New Testament church (gereja Perjanjian Baru), emerging church (gereja yang bermunculan) dstnya.  Ini merupakan sebuah pergerakan yang Tuhan prakarsai di seluruh muka bumi, diawali dengan terjadinya pergerakan Church Planting Movement (CPM) yang diprakarsai salah satunya oleh David Garrison  dan lalu bergulir seperti sebuah bola salju hingga timbul pergerakan lain yang disebut House Church Movement (HCM). Tuhan memakai orang-orang seperti Robert Fitts Sr, Dan Hubbel, John White, John Fenn, Chip Brogden, Wayne Jacobsen, Tony & Felicity Dale, Jonathan Lindvall dan rekan-rekan lainnya untuk melakukan percepatan di dalam penanaman gereja, pemuridan, memperlengkapi orang kudus (jemaat), mengembalikan keintiman dengan Tuhan, memperbaharui struktur gereja dan masih banyak hal lagi. Mereka semua berlatarbelakang rohaniwan atau gembala sidang (pendeta) sebuah sidang atau jemaat dalam sebuah institusi gereja.

Istilah simple church atau “gereja sederhana” merupakan pola gereja dimana kita kembali ditekankan untuk menghargai kehidupan mengikuti Tuhan Yesus secara sederhana dan menghindari banyak kerumitan dalam suatu gereja konvensional. Setiap anggota dalam “gereja sederhana” ini dimuridkan dan dilatih untuk merintis dan memimpin gereja. Gereja dibuat sesederhana mungkin hingga setiap orang bisa mengerjakannya dan terdiri dari orang-orang yang memikul salib dan mengiring Yesus dengan loyalitas. Orang-orang sederhana yang dipakai Tuhan dan membawa dampak luarbiasa. Gereja menjadi sehat, subur dan reproduktif. Gereja bukan lagi ibadah seminggu sekali, melainkan mempraktekkan hidup Kristus setiap hari sebagai keluarga Allah. “Gereja sederhana atau organik atau rumah”, menekankan pada hubungan yang tulus dan murni dari anggotanya dan sangat fleksibel. Sebab tidak terbebani untuk mengumpulkan dan mengeluarkan dana yang besar sebagaimana gereja konvensional pada umumnya.

Ini bukanlah sebuah bidat atau sekte baru. Ini bukan pula kumpulan orang yang sakit hati terhadap institusi gereja. Ini juga bukan kumpulan pemberontak atau anti kemapanan. Pergerakan ini bersifat besar-besaran, Tuhan memberikan pewahyuan ini pada banyak orang di seluruh dunia.

 Pergerakan ini “bukan akhir” dari segalanya, ini hanya sebuah awal dari pergerakan selanjutnya hingga “gereja Tuhan” menjadi sempurna, menjadi mempelai wanita yang siap menyambut kedatangan sang mempelai pria yaitu Yesus Kristus. Pergerakan lebih lanjut akan terus terjadi sampai semua sadar Tuhan menghendaki kita untuk membangun & memperluas Kerajaan Allah dan bukan kerajaan kita sendiri.

Bertemu di rumah merupakan pola yang ditetapkan Allah bagi umatNya bergereja. Selama 300 tahun pertama jemaat mula-mula bertemu dalam rumah-rumah anggotanya dan bukan menyewa tempat atau membangun tempat khusus. Kita perlu mempelajari kedinamisan jemaat mula-mula sebab mereka dapat berkembang secara luar biasa meski sering disebut “gereja purba” tetapi mereka jauh lebih berdampak dan produktif dibanding “gereja modern” kita yang canggih masa kini.

Bandingkan praktek gereja modern dimana kita ada saat ini dengan jemaat mula-mula. Saya membayangkan bila ada “mesin waktu” dan kita membawa salah satu jemaat mula-mula ke waktu kita saat ini, tentu ia akan terheran-heran dengan gereja modern kita.
Kita semua sudah terbiasa dengan model gereja saat ini, dimana kata gereja lebih berkonotasi sebagai sebuah tempat ibadah atau “rumah Tuhan”. Kita berkumpul di tempat kudus hingga harus pula bersikap dan berbusana kudus. Kita hanya mendengarkan dan dilayani oleh para pelayan Tuhan yang telah ditahbiskan oleh organisasi gereja tersebut, terutama bagi yang menyampaikan firman Tuhan atau tugas sakramen (baptisan, pemberkatan nikah, perjamuan kudus, doa berkat penutup dstnya). Sebuah “gereja” berpusat pada mimbar/altar dimana pemimpin pujian atau pengkhotbah berdiri, biasanya terletak di depan ruang pertemuan. Kaum awam hanya dapat membantu pelayanan yang tidak bersinggungan dengan penyampaian isi firman Tuhan. Bila mana menyampaikan firman Tuhan dalam kelompok kecil sekalipun mereka sudah mendapatkan panduan khotbah atau pengajaran yang telah disusun oleh pendeta setempat. Hingga satu gereja satu suara satu seragam.

Mari kita bahas dasar teologis dari pergerakan “bergereja di rumah” ini atau yang lebih dikenal dengan sebutan theologia komunitas. Gereja digambarkan sebagai sebuah keluarga dalam Perjanjian Baru. Galatia 6:10, menggambarkan kita sebagai keluarga iman (the household of faith). Dalam Efesus 2:19 digambarkan sebagai keluarga Allah (the household of God), sesama orang Kristen disebut sebagai “saudara saudari” (1 Timotius 5:1-2). Dalam 1 Yohanes 3:1 orang Kristen disebut sebagai “anak-anak Allah” dan “dilahirkan” dalam keluargaNya (Roma 16:3, 1 Timotius 5:1-2). Cara kita bergereja adalah cara hidup sebuah keluarga (1 Timotius 3:15).

Sebuah keluarga pada umumnya tentu saja berkumpul dalam sebuah rumah dan membina hubungan secara akrab, bukan berkumpul di sebuah aula dan berhubungan secara kaku. Rumah memberikan atmosfer yang tepat untuk membangun jenis hubungan antar pribadi yang bersifat kekeluargaan. Gereja di dalam Perjanjian Baru adalah pertemuan keluarga tanpa basa-basi belaka.


APA AGENDA DALAM GEREJA MODERN KITA?


Sebelum kita membahas mengenai “apa” yang kita lakukan bila bergereja di rumah, kita akan sama-sama mengupas kembali sedikit asal usul urutan ibadah atau liturgi dalam gereja modern kita.

Pada tahun 380 M, Uskup Theodosius dan Gratian memerintahkan agar hanya ada satu gereja Ortodoks yang resmi dan diakui negara, satu acuan iman –dogma atau doktrin. Pendeknya terjadi penyeragaman dalam praktik dan doktrin gereja pada masa itu. Setiap warga Roma dipaksa menjadi anggota dan wajib percaya pada hukum iman, lex fidei. Kelompok atau pergerakan lainnya yang berbeda (termasuk beribadah di rumah-rumah) dinyatakan terlarang. Hingga terbentuklah gereja yang kita kenal dengan sebutan gereja Kristen Roma Katholik.
Liturgi pola dasar ibadah di sinagoge Yahudi dibangkitkan dan diwarisi dengan penambahan pengakuan iman. Ada lima elemen dalam pola ibadah dalam sinagoge:

  1. Ajakan beribadah dengan himne dan sebuah panggilan formal untuk menyembah.
  2. Doa dan permohonan
  3. Pelajaran dari Kitab Suci.
  4. Sebuah wejangan yang didasarkan pada pelajaran dari kitab suci.
  5. Sebuah permohonan ucapan syukur sebagai penutup.

Saat reformasi terjadi Martin Luther menolak misa yang telah dilakukan gereja Katholik dan membuat liturgi gereja Protestan sebagai berikut:

  1. Menyanyi
  2. Berdoa
  3. Berkhotbah
  4. Nasihat kepada jemaat
  5. Perjamuan Kudus
  6. Menyanyi
  7. Doa setelah perjamuan
  8. Doa berkat.

Setelah Martin Luther ada pula John Calvin, John Knox, Martin Bucer menambahkan sesuatu pada liturgi pada era mereka masing-masing. Mereka menyusun urutan liturgi antara tahun 1537 hingga 1562. Susunan liturgi mereka mirip dengan susunan Martin Luther hanya menambahkan pengumpulan uang atau kolekte sesudah khotbah. John Calvin merupakan tokoh Kristen yang telah menjadi berkat besar bagi tubuh Kristus tetapi ia pun pernah melakukan kesalahan yang berdampak merusak praktek gereja kita sampai saat ini. Bagian yang paling merusak dari liturgi Calvin adalah dia memimpin hampir seluruh pelayanan dari mimbarnya. “Sumbangan” lain dari Calvin adalah jemaat wajib masuk ke dalam “gereja” dengan sikap hormat. Liturgi Calvin inilah yang kebanyakan diadopsi oleh gereja-gereja Protestan:

  1. Doa
  2. Pengakuan Iman Rasuli
  3. Menyanyi (Mazmur)
  4. Doa untuk pencerahan Roh dalam khotbah
  5. Khotbah
  6. Kolekte
  7. Doa Umum
  8. Perjamuan Kudus (pada saat yang telah ditentukan) ketika Mazmur dinyanyikan
  9. Doa Berkat

Selanjutnya dari Calvinis (pengikut Calvin) di Inggris terlahir kaum Puritan berupaya merestorasi gereja Perjanjian Baru tetapi sekali lagi “macet” di tengah jalan. Kontribusi negatifnya dalam praktek gereja adalah terlahirnya “doa pastoral” yang sangat panjang, tetapi kontribusi positifnya adalah para pendeta kaum Puritan mulai menyusun khotbahnya sendiri sebelumnya gereja menyeragamkan khotbah pada hari Minggu sesuai dengan yang diputuskan “pusat”(sinode).

Beberapa golongan Puritan yang menyebut diri mereka Free Church menciptakan apa yang dikenal sebagai “hymn sandwich”:

  1. Tiga lagu pujian
  2. Pembacaan Kitab Suci
  3. Koor (Paduan Suara)
  4. Doa Selaras
  5. Doa Pastoral
  6. Khotbah
  7. Persembahan
  8. Doa Berkat

Dalam perkembangan selanjutnya kaum Metodis yang dimotori John dan Charles Wesley pada abad ke 18 membawa dimensi emosional dalam ibadah yang tadinya bersifat kaku. Para tokoh gereja di Amerika yang dikenal dengan sebutan Frontier Revivalist mengubah tujuan khotbah, mereka memulai khotbah untuk mempertobatkan jiwa-jiwa tersesat. Selain itu lagu pujian mereka menyentuh dan memancing respon emosional. Lagu pujian dipandang sebagai sesuatu yang individualistik, subyektif dan emosional. Mereka pun “melahirkan” apa yang kita kenal dengan sebutan “altar call” saat ini. Salah satu tokohnya adalah D.L. Moody yang memperkenalkan “sinners pray” (doa orang berdosa untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat). Bila sebelumnya pertemuan ibadah hanya dilakukan sekali pada hari Minggu, pergerakan ini mulai memperkenalkan ibadah kedua pada sore hari.

Kaum Pentakosta menambah dimensi emosional dalam liturgi dan beberapa variasi dalam liturgi seperti bertepuk tangan, mengangkat tangan, berlutut, menari, bermazmur, berbahasa lidah dsbnya. Namun pada dasarnya belum ada perubahan yang esensial.

ASAL MULA TIM PENYEMBAHAN

Bila kita kini masuk ke dalam gereja modern, maka kita akan mendapati bahwa liturgi atau susunan acara dalam ibadah tersebut pasti menyanyikan kidung atau pun lagu pujian penyembahan yang dipimpin oleh sebuah tim. Tim ini atau pemimpin ibadah ini yang akan memilih lagu, mengatur bagaimana cara menyanyikannya dan kapan mengakhirinya. Umat Tuhan pun sudah terbiasa dipimpin “para imam pujian profesional”ini.

Pada masa pemerintahan Raja Konstantin di Roma, ia  meminta untuk pertama kalinya diadakan pembentukan dan pelatihan penyanyi paduan suara. Sekolah khusus dibuat dan penyanyi paduan suara diberikan status sebagai imam kedua.
Ini sangat kontras dengan jemaat mula-mula pada abad pertama. Dimana mereka menyanyi secara spontan tanpa ada seorang pun yang memimpin. Menyanyikan pujian atau penyembahan dan memimpin saudara-saudara yang lain menyanyi kepada Tuhan adalah masalah korporat, bukan kejadian profesional dipimpin oleh seseorang bersuara merdu dan ahli musik.

Tahun 367 M, jemaat dilarang menyanyi dan hanya penyanyi profesional atau imam kedua saja yang boleh menyanyi dalam gedung ibadah. Hanya Imam dan paduan suara saja yang diperkenankan menyanyi kala itu, sedang jemaat menjadi pendengar, penikmat dan penonton.

Paus Gregory pada akhir abad 6 mereorganisasi Schola Cantorum (Sekolah Menyanyi) di Roma. Dalam sekolah ini Paus Gregory membentuk dan melatih penyanyi profesional yang akan mengembangkan paduan suara di seluruh kerajaan Romawi. Para siswa akan dilatih selama 9 tahun.

Pada masa itu jemaat hanya diharapkan hadir dalam ibadah dan para orang terlatih atau profesional yang akan menyanyikan pujian. Semua ini merefleksikan budaya Yunani yang dibangun disekitar dinamika “Penonton – Penghibur”. Tragisnya kebiasaan ini dibawa dari kuil Diana dan drama Yunani yang merembes masuk ke dalam pola ibadah gereja kita.

John Huss dari Bohemia (1372-1415), salah seorang tokoh reformasi yang memberikan kontribusi musik. Pada masa reformasi jemaat kembali diajak menaikkan pujian dihadapan Tuhan dan mulai menggunakan peralatan musik.

Pada masa sekarang pujian penyembahan gereja modern dipimpin tim penyembahan yang menggunakan beragam peralatan musik dan termasuk tim penyanyi yang terdiri dari satu atau lebih pemimpin pujian dibantu oleh penyanyi latar.

Tahun 1965 Chuck Smith mendirikan Calvary Chapel, dan mulai merintis pelayanan bagi kaum hippies dan para surfer. Kaum hippie yang bertobat diizinkan olehnya untuk memainkan gitar dalam acara kebaktian mereka. Tahun 1973, Chuck Smith akhirnya mendirikan perusahaan rekaman Maranatha Music.

Tahun 1977, seorang musikus jenius bernama John Wimber merintis gereja Anaheim Vineyard Christian Fellowship. Vineyard bukan saja dikenal sebagai salah satu organisasi gereja yang berkembang tetapi juga dipakai Tuhan untuk mempengaruhi dunia kekristenan. Lagu-lagu mereka mengajak jemaat untuk lebih intim dengan Tuhan dan mengajak umat untuk menyembah.

Kini fenomena musik ini berlanjut dengan lahirnya gereja Hillsong (Gereja Sidang Jemaat Allah) yang digembalakan oleh Brian Houston di Australia, dimana lagu mereka telah menjadi berkat besar dan membawa umat Tuhan baik tua dan muda menjadi lebih dekat dengan Tuhan.

Hal negatif dari adanya tim penyembahan ini adalah merampas fungsi umat Tuhan di dalam memilih dan memimpin nyanyian mereka sendiri. Kita perlu mengizinkan Tuhan sendiri memimpin pujian penyembahan kita (1 Korintus 14:26, Efesus 5:19). Kristus ingin memimpin kita semua sebagai saudaraNya untuk menyanyikan pujian untuk Bapa (Ibrani 2:11-12)
Saat nyanyian penyembahan “hanya” dapat dinyanyikan oleh orang-orang bersuara merdu, maka hal ini tidak ubahnya acara hiburan daripada penyembahan korporat. Terlebih sebenarnya pujian penyembahan jauh lebih dalam maknanya daripada sekedar menyanyikan beberapa lagu bernafaskan kristiani pada Tuhan.


APA AGENDA DALAM GEREJA YANG BERTEMU DI RUMAH?

Di dalam kitab Ibrani 10:24-25 dikatakan,” Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.
Melalui pembacaan ayat di atas kita dapat menyadari bahwa orang Kristen berkumpul untuk saling memperhatikan, menasehati, membangun dan mendorong satu sama lain untuk melakukan kebaikan hingga citra Kristus makin tampak dalam kehidupan mereka setiap hari. Kata kunci jemaat mula-mula adalah “saling”, ayat-ayat Alkitab banyak yang memuat kata tersebut tetapi kita membacanya sambil lalu saja. Gereja kini banyak dijalankan oleh CEO rohani atau selebritis rohani alias “one man show”, sedang anggota jemaat yang lain hanya pelengkap atau malah hanya menjadi penonton yang pasif. Kata “saling” telah berangsur hilang dalam pertemuan Kristen kita sekarang.

Di dalam ibadah raya tiap Minggu, kita menjadikan khotbah sebagai pusat atau inti ibadah. Orang sering datang terlambat dalam ibadah sebab mereka enggan menyanyikan pujian, mereka lebih suka datang beberapa saat sebelum khotbah disampaikan. Sebab bagi sebagian orang, khotbah adalah bagian terpenting dan yang lainnya hanyalah tambahan (toping). Padahal kata “berkhotbah” atau “memproklamasikan” (dalam bahasa aslinya Yunani, Kerusso) selalu digunakan dalam konteks penginjilan di luar perkumpulan Kristen (Kisah Para Rasul 2:14-40).

Apa yang terjadi dalam ibadah jemaat mula-mula adalah “mengajar”. Pengajaran di sini pun bukan berbentuk monolog (satu arah) selama 30-45 menit tetapi lebih dalam bentuk dialog. Contohnya dalam Kisah Para Rasul 20:7,”Paulus berbicara (dielegeto) kepada orang-orang”. Kata dielegeto lebih cenderung kepada perkataan dialogis bukan oratoris. Seorang pengajar bertanggungjawab atas apa yang disampaikan. Kisah Para Rasul 17:11, Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
Sebagai perbandingan dalam sebuah sidang di MPR atau DPR kita, anggota memiliki hak interupsi untuk mempertanyakan sebuah permasalahan atau penjabaran hingga anggota tersebut beroleh kejelasan. Begitu pula di dalam jemaat mula-mula, mereka memiliki hak untuk meminta penjelasan yang sejelas-jelasnya dari si pengajar.

Jemaat mula-mula bertemu secara rutin dari rumah ke rumah anggotanya, tanpa memandang si kaya atau si miskin. Hingga setiap anggota mengetahui keberadaan dan pergumulan anggota yang lain. Dari situ dapat timbul empati terhadap sesamanya. Jemaat mula-mula mengadakan perjamuan Tuhan setiap berkumpul, artinya makan bersama. Kisah Para Rasul 2:42,46 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.
Kisah Para Rasul 20:7 Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.
1 Korintus 11:20 Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan.
Yudas 1:20 Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus.
Perjamuan Tuhan bukan semata mengadakan “perjamuan kudus” tetapi makan besar bersama dimana setiap anggota memberikan sumbangsih bukan dibebankan pada pihak tuan rumah, bersanding dengan roti dan anggur sebagai simbol yang nyata dari kesatuan. 1 Korintus 10:16-17 Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.
Persekutuan “saling berbagi” ini merupakan agenda utama pertemuan dalam jemaat mula-mula dan bukan khotbah. Apakah “makan bersama” agenda utama mereka? Tentu saja tidak. Saat jemaat mula-mula berkumpul mereka saling mendoakan, mempelajari firman Tuhan, menyanyi bersama, mereka memiliki tujuan untuk membangun tubuh (jemaat) dan makan bersama sebagai sebuah keluarga. Sebagaimana ada tertulis dalam Efesus 5:19,”dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
Kolose 3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.
Setiap orang, bukan hanya seseorang atau sebagian orang, datang berkumpul untuk membagikan sesuatu. Sikap jemaat mula-mula adalah “memberi”, ada yang membawa pujian, pengajaran atau karunia-karunia rohani. 1 Korintus 14:26 “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.”
Jadi pertemuan jemaat mula-mula adalah untuk saling membangun. Ini pula yang menjadi alasan kita harus bertemu sebagai gereja Tuhan.


PRAKTEK JEMAAT MULA-MULA

1. Berkumpul bersama-sama

Ibrani 10:25,” Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”
Sebagaimana kita telah mengetahui kata gereja diterjemahkan dari bahasa Yunani ekklesia, yang berarti jemaat atau “mereka yang dipanggil keluar”. Dasar pemikirannya adalah bahwa gereja memiliki panggilan yang sama untuk berkumpul dan bersekutu untuk satu tujuan khusus.
Tidak ada perintah untuk kapan dan dimana bertemu atau berkumpul.

Pada awalnya gereja mula-mula bertemu setiap hari (KPR 2:46). Tetapi ide utama ibadah orang Kristen adalah bebas bertemu tanpa dibatasi oleh hari, tempat dan waktu. Dalam Roma 14:5 dinyatakan,” Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri.”
Juga ada tertulis di dalam Kolose 2:16-20,” Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus. Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya. Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia.” Jadi sekalipun kita tidak mengubah hari ibadah kita dari hari Minggu pagi ke hari yang lain, nilainya di mata Tuhan tetap sama.

Jemaat mula-mula bertemu di rumah orang percaya secara bergantian (KPR 2:46b, 8:3, 20:20, Roma 16:5, 1 Korintus 16:19, Kolose 4:15, Filemon 2). Jemaat ini tidak menciptakan kegiatan agamawi berbiaya tinggi sebab gereja bukan dibangun dengan material fisik tetapi dibangun material rohani (1 Petrus 2:5)

2. Berpartisipasi dalam pertemuan

Kekristenan masa kini merupakan “kerumunan penonton”. Kata “saling” yang merupakan gambaran partisipasi setiap anggota tubuh Kristus sangat jarang terjadi atau malah dapat dikatakan tidak ada. Jemaat hanya diharapkan setia untuk hadir, berpartisipasi dalam kegiatan atau program yang ada, memberikan persembahan dan perpuluhan. Hal-hal tersebut seolah sudah menandakan seseorang adalah seorang Kristen yang setia dan bertumbuh. Sedang untuk terlibat pelayanan biasanya hanya “jatah” para elit rohaniwan, orang awam tidak bisa turut berpartisipasi di dalamnya. Bilamana ada yang terlibat entah sebagai penerima tamu, anggota paduan suara, pemimpin acara atau pujian plus penyanyi latar dan pemain musik, penjaga OHP atau multimedia mereka semua harus melalui kelas khusus terlebih dahulu yang dipandu oleh rohaniwan profesional setempat. Sebagian besar jemaat hanya duduk dibangku dan menjadi penonton yang setia.

Bandingkan dengan jemaat mula-mula yang ditekankan untuk “saling berbagi”. Sikap mereka adalah hendak membagikan sesuatu bagi saudaranya, entah doa, nubuatan, pengajaran, kata-kata dorongan semangat, kesaksian pribadi, mempersembahkan pujian dan karunia-karunia yang telah Roh Kudus karuniakan pada masing-masing anggota. Tidak ada rasa takut  di dalam pertemuan atau ibadah sebab bila pun ada kesalahan, kita dapat saling menasehati, membimbing, meluruskan suatu pandangan yang keliru bahkan menegur dalam kasih. Setiap orang memiliki kesempatan untuk berbagi.

Sebagaimana yang tertulis di dalam 1 Petrus 2:5,9” Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.”
Juga ada tertulis dalam Wahyu 5:10,” Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.”
Melalui dasar ayat-ayat ini kita mengetahui dan mengenali bahwa setiap orang percaya merupakan imam dihadapan Allah. Imam bukanlah sebuah gelar tetapi fungsi kita dihadapan Allah. Sayangnya pengertian ini menjadi “luntur”. Gereja modern menekankan ide bahwa “hanya” mereka yang memiliki panggilan khusus saja dari Tuhan yang boleh menjadi imam. Kini penekanan kata imam lebih pada sebuah jabatan, gelar atau memiliki surat pentahbisan. Hanya mereka yang telah ditahbiskan saja yang boleh memberikan kontribusi dalam jemaat. Mengapa jemaat gereja modern kita saat ini “suam-suam kuku”? Sebab perlahan tapi pasti jemaat masa kini menjadi dingin dan apatis secara rohani, disebabkan sebagian “elit rohaniwan” takut melibatkan “kaum awam” dalam pertemuan ibadah. Kecuali melakukan “hal-hal kecil” yang tidak menyangkut penyampaian firman Tuhan.
Apa yang Alkitab katakan dalam 1 Korintus 12:20-27? “Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: “Aku tidak membutuhkan engkau.” Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: “Aku tidak membutuhkan engkau.” Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan. Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus. Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita. Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.”
Setiap anggota didorong untuk menggunakan karunia-karunianya untuk saling membangun satu sama lain. Setiap orang penting dan diperlukan untuk menjadi komunitas yang sehat.

3. Setiap orang memiliki karunia Tuhan dan belajar mempraktekkannya

Setiap orang yang percaya pada Yesus memiliki Roh Kudus yang hidup di dalamnya sebagaimana ada tertulis dalam Roma 8:11,”Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” Roh Tuhan memberi karunia kepada setiap orang untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Roma 12:4-6a,”
Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita.”
1 Korintus 12:4-11,” Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.
Jadi setiap kita belajar beriman untuk menggunakan karunia yang dimiliki untuk membangun tubuh Kristus.

4. Tujuan pertemuan dalam gereja

Tujuan gereja perlu untuk bertemu adalah saling membangun kehidupan orang percaya. Kini kita terjebak pada bertemu untuk bersama-sama menyanyikan lagu pujian dan mendengarkan khotbah. Penyembahan sebenarnya bukan sekedar menyanyikan beberapa lagu pujian, arti penyembahan lebih luas dari “hanya” menyanyi. Penyembahan seharusnya merupakan gaya hidup, dimana pun kita berada kita melakukan segalanya dalam takut akan Tuhan. Apa pun yang kita lakukan, kita kerjakan untuk mempermuliakan Dia. Seringkali kita berpikir bahwa “penyembahan” hanya dilakukan saat ibadah di gedung gereja saja. Itu kekeliruan besar! Sebab penyembahan seharusnya terjadi 24 jam. Gaya hidup kita adalah bukti dari apa yang kita sembah!
Tujuan utama gereja berkumpul adalah untuk saling membangun satu dengan lainnya. Tujuan Tuhan memberikan beragam karunia adalah untuk saling membangun. Efesus 4:20,”untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.”
1 Petrus 4:10-11,” Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.
Kata Yunani untuk membangun ialah “oikodomeo” yang berarti membangun, meneguhkan atau menguatkan. Digunakan dalam konteks membangun bangunan Allah. Contohnya 1 Korintus 3:9,” Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.” Dan dalam Efesus 2:21,”Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.”
Tujuan saling membangun ini agar bangunan Allah dikuatkan dan dibangun berkesinambungan. Sehingga setiap orang percaya dapat mencapai kedewasaan penuh.
Setiap orang percaya memiliki kebutuhan untuk dikuatkan dan menguatkan. Kita perlu untuk berkumpul bersama untuk saling “mereparasi” sehingga kita bisa terus makin dewasa dalam Tuhan. Hal ini hanya bisa terjadi jika ada pelayanan “saling” dalam pertemuan kita.
Disadari atau tidak saat seseorang percaya kepada Yesus, ia menjadi bagian dari keluarga Allah.


Bagaimana bersikap sebagai satu keluarga dalam Allah?:

-          Selalu hidup berdamai seorang akan yang lain (Markus 9:50)
-          Mengasihi seorang akan yang lain (Yohanes 13:34-35, 15:12,17)
-          Kita semua masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain (Roma 12:5)
-          Hendaklah mengasihi seorang akan yang lain sebagai saudara (Roma 12:10)
-          Hendaklah saling mendahului dalam memberi hormat seorang akan yang lain (Roma 12:10)
-          Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidup bersama (Roma 12:16)
-          Berhenti saling menghakimi seorang akan yang lain (Roma 14:13)
-          Saling membangun seorang akan yang lain (Roma 14:19)
-          Hidup rukun seorang kepada yang lain (Roma 15:5)
-          Saling menasehati seorang akan yang lain (Roma 15:14)
-          Saling bersalaman atau menyambut seorang akan yang lain dalam cium kudus (Roma 16:16)
-          Jika berkumpul untuk makan, nantikanlah olehmu seorang akan yang lain (1 Korintus 11:33)
-          Supaya tidak terjadi perpecahan dalam tubuh, seorang akan lain harus saling memperhatikan (1 Korintus 12:25)
-          Saling melayani seorang akan yang lain dalam kasih (Galatia 5:13)
-          Berkata benar seorang akan yang lain (Efesus 4:25)
-          Ramah dan mengampuni seorang akan yang lain (Efesus 5:32)
-          Tunduk atau merendahkan diri seorang akan yang lain (Efesus 5:21)
-          Jangan lagi saling mendustai seorang akan yang lain (Kolose 3:13)
-          Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu (Kolose 3:16)
-          Hiburkanlah seorang akan yang lain (1 Tesalonika 4:18)
-          Saling memperhatikan, saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik (Ibrani 10:24)
-          Saling menasehati seorang akan yang lain (Ibrani 10:25)
-          Jangan saling memfitnah seorang akan yang lain (Yakobus 4:11)
-          Saling mengaku dosa seorang akan yang lain (Yakobus 5:16)
-          Saling mendoakan seorang akan yang lain (Yakobus 5:16)
-          Sungguh-sungguh mengasihi dengan segenap hati (1 Petrus 1:22)
-          Berilah tumpangan seorang akan yang lain tanpa bersungut-sungut (1 Petrus 4:9)
-          Bersekutu seorang akan yang lain (1 Yohanes 1:7)
-          Dan masih banyak lagi “saling” lainnya.

Wolfgang Simson dalam bukunya Houses That Changes The World menyatakan ada empat elemen sebagai kerangka jemaat mula-mula, yang coba kami ringkas disini untuk melengkapi bahasan di atas dari perspektif seorang Wolfgang Simson:

  1. Meating (Bertemu dan makan bersama)
Perpaduan antara kata meeting (pertemuan) dengan eating (makan). Sewaktu Tuhan Yesus mengajar para murid maupun pengikutNya, biasanya mereka bertemu di rumah-rumah. Mereka bertemu sambil makan dan minum, Yesus mengajar di meja makan, saat sedang makan, bukan setelah makan. Kebiasaan ini diteruskan dalam jemaat mula-mula (KPR 2:46). Makan merupakan tanda persekutuan, penerimaan, kesepakatan dan kekeluargaan. Makan bersama merupakan salah satu elemen penting sebab Rasul Paulus menuliskan dalam 1 Korintus 11:33,” Karena itu, saudara-saudaraku, jika kamu berkumpul untuk makan, nantikanlah olehmu seorang akan yang lain.” Lukas pun menuliskan dalam Kisah Para Rasul 20:7,”Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.”
Perjamuan Tuhan dalam jemaat mula-mula adalah makan sebenarnya dengan arti simbolis, tapi kini kita menyebutnya dengan “perjamuan kudus” dimana kita makan secara simbolis dengan arti sebenarnya. Teladan kita Tuhan Yesus, ingatlah selalu bahwa untuk mengenang Dia, Ia memberikan perintah ini dalam perikop “Penetapan Perjamuan Malam”  atau dalam bahasa Inggris The Last Supper (Makan Malam Terakhir) Markus 14:22-25 Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu. Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam Kerajaan Allah.”
  1. Saling mengajar untuk taat
Dalam budaya Ibrani tujuan pengajaran bukanlah transfer ilmu tetapi memperlengkapi seseorang tentang bagaimana melakukan suatu hal tertentu dan untuk menjelaskan kenapa berbagai hal itu ada, untuk menolong orang lain supaya taat dan melayani Allah serta kehendakNya. Roma 1:5, “Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya.”
Metode pengajaran yang asli sifatnya relasional yang dirancang untuk menghasilkan seorang murid Kristus melalui hati yang taat serta pelayanan yang sesuai dengan karunianya.
Gaya pengajaran dapat berupa percakapan singkat (bukan khotbah), ilustrasi, ibarat dan berbagai kisah yang biasanya disertai dan ditegaskan dengan “anggukan dan gumaman tanda setuju” atau selaan sehat oleh pertanyaan dan  suatu permintaan yang bersifat umum.
Inti pengajaran adalah kisah tentang Allah, diri kita, perjalanan sejarah bumi dan bagaimana kita menyesuaikan kisah kita dalam kisahNya (His-story) sendiri.
Dalam bahasa Yunani, kata yang sering diterjemahkan sebagai “berkhotbah” dalam Perjanjian Baru adalah dialegomai yang arti sebenarnya adalah mengadakan dialog antara sejumlah orang. Contohnya Kisah Para Rasul 20:7,” Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara (dialegomai) dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.” Pada saat itu pengajaran bersifat interaktif dengan adanya tanya jawab, dinamis dan suasananya tidak menengangkan (mereka berkumpul, berbincang dan makan).
Tujuan akhir dari pengajaran adalah mentaati pengajaran, mendemonstrasikan melalui perubahan hidup dan mulai mengajar orang lain (Matius 28:20)

  1. Saling membagi berkat materi dan rohani
Jemaat mula-mula memiliki kebiasaan dan salah satunya dicatat bahwa “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” Kisah Para Rasul 2:42. Kata persekutuan di dalam ayat tersebut dalam bahasa aslinya adalah koinonia yang berarti partisipasi dan kontribusi (saling membagi apa yang dimiliki) dan hubungan yang intim. Oleh karena itu di dalam ayat 44 dikatakan,” Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.” Kisah Para Rasul 2:44. Kata “bersama” berasal dari kata koinos yang artinya hampir sama dengan kata koinonia dalam ayat 42.
Jemaat mula-mula mengekspresikan persekutuan dengan saling membagi berkat jasmani sebagaimana ada tertulis,” Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya (Kisah Para Rasul 4:32-35) dan juga berkat rohani,” Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.”(1 Korintus 14:26) Begitu pula di dalam Efesus 5:19,” dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.”
Bagaimana mungkin mereka menghidupi pola kehidupan seperti itu? Jemaat mula-mula percaya kepada Yesus, sebagai Tuhan dan Raja mereka, mereka bukan lagi milik mereka sendiri melainkan milik Raja di atas segala raja, termasuk milik kepunyaan yang ada pada mereka.

  1. Berdoa bersama
Doa merupakan detak jantung hubungan antara anak-anak Allah dengan Bapa di sorga. Dalam Kisah Para Rasul 2:42 dinyatakan,” Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.
Doa merupakan komunikasi dua arah, bukan doa searah saja dimana kita yang banyak berbicara mengajukan petisi dan sebelum Tuhan menjawab kita sudah berkata,”Amien.” Allah pun ingin berbicara pada kita baik melalui pembacaan Alkitab (Ia mengingatkan kita sebuah ayat dari Alkitab), melalui anak Tuhan lainnya, bahasa roh yang ditafsirkan, mereka yang memiliki jawatan kenabian, melalui mimpi atau penglihatan bahkan dapat saja Tuhan mengutus malaikatNya untuk menyampaikan suatu pesan khusus.
Jemaat mula-mula yang bertemu di rumah tidak memiliki agenda atau liturgi pertemuan. Roh Kudus merupakan pemprakarsa agenda atau liturgi dalam pertemuan ibadah. Ketika jemaat tidak tahu lagi apa yang harus mereka kerjakan, mereka pun akan berdoa sampai Allah menyatakan isi hatiNya.
Jemaat mula-mula yang bertemu di rumah merupakan keluarga rohani dimana seharusnya menjadi tempat paling aman untuk membuka diri, kita dapat mempertanggungjawabkan tingkah laku, termasuk saling mengaku dosa. “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” (Yakobus 5:16)
Pengakuan dosa seharusnya menjadi bagian dari gaya hidup doa kita sebagaimana Tuhan Yesus pun mengajarkan kita akan hal ini,” dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” (Lukas 11:4)


Esensi Jemaat mula-mula

  1. Esensi jemaat mula-mula adalah keluarga dan komunitas.
-          Komunitas  adalah kehendakNya bagi gereja yang lahir dari  keluarga orang percaya. Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya” (Kejadian 1:26-27a).
-          Keluarga  merupakan tempat Allah menyatakan diriNya,” menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:27b-28).
-          Keluarga dan komunitas merupakan alat menjangkau dunia, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”(Kejadian 1:28b).
  1. Jemaat mula-mula menekankan agar setiap orang percaya mengikuti teladan Yesus Kristus
-          Teladan ketaatan kepada Bapa di surga(Yohanes 5:36) yang datang merendahkan diri sebagai seorang hamba(Filipi 2:7).
-          Bersandar pada pimpinan, bimbingan dan pertolongan Roh Kudus (Lukas 4:18).
  1. Dinamika jemaat mula-mula adalah hidup dalam kasih dan kehendak Tuhan untuk pertumbuhan bersama sebagai keluarga Kerajaan Allah.
-          Saling berbagi dan membangun (Kisah Para Rasul 2:41-47).
-          Melaksanakan amanat agung secara natural, penginjilan sebagai gaya hidup, sebagai terang dan garam dunia.
  1. Cara kerja dalam jemaat mula-mula adalah desentralisasi.
-          Penggembalaan jiwa-jiwa tidak terpusat pada satu orang, tetapi setiap bagian saling memperhatikan, menasehati, mengasihi dan mendoakan.
-          Pemuridan menjadi sesuatu yang natural di dalam  tiap pertemuan, bukan dalam situasi sebuah kelas antara murid dan guru tetapi dalam sistem pembapaan.
-          Penginjilan merupakan bagian hidup dan dilakukan oleh tiap jemaat gereja rumah sesuai dengan karunia, talenta dan kekhasannya sebagai seorang individu.
  1. Pertumbuhan jemaat mula-mula adalah alamiah.
-          Pertambahan dan pertumbuhan terjadi secara alamiah.
-          Pertumbuhan iman setiap jemaat terjadi secara alamiah karena berlangsungnya proses perubahan nilai dalam komunitas.
  1. Wujud jemaat mula-mula adalah ibadah atau pertemuan sekota.
-          Pertemuan gereja di rumah atau suatu tempat tertentu.
-          Ibadah sekota merupakan pertemuan setiap gereja rumah (jejaring) yang ada dalam kota tersebut.


BAGAIMANA DENGAN ANAK KECIL DAN ANAK MUDA KITA?

Dalam gereja modern, kita sudah terbiasa dengan adanya program Sekolah Minggu dan Ibadah kaum Muda. Dimana orangtua mempercayakan pertumbuhan iman anak dan remaja mereka pada orang lain. Hingga terkadang bila anak atau remaja mereka nakal yang disalahkan adalah guru sekolah minggu-nya atau ketua remaja & pemuda-nya, yang tidak becus menanamkan kebenaran dalam diri putra putri mereka. Benarkah itu tanggungjawab guru sekolah minggu dan ketua remaja-pemuda?

Dalam Ulangan 6:6-9 “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”
Orangtua memiliki tanggungjawab memperkenalkan Tuhan pada anak-anaknya dan memastikan bertumbuh di dalam Dia. Ingat kita sebagai orangtua-lah yang bertanggungjawab langsung kepada Tuhan, jadi kita harus berhenti menyalahkan orang lain bila anak kita “nakal”.

Teladan kita adalah Tuhan Yesus, Ia tak pernah menolak anak-anak kecil dalam pertemuanNya. Saat Ia memberi makan lima ribu orang disitu hadir pula wanita dan anak-anak (Matius 14:21). Begitu pula kala Ia memberi makan empat ribu pria dewasa, disitu juga hadir wanita dan anak-anak (Matius 15:38). Para rasul pun dalam Kisah Para Rasul 21:5b,” Murid-murid semua dengan isteri dan anak-anak mereka mengantar kami sampai ke luar kota; dan di tepi pantai kami berlutut dan berdoa.”

Dalam jemaat mula-mula tidak ada pemisahan program, semua terlibat dalam satu kesatuan. Tidak diketemukan ayat dimana sebelum berkhotbah atau mengajar Tuhan Yesus meminta anak-anak dipindahkan agar tidak mengusik orasinya. Bahkan kita tahu anak-anak merasa aman dan nyaman berada di dekat Tuhan Yesus. Dalam Matius 18:1-5, “Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”
Banyak sekali orangtua yang merasa serba salah bila saat kebaktian tiba-tiba anak mereka rewel. Apalagi semua pandangan tak senang ditujukan pada pasangan tersebut. Saya dulu pun “pendeta” yang tidak suka anak kecil mengganggu alur khotbah yang sedang saya coba bangun. Sangat mengganggu sekali ketika seorang anak kecil ribut di tengah penyampaian khotbah hingga kadang mengakibatkan saya lupa khotbahnya sudah sampai dimana. Tetapi lalu saya menyadari dan bertobat, ketika anak ribut di tengah ibadah dapatkah saya menguasai diri dan tetap tenang? Apakah karakter Kristus yang tampak atau karakter boss yang tidak suka perkataannya dipotong? Bila Tuhan Yesus tidak pernah terganggu dengan kehadiran anak-anak, mengapa saya merasa terganggu?

Tidak diketemukan satu ayatpun yang berbicara mengenai pelayanan sekolah minggu atau pun ibadah remaja-pemuda. Tidak diketemukan ayat yang berbicara mengenai pelayanan atau karunia mengajar anak-anak dan remaja-pemuda. Tidak ada jabatan guru sekolah minggu atau ketua pemuda atau gembala kaum muda.

Anak membutuhkan teladan dan bimbingan dari orangtuanya dalam hal kerohanian. Program sekolah minggu itu baik (it’s a good idea) tetapi sesuatu yang baik belum tentu rencana Tuhan yang sempurna (God’s idea). Tahukah Anda bahwa Axel Rose, vokalis grup rock Guns and Roses, merupakan murid teladan di Sekolah Minggu yang dapat menghafalkan banyak ayat? Atau tahukah anda bahwa Marylin Mason, vokalis grup rock Marylin Mason, merupakan murid Sekolah Minggu yang “terluka” oleh sikap gurunya yang sering merendahkan dan mengejeknya? Hingga akhirnya menjadi seorang penyanyi dan penulis lagu yang menentang kekristenan, ia kini menjadi seorang satanist (penyembah Setan). Sebastian Bach, vokalis grup Skid Row, merupakan anak dari keluarga Pentakosta yang taat tetapi akhirnya menjadi pemberontak sebab dibesarkan untuk mengikuti aturan-aturan agama yang ketat tanpa ada kasih. Bagaimana dengan anak pendeta? Inban Caldwell merupakan anak seorang pendeta gereja Anglikan di Singapura, beliau bercerita bagaimana beliau pernah terluka oleh disiplin sang ayah yang mewajibkan anak-anaknya patuh terhadap aturan agama. Hingga saat remaja beliau pun menjadi “pemberontak” dan dianggap mencoreng reputasi sang ayah. Sampai Inban Caldwell bertemu Tuhan Yesus secara pribadi, dan perisitiwa itulah yang mengubah kehidupannya....bukan program agama. Program agama tidak dapat membuat anak-anak kita takut akan Tuhan mereka butuh kasih, perhatian, bimbingan dan teladan dari orangtua. Program anak mungkin memberikan banyak informasi Alkitab tetapi belum tentu merubah karakter anak.

Bila kita hendak mempraktekkan pola ibadah jemaat mula-mula, maka kita harus menyadari bahwa kita harus membangun hubungan yang akrab diantara orang dewasa maupun anak-anak kita. Dimana bila rasa persaudaraan terbangun kuat dan terbuka, kita dapat merasa aman satu dengan yang lain. Kita harus memupuk rasa kasih sayang bukan saja bagi saudara-saudara kita yang telah dewasa tetapi juga menerima anak mereka seperti anak kita sendiri.
Anak-anak dapat terlibat secara proaktif dalam pertemuan ibadah kita. Bukan hanya orangtua yang dapat memainkan musik atau mengajak menaikkan lagu pujian! Anak-anak pun dapat bermain musik dan mengajak bernyanyi memuji Tuhan. Mereka dapat bersaksi, membaca ayat firman Tuhan, dan lain-lain. Kreativitas pun dapat kita kembangkan dalam pertemuan-pertemuan ibadah kita, bila orang dewasa merasa bosan dapat dipastikan hal itu pun membosankan bagi anak-anak dan remaja kita. Kita tetap saja dapat menampilkan acara yang menarik bagi anak-anak maupun remaja kita umpamanya para orangtua memainkan panggung boneka, atau menyampaikan firman Tuhan dengan kostum tertentu, atau menonton video yang memiliki nilai kebenaran.

Pertemuan dari rumah ke rumah pun mengajarkan pada kita untuk menerapkan etika dan sopan santun. Menghargai rumah saudara kita dengan menjaga harta miliknya dan menghargai aturan dalam rumahtangga tersebut.

Dalam kebersamaan beribadah seharusnya membuat anak merasa aman bersama orangtuanya dan tidak merasa jadi warga kelas dua di ruangan lain atau lebih parah merasa disisihkan. Anak itu masih kecil ia belum dapat mengungkapkan perasaannya secara utuh. Diamnya seorang anak bukan berarti dia baik-baik saja dapat saja ia mengalami trauma.

Suatu hari saya bertanya kepada Wolfgang Simson melalui email mengenai bagaimana menangani anak-anak yang ribut? Jawabannya adalah,”Masalah itu adalah baik bagi para orang dewasa, apakah buah roh kesabaran dan penguasaan diri sudah matang atau belum dalam diri kita. Bukan masalah keributannya tetapi bagaimana cara kita menangani anak-anak kita dengan benar.”



APAKAH INI MERUPAKAN SEBUAH PERGERAKAN YANG TERJADI SELURUH DUNIA?

Ya, ini merupakan sebuah pergerakan pemulihan Tuhan yang dinyatakan pada banyak sekali orang di muka bumi. Saya akan mengambil kisah Robert Fitts Sr dan Dan Hubbell di Amerika Serikat.

Pada tahun 1969 Tuhan berbicara kepada Robert Fitts Sr (Pendiri dari Outreach Fellowship International, mantan pendeta Gereja Baptis, ayahanda penyanyi rohani Bob Fitts Jr) agar berdoa syafaat untuk menghasilkan murid di setiap bangsa. Empat tahun sebelumnya Tuhan memberikan ayat firman Tuhan dalam Mazmur 2:8 “Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu” menjadi rhema.
Beliau mulai merencanakan untuk memultiplikasikan para murid dengan berkonsentrasi pada memuridkan satu orang, mengajar dan memberikan teladan hal yang harus dikerjakan dan mengharapkannya untuk melakukan hal yang sama. Jadi pada waktu itu beliau percaya bahwa akan terjadi terobosan dimana para murid akan terlahir dan bermultiplikasi di semua bangsa melalui doa, iman dan kesabaran. Setelah bertahun-tahun berdoa dengan sungguh-sungguh dan terus bergerak sesuai visi yang Tuhan berikan maka beliau tersadar cara terbaik memuridkan seseorang adalah melalui kelompok kecil yang beranggotakan para murid (orang-orang percaya yang mau bertumbuh).
Pada musim gugur tahun 1990 beliau tengah berdoa di kota Riverside, California. Saat tengah berdoa beliau merasa terdorong untuk membaca majalah Mission Frontiers, yang diterbitkan oleh DR. Ralph Winter. Dalam salah satu artikel yang ada dalam majalah tersebut dikatakan ada gerakan Allah yang luar biasa di Cina, yaitu “gerakan gereja rumah”. Seketika itu juga roh beliau terasa hendak meledak mendapatkan pewahyuan ini. GEREJA RUMAH!!! Beliau bersukacita sebab kini dapat menanam banyak gereja tanpa  ketakutan dalam masalah biaya-biaya yang selama ini membatasi gerakan penanaman gereja dan menghasilkan murid di bangsa-bangsa lain.

Selama beberapa tahun sebelumnya beliau telah mempelajari sejarah pertumbuhan gereja yang luar biasa pada abad pertama dan kedua Masehi. Kini beliau membaca kembali apa yang terjadi di Cina mirip dengan yang terjadi di kitab Perjanjian Baru.

Robert Fitts Sr akhirnya menuliskan hasil penyelidikan dan juga kesaksian bagaimana akhirnya beliau menghidupi pola gereja Perjanjian Baru saat ini. Semuanya beliau tuangkan dalam buku berjudul The Church in the House. Pelayanan beliau memiliki visi 4H yaitu: House church (gereja rumah), House of prayer (Rumah Doa), House of healing (rumah kesembuhan) dan Home Bible College (Sekolah Alkitab di rumah). Rumah sebagai gereja/tempat ibadah, rumah doa, tempat mujizat Allah terjadi menyembuhkan umatNya dan juga sekolah Alkitab dimana setiap anak Tuhan mengerti kitab sucinya.

THE 4H VISION (VISI 4H) - Gereja di Rumah yang menjangkau dunia
Rumah menjadi pusat pelayanan yang natural, Robert Fitts dari Outreach Fellowship International, memiliki pandangan yang luar biasa untuk hal ini, bagaimana rumah dimana kita tinggal dapat menjadi alat untuk bersekutu, berkat dan pusat pembelajaran. Kita akan bahas visi 4H, yang beliau praktekkan baik di Amerika Serikat maupun negara-negara lain. Saya berharap kita mendapatkan sebuah gambaran mengenai apa yang dapat kita lakukan di dalam dan melalui rumah. Gereja berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari dan bukan masalah sekedar aktivitas keagamaan.
Bila disini saya mengulas mengenai cara kerja dan model gereja rumah yang dimentor oleh Robert Fitts, bukan ini berarti satu-satunya model. Ini merupakan salah satu cara saja, kita semua harus mempelajari Alkitab dan bertanya pada Tuhan, apakah rencanaNya bagi komunitas atau gereja di rumah kita.

Pernyataan misi
Rumah menjadi pusat gereja (persekutuan orang percaya), sekolah Alkitab, rumah kesembuhan dan rumah doa untuk penggenapan Amanat Agung.
1.      HOUSE CHURCHES (Gereja-gereja rumah)
Sebuah gereja rumah adalah gereja yang bertemu dalam sebuah rumah. Gereja berjalan ketika dua atau tiga pengikut Yesus berkumpul bersama. Dia berjanji akan hadir tiap kali kita berkumpul. Kata “gereja” secara sederhana diartikan “kumpulan orang yang telah dipanggil keluar." Apa yang gereja mula-mula lakukan saat mereka berkumpul? Di dalam kitab Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus lainnya kita membaca bahwa mereka bertemu di rumah-rumah, makan makanan bersama, mengadakan perjamuan, mempelajari doktrin para rasul, saling mendoakan dan melayani seorang pada yang lain. Gereja rumah kembali kepada kesederhanaan dari gereja purba. Pendekatan sederhana ini telah diimplementasikan di banyak negara di seluruh dunia, terutama Cina dan India!
2.      HOUSES OF PRAYER (Rumah Doa)
Kuasa doa tidak dapat diprediksikan. John Wesley berkata, "Allah tidak melakukan apa-apa selain menjawab doa." Hal terbesar yang dapat kita lakukan bagi Allah atau sesama kita adalah berdoa. Rumah di mana kita tinggal menjadi rumah doa segala bangsa, untuk mendoakan bangsa-bangsa, kebutuhan kota dan juga saling mendoakan diantara anggota komunitas. DOA ITU BEKERJA, SEBAB DOA BEKERJA, MAKA ALLAH BEKERJA MELALUI DOA.
3.      HEALING ROOMS (Rumah/ruang kesembuhan)
Ruang kesembuhan juga bertemu di rumah-rumah. Bilamana biasanya kita membawa orang ke acara kebaktian kesembuhan ilahi untuk mendapatkan mujizat, kini kita menggunakan rumah dimana kita tinggal untuk mendoakan mereka yang sakit atau mempunyai masalah dalam kehidupannya. Kita memperlengkapi setiap anggota komunitas (gereja rumah) untuk melayani sesamanya. Kita mempercayai bahwa Tuhan masih melakukan mujizat, dan kita sebagai keluarga di dalam Allah akan mendampingi terus konseli kita sampai ia dapat melalui problem yang ia tengah hadapi.
4.      HOME BIBLE COLLEGES (Sekolah Alkitab di rumah)
Dalam Kisah Para Rasul 19 Paulus berada di ruang kuliah Tiranus dimana ia berdiskusi setiap hari mengenai firman Tuhan. Hal ini berlangsung selama dua tahun, hingga semua orang Yahudi dan Yunani yang tinggal di propinsi Asia mendengar firman Tuhan. Allah melakukan banyak mujizat melalui Paulus. (Kis 19:9-10) Propinsi Asia itu sebesar negara bagian California, di Amerika Serikat. Bahkan orang yang menentangnya berkata,”Sekarang kamu sendiri melihat dan mendengar, bagaimana Paulus, bukan saja di Efesus, tetapi juga hampir di seluruh Asia telah membujuk dan menyesatkan banyak orang dengan mengatakan bahwa apa yang dibuat oleh tangan manusia bukanlah dewa.”(Kis 19:26) Mereka mengakui keefektivan sekolah yang diprakarsai oleh Paulus. Hal ini pun dapat kita lakukan di rumah-rumah kita, dengan membaca dan membahas Alkitab bersama-sama. Dimana semua terlibat membaca, mendiskusikan ayat firman Tuhan tersebut bersama dimana semua saling belajar.
Robert Fitts mengajak setiap orang percaya menjadikan rumah dimana kita tinggal sebagai pusat kehidupan dan berkat bagi orang yang tinggal di sekitar kita.





Dan Hubbell merupakan pendeta dari Southern Baptist Church dan tugas terakhirnya adalah gembala sidang di Winnsboro, Texas selama 10 tahun (1969-1979). Hingga kini beliau sekeluarga tetap tinggal di sana memiliki usaha motel. Beliau merasakan panggilan yang kuat dalam jawatan apostolik. Motivasi beliau dalam pelayanan adalah mengasihi Yesus secara mendalam dan tubuhNya, gereja.

Sebenarnya sejak tahun 1966 Tuhan sudah mengajarkan beliau mengenai karakeristik gereja Perjanjian Baru. Tuhan menunjukkan bagaimana para murid hanya terfokus pada Yesus, saling mengasihi dalam persekutuan, makan bersama, bertemu dari rumah ke rumah, menekankan pentingnya doa, berbicara senantiasa mengenai salib dan kebangkitan, mengajarkan firman Tuhan, bersaksi pada yang terhilang, fokus pada menghasilkan murid dan memperlengkapi orang kudus.

Sebagai gembala sidang dalam sebuah institusi beliau telah berupaya mengimplementasikan hal-hal di atas kepada jemaat tetapi terbentur oleh tradisi gereja. Dimana pada akhirnya beliau “membentur tembok” dan mengalami krisis sebab mengetahui isi hati Tuhan dan kebenarannya tetapi tidak dapat mentaatinya.

Tuhan menyatakan pada beliau untuk berhenti menuangkan anggur baru ke dalam kantong anggur yang lama. Hingga akhirnya beliau mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari penggembalaan. Tuhan menyatakan kepada beliau,”Barangsiapa telah puas dengan anggur yang lama tidak akan menghendaki anggur baru. Mereka akan berkata bahwa anggur yang lama jauh lebih baik.”

Tuhan memberikan “makanan keras” bagi beliau diantaranya untuk selalu taat dan percaya pada Tuhan tidak peduli apa yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan orang lain, menyerahkan “pelayanannya” hingga Ia dapat memberikan pelayanan yang Tuhan percayakan pada waktunya, melayani sebagai “pembuat tenda” atau pelayanan mandiri dengan mencukupi kebutuhan sendiri, melayani sesama dan senantiasa berdiam dan menantikan Tuhan.

Dan Hubbell memiliki hati seorang ayah dan beliau berkeliling dunia memperlengkapi baik gereja rumah maupun gereja institusi yang terbuka untuk pembaharuan.   













Tidak ada komentar: