“MENGAPA KAMI MEMILIH BERGEREJA RUMAH”
(MENINGGALKAN ORGANISASI
UNTUK MENJADI ORGANISME)
Dalam bab ini saya hendak menyaksikan perubahan paradigma yang terjadi
dalam kehidupan pelayanan, penggembalaan dan bahkan keluarga kami selama mengiring
Tuhan Yesus kurang lebih 19
tahun terakhir ini.
Matius 11:29 “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku
lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.”
Kesibukan saya sebagai seorang
gembala sidang dan pengkhotbah yang sering berkeliling ke daerah membuat waktu
saya dengan keluarga terbengkalai. Meskipun sudah saya sisihkan satu hari dalam
seminggu untuk memiliki waktu dengan istri dan anak sesuai yang dianjurkan para
konselor pernikahan. Tetapi itu tidak menjamin kualitas pertemuan sebab meski
tubuh saya ada bersama istri dan anak namun pikiran saya menerawang memikirkan
pelayanan, baik di gereja maupun jejaring pelayanan kami.
Setiap hari saya sibuk dengan
beragam aktivitas pelayanan baik di sidang jemaat yang saya pimpin, maupun
aktivitas dalam lingkup denominasi kami, kegiatan dengan pihak donatur kami
dari luar negeri, jaringan dalam BAMAG (Badan Musyawarah Antar Gereja),
jaringan pelayan Tuhan muda se-kota dan juga pergerakan penanaman gereja. Sesudah
menghadiri sedemikian banyak acara pertemuan, akhirnya saya pun pulang larut
malam dan tak punya waktu cukup untuk berkomunikasi dan memberi waktu dengan
keluarga.
Tanpa terasa hubungan kami
sebagai suami istri dan ayah anak menjadi hambar, rumahtangga menjadi kacau dan
berantakan akibat terlalu sibuk dengan “pelayanan”. Saya coba menyelamatkan dan
menjangkau suku terabaikan di Indonesia….sangat heroik, tetapi saya ternyata
telah mengabaikan keluarga saya sendiri…istri dan anak terabaikan. Menjadi
sanjungan di gereja tetapi sandungan di tengah keluarga.
Suatu kali saya menyampaikan
khotbah dalam ibadah mengenai kasih, jemaat sangat diberkati begitu pula istri
saya. Setelah saya ibadah itu, istri saya menyatakan,”Pa, khotbahmu sangat memberkati dan sikapmu menawan di atas mimbar,
seandainya hal itu juga jadi bagian hidupmu di rumah.” Pernyataan yang
sempat menyinggung dan membuat saya marah. Wajah saya tampak asam dan garang
hingga tampaknya siap menelan orang yang menyinggung saya.
Tetapi lalu saat kami pulang ke
rumah, Roh Kudus mengingatkan saya akan ilustrasi yang baru saja saya sampaikan
dalam khotbah tersebut. Ilustrasi itu mengenai Seorang pendeta yang cakap
berkhotbah dan bersikap manis dihadapan jemaat yang ia gembalakan tetapi
sebenarnya bila di rumah ia merupakan pribadi yang berbeda. Ia seorang pemarah,
penuntut dan suka berkata-kata kasar. Suatu hari Minggu setelah ia berkhotbah,
ia melihat istri dan anaknya pergi keluar dan lalu membawa masuk semua
perabotan rumah mereka ke dalam gedung ibadah. Pendeta itu kebingungan dan
bertanya,”Ma, kenapa kalian pindahkan
semua barang dari rumah ke tempat ibadah?” Sang istri menjawab,”Sebab kami lebih menyukai Papa yang di sini
daripada yang di rumah, jadi sebaiknya kita tinggal di sini saja.”
Saya tertempelak sebab saya
ternyata seorang yang pandai berkhotbah atau mengajar tetapi belum melakukan
kebenaran itu sendiri. Apa artinya ini semua bila saya sendiri belum bisa
menjadi berkat dalam rumahtangga, berkat bagi istri dan anak. Tuhan menyadarkan
bahwa IA mencari pelaku kebenaran…bukan
sekedar pendengar atau pengkhotbah. Tuhan menyadarkan pada saya bahwa setiap
pengajaran yang telah saya terima harus saya aplikasikan terlebih dulu dalam
kehidupan pribadi. Baru setelah itu menyampaikannya pada saudara seiman lainnya.
Jadilah berkat di rumahmu terlebih dahulu.
Gereja Dalam Rumahtangga
Rekan dan mentorku John White
dari LK10 (dulu North America DAWN Ministries), memberikan pelajaran yang
berharga untuk memulai “gereja dalam rumahtangga” kami. Dalam Matius 18:20,”Sebab
dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKU, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka.” Ia menekankan bahwa ketika suami dan istri sehati di
dalam Tuhan, maka Tuhan hadir bersama mereka.
Tuhan ingin melihat Kerajaan
Allah terjadi dalam pernikahan, keluarga dan rumah tempat dimana kita tinggal
menjadi pusat pelayanan penjangkauan dunia yang terhilang. Kita perlu
sungguh-sungguh menjadikan Dia, Raja atas segala aspek kehidupan kita.
John White, membagikan ada tiga
agenda yang perlu dilakukan oleh suami istri setiap hari bersama yaitu:
- Berdoa (saling mendoakan),
- Saling berbagi perasaan, memuji, mengaku dosa & berbagi apa yang didapatkan saat merenungkan firman Tuhan hari itu dan
- Mengaplikasikan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Keluarga menjadi tempat disiplin
rohani, keluarga menjadi pusat pemuridan setiap hari. Dengan kata lain
pemuridan harus dimulai di rumah. Dipraktekkan oleh suami istri, hingga menjadi
teladan bagi anak-anak. Lalu melibatkan mereka kala mereka sudah mulai mengerti
(bertumbuh).
Keluarga = gereja (kumpulan orang
percaya), merupakan ekspresi dari sebuah “simple church”(gereja sederhana).
Ada paling tidak dua pemikiran
penting dari cara berpikir ini:
Pertama, pernikahan dan keluarga akan memiliki hubungan yang kuat
secara signifikan.
Kedua, gereja dapat bertumbuh secara cepat dan spontan. Keluarga
ini dapat mengundang keluarga yang lain untuk melakukan hal yang serupa.
“Gereja dalam rumahtangga” ini
dapat menjadi alat mentransformasi kehidupan dan pernikahan kita.
Kami telah melakukannya dan
terjadi suatu pemulihan dalam keluarga kami tetapi sangat jelas diperlukan
kerjasama, keterbukaan dan itikad baik kedua pasangan untuk bersama bertumbuh
di dalam Tuhan Yesus dan membangun keluarga yang takut akan Tuhan. Keluarga
kami belum sempurna tetapi dengan menyadari bahwa rumah tempat dimana kami
tinggal sebagai “the holy ground” (tanah suci) dimana Tuhan hadir di tengah
kami membuat kami menjalani kehidupan lebih sungguh-sungguh di dalam Tuhan.
Cara ini pun dapat digunakan
untuk mengajak keluarga lain untuk melakukan hal yang sama, dan mengadakan
pertemuan ibadah bersama dengan mengikuti langkah sederhana tersebut.
Keluargaku gerejaku,
gerejaku keluargaku
Lebih lanjut saya berdiskusi
dengan teman saya, David Ariono mengenai hal ini. Kami merasa miris dengan apa
yang terjadi dalam jemaat kami masing-masing kala masih menggembalakan jemaat
dalam institusi. Sebab ternyata banyak anak muda yang kami gembalakan sangat
taat, patuh dan aktif pelayanan di dalam berbagai aktivitas rohani tetapi di
rumah mereka berbeda. Orangtua acap kali mengeluh mengenai kemalasan anaknya
yang tak pernah membantu orangtua, tidak mau mentaati nasehat orangtua dan
selalu menjadikan gereja sebagai alasan untuk menghindari kewajiban di rumah
dan sekolah. Di lain pihak ada pula pasangan hidup entah suami atau istri, yang
merasa kehilangan belahan jiwanya akibat terlalu sibuk pelayanan dan
beraktivitas dalam tiap program gereja.
Hingga timbul sebuah “persaingan
tidak sehat antara keluarga dan gereja”. Bila kita mencoba untuk menutup mata
dan menganggap permasalahan ini tidak ada, akibatnya lahirlah sebuah generasi
yang kehilangan arti penting mengenai keluarga dan tidak pernah tahu apa arti keluarga
itu sebenarnya. Mereka sekedar tahu siapa orangtua dan saudara mereka, tetapi
tidak pernah sungguh-sungguh memiliki keluarga.
Dalam pelayanan saya sendiri pun
seringkali menjumpai anak-anak pendeta yang mengalami kepahitan terhadap sang
ayah karena merasa diabaikan. Sang ayah terlalu sibuk menolong dan
memperhatikan orang lain, tak pernah memiliki waktu untuk bersama mereka.
Sungguh mengerikan melihat kenyataan bahwa banyak anak hamba Tuhan hancur
hidupnya sebab tidak pernah memiliki arti keluarga sesungguhnya di rumah.
Saya maupun David Ariono
mempercayai bahwa seharusnya tidak ada lagi jarak pemisah antara gereja dengan
keluarga sebab keluarga Kristen adalah bagian dari gereja (kumpulan orang
percaya). Mungkin untuk saat ini kita mengalami kesulitan memahaminya sebab
sudah kurang lebih 16 abad kita mempercayai dan menghidupi konsep pemisahan
(dikotomi) antara hal rohani dan jasmani….antara gereja dan keluarga. Sebuah
keluarga Kristen adalah bagian dari gereja Tuhan (kumpulan orang yang
mempercayai Tuhan).
Apa yang Allah kehendaki melalui
lembaga keluarga? Apakah yang ada dalam benakNya mengenai keluarga? Dalam Kejadian 1:26-28 tercatat “blue print” keluarga yang ada dalam
benak Allah.
“ Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia;
laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu
Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah
dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi."
Allah menciptakan manusia dan
merancang keluarga sedemikian sempurna untuk mewujudkan tujuanNya.
Allah telah memberkati dan
memberikan otoritas kepada setiap keluarga untuk beranak cucu, bertambah
banyak, memenuhi bumi, menaklukkan dan menguasainya.
Sebelum kejatuhan manusia atau
keluarga pertama ke dalam dosa, keluarga merupakan institusi yang kuat,
berwibawa dan penuh kuasa.
Bahkan dikala keluarga sudah
jatuh dalam dosa, kita dapat melihat bagaimana Tuhan tetap masih mempercayakan
rencanaNya kepada keluarga. Begitu pula untuk menjangkau generasi masa kini
Allah akan memulihkan keluarga.
Maleakhi 4:6 Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik
kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan
Aku datang memukul bumi sehingga musnah.
Lukas 1:17 dan ia akan berjalan
mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran
orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan
bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya."
Sejak zaman kejatuhan Adam, Tuhan
telah memanggil keluarga Nuh selanjutnya keluarga Abraham, Ishak, Yakub dan
keturunan ke duabelas anak Yakub yang pada akhirnya menjadi bangsa yang besar,
Israel.
Pola hubungan dan kehidupan di antara orang percaya tak lepas dari
kehidupan keluarga. Keluarga menjadi model untuk menjelaskan bentuk
hubungan di antara umat Tuhan.
Efesus 2:19 Demikianlah kamu
bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga
Allah,
1 Timotius 5:1 Janganlah engkau
keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai bapa. Tegorlah orang-orang muda sebagai saudaramu,
5:2 perempuan-perempuan tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan
muda sebagai adikmu dengan penuh kemurnian.
Ketika kita memisahkan kehidupan
kekristenan kita saat “ke gereja” dan di rumah maka terjadilah standar ganda
dalam kehidupan. Inilah yang menyebabkan kekristenan gagal menjadi teladan bagi
dunia. Sebab dunia melihat hidup kita sehari-hari, bukan apa yang kita lakukan
di dalam rumah ibadah. Kehidupan kita sebagai orang Kristen tak akan berdampak
bagi dunia atau masyarakat jika tak pernah menjadi terang dalam lingkungan
dimana kita hidup.
Lukas 11:33 "Tidak seorang
pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah
gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat
melihat cahayanya.
Hubungan antara Kristus dengan mempelaiNya mengacu pada keluarga.
Efesus 5:32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
Lukas 11:11 Bapa manakah di
antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada
anaknya itu ganti ikan?
11:12 Atau, jika ia minta telur,
akan memberikan kepadanya kalajengking?
11:13 Jadi jika kamu yang jahat
tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada
mereka yang meminta kepada-Nya."
Roma 8:29 Sebab semua orang yang
dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi
serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
Seseorang yang berasal dari
keluarga berantakan alias broken home akan mengalami kesulitan untuk membangun
hubungan dengan Allah. Sedang seorang anak yang memiliki keluarga yang harmonis
dimana anak dan ayahnya akrab jauh lebih mudah untuk berhubungan dengan Bapa
Surgawi.
Keluarga dipilih Allah untuk menyatakan eksistensi Allah di muka bumi.
Manusia merupakan ciptaan Allah
satu-satunya yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Jadi bisa
dikatakan bahwa di dalam keluarga kita dapat melihat cerminan pribadi Allah di
muka bumi.
Kejadian1:26 Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi."
Keluarga yang sudah mengalami
pemulihan dan mulai menyadari tujuan hidup keluarga tersebut akan mencerminkan
pribadi Allah bagi lingkungannya.
2 Korintus 3:2 Kamu adalah surat
pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang.
3:3 Karena telah ternyata, bahwa
kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan
dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu,
melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.
Keluarga mendatangkan kerajaan Allah di muka bumi
Salah satu mandat yang diberikan
Allah sejak awal penciptaan manusia atau keluarga adalah menaklukkan dan
berkuasa atas segala yang hidup di bumi (Kejadian 1:28). Kata “segambar” dalam
bahasa aslinya memiliki arti “hasil imajinasi Allah yang terbaik”, sedangkan
“serupa” dalam bahasa aslinya berarti “memiliki segala sesuatu menyerupai apa
yang dimiliki Allah”. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa keluarga yang
diciptakan Allah merupakan hasil imajinasi Allah yang terbaik dan diperlengkapi
dengan otoritas, hikmat, kuasa, keperkasaan, kekuatan menyerupai yang dimiliki
Allah.
Matius 6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Matius 28:18 Yesus mendekati
mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan
di bumi.28:19 Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Roh Kudus,
Efesus 1:22 Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di
bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala
dari segala yang ada. 1:23 Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan
Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.
Di dalam keluarga setiap orang diterima apa adanya.
Keluarga merupakan tempat
pembentukan paling ideal. Tempat paling sulit untuk berkhotbah, menasihati,
membangun sesama, mengampuni, mengasihi atau memenangkan jiwa adalah keluarga
kita!
Siapa yang disebut keluarga?
Tentunya ini merujuk pada keluarga dalam arti yang sesungguhnya yang memiliki
pertalian darah, juga pada orang-orang yang tinggal serumah atau yang dianggap
bagian keluarga tersebut. Kunci dari semuanya adalah hubungan yang terjalin
diantara keluarga tersebut.
Saat Allah menciptakan Adam dan
Hawa, IA berkehendak agar sebagai pasangan mereka saling berjaga dan menolong
agar mereka kuat.
Kejadian2:18 TUHAN Allah
berfirman: "Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Pengkhotbah 4:12 Dan bilamana
seorang dapat dikalahkan, dua orang akan
dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.
Saat Hawa lemah dan digoda Iblis
seharusnya Adam berjaga dan mengingatkan Hawa mengenai firman Allah dan
otoritas yang Allah berikan untuk mengusir Iblis dari hadapan mereka.
Efesus 5:23 karena suami adalah
kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh.
1 Petrus 3:7 Demikian juga kamu,
hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih
lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu
kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.
Adam memiliki otoritas tetapi ia
hanya diam saja malah mempersalahkan Hawa ketika Allah meminta
pertanggungjawaban darinya akibat memakan “buah pengetahuan”.
Nilai-nilai yang kini pudar dalam keluarga.
Persekutuan dalam keluarga,
otoritas orangtua dan peran orangtua sebagai imam dalam keluarga. Saat dosa
masuk dalam kehidupan keluarga, maka hubungan di antara anggota keluarga yang
pada awalnya terkena dampak. Hubungan suami istri, orangtua – anak, adik –
kakak menjadi tidak harmonis baik oleh masalah besar maupun kecil. Banyak orang
memiliki status dalam keluarga tetapi kehilangan hubungan sebagai keluarga.
Keluarga adalah gereja
Dalam Perjanjian Baru tak ada
pemisahan antara orang percaya sebagai kumpulan umat Tuhan atau jemaat, semua
disebut gereja/ekklesia (church, assembly). Ketika sejumlah besar orang percaya
berkumpul, maupun saat beberapa orang berkumpul atau saat ada satu atau
beberapa keluarga berkumpul dalam sebuah rumah mereka disebut gereja atau
ekklesia.
Pewahyuan gereja yang bertemu di
rumah-rumah merupakan jalan pembuka untuk mengembalikan peran keluarga sebagai
gereja Tuhan. Gereja yang bertemu di rumah bukan sekedar perubahan bentuk dari
kelompok besar dalam sebuah gedung ibadah kepada kelompok kecil di rumah, dari
ibadah satu arah kepada ibadah yang pro aktif (semua orang berfungsi), makan
bersama, doa bersama, belajar bersama, dan lain sebagainya. Bila kita melakukan
hal tersebut maka kita hanya mengikuti sebuah trend baru atau metode belaka.
Kita akan terjebak lagi.
Blue print Allah adalah
menyelesaikan rencanaNya melalui setiap keluarga Kristen.
Bagaimana mungkin keluarga bisa disamakan dengan gereja?
Penggunaan kata gereja, jemaat
atau ekklesia dalam Perjanjian Baru tidak pernah mengacu pada sebuah tempat
ibadah untuk menyembah Allah. Setelah zaman para rasul pertama meninggal,
barulah secara perlahan tapi pasti pergeseran ini terjadi. Penggunaan kata
ekklesia tidak selalu mengacu pada kota, sekumpulan banyak orang percaya tetapi
dapat mengacu juga sebagai kumpulan kecil (keluarga).
1 Korintus 16:19 Salam kepadamu
dari Jemaat-jemaat di Asia Kecil. Akwila, Priskila dan Jemaat (ekklesia) di rumah mereka menyampaikan berlimpah-limpah
salam kepadamu.
Pengertian jemaat (ekklesia) yang
berada di rumah menunjukkan orang-orang yang tinggal di rumah itu atau yang
dianggap termasuk keluarga. “Rumah”
dalam bahasa aslinya berarti oikos
dan itu merujuk kepada keluarga atau rumahtangga.
Roma 16:5 Salam juga kepada jemaat (ekklesia) di rumah (oikos)
mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama
dari daerah Asia untuk Kristus.
Roma 16:10 Salam kepada Apeles,
yang telah tahan uji dalam Kristus. Salam kepada mereka, yang termasuk isi rumah (oikos) Aristobulus.
Sedangkan untuk menyatakan bentuk
hubungan keluarga seiman dalam Allah atau menjadi keluarga Allah disebut oikeios.
Efesus 2:19 Demikianlah kamu
bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang
kudus dan anggota-anggota keluarga
(oikeios) Allah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar