“GEREJA YANG BERTEMU DI RUMAH? APALAGI INI?”
Menurut anggapan beberapa orang
bila gereja bertemu di rumah itu namanya persekutuan. Mereka menggambarkan
kalau gereja itu bangunan ibadah khusus, ada mimbarnya, peralatan musik khusus,
sound system, OHP atau LCD, bangku-bangku yang tertata rapih, ada plang nama
gerejanya di depan dan jadwal kegiatan.
Gereja yang bertemu di rumah, merupakan
gereja perintisan yang suatu waktu harus pindah mengontrak ruko, menyewa sebuah
ruangan di hotel atau restoran sebelum sanggup mendirikan bangunan gedung
gereja dan mendapatkan IMB.
Namun dari ulasan bab sebelumnya
kita tahu bahwa “gereja” adalah sekelompok orang Kristen entah
mereka bertemu di rumah atau di sebuah gedung atau taman atau dimana saja.
Gereja berbicara mengenai orang-orang
percaya yang berkumpul di dalam nama Tuhan Yesus. Rumah berbicara mengenai
sifat kekeluargaan kita sebagai anak-anak Tuhan, kita satu keluarga di dalam
Kristus.
Dalam bab ini saya akan mengulas apa yang tengah terjadi dalam pergerakan
pembaharuan dewasa ini. Ada yang menyebut pergerakan ini gereja rumah (house
church), gereja terbuka (open church), organic church (gereja organik), simple
church (gereja sederhana), New Testament church (gereja Perjanjian Baru),
emerging church (gereja yang bermunculan) dstnya. Ini merupakan sebuah pergerakan yang Tuhan
prakarsai di seluruh muka bumi, diawali dengan terjadinya pergerakan Church
Planting Movement (CPM) yang diprakarsai salah satunya oleh David Garrison dan lalu bergulir seperti sebuah bola salju
hingga timbul pergerakan lain yang disebut House Church Movement (HCM). Tuhan
memakai orang-orang seperti Robert Fitts Sr, Dan Hubbel, John White, John Fenn,
Chip Brogden, Wayne Jacobsen, Tony & Felicity Dale, Jonathan
Lindvall dan rekan-rekan lainnya
untuk melakukan percepatan di dalam penanaman gereja, pemuridan, memperlengkapi
orang kudus (jemaat), mengembalikan keintiman dengan Tuhan, memperbaharui
struktur gereja dan masih banyak hal lagi. Mereka semua berlatarbelakang
rohaniwan atau gembala sidang (pendeta) sebuah sidang atau jemaat dalam sebuah
institusi gereja.
Istilah simple church atau
“gereja sederhana” merupakan pola gereja dimana kita kembali ditekankan untuk
menghargai kehidupan mengikuti Tuhan Yesus secara sederhana dan menghindari
banyak kerumitan dalam suatu gereja konvensional. Setiap anggota dalam “gereja
sederhana” ini dimuridkan dan dilatih untuk merintis dan memimpin gereja.
Gereja dibuat sesederhana mungkin hingga setiap orang bisa mengerjakannya dan
terdiri dari orang-orang yang memikul salib dan mengiring Yesus dengan
loyalitas. Orang-orang sederhana yang dipakai Tuhan dan membawa dampak
luarbiasa. Gereja menjadi sehat, subur dan reproduktif. Gereja bukan lagi
ibadah seminggu sekali, melainkan mempraktekkan hidup Kristus setiap hari
sebagai keluarga Allah. “Gereja sederhana atau organik atau rumah”, menekankan
pada hubungan yang tulus dan murni dari anggotanya dan sangat fleksibel. Sebab
tidak terbebani untuk mengumpulkan dan mengeluarkan dana yang besar sebagaimana
gereja konvensional pada umumnya.
Ini bukanlah sebuah bidat atau sekte baru. Ini bukan pula kumpulan orang
yang sakit hati terhadap institusi gereja. Ini juga bukan kumpulan pemberontak
atau anti kemapanan. Pergerakan ini bersifat besar-besaran, Tuhan memberikan
pewahyuan ini pada banyak orang di seluruh dunia.
Pergerakan ini “bukan akhir” dari segalanya, ini hanya sebuah awal dari
pergerakan selanjutnya hingga “gereja Tuhan” menjadi sempurna, menjadi mempelai wanita yang siap menyambut
kedatangan sang mempelai pria yaitu
Yesus Kristus. Pergerakan lebih lanjut akan terus terjadi sampai semua sadar
Tuhan menghendaki kita untuk membangun & memperluas Kerajaan Allah dan
bukan kerajaan kita sendiri.
Bertemu di rumah merupakan pola yang ditetapkan Allah bagi umatNya
bergereja. Selama 300 tahun pertama jemaat mula-mula bertemu dalam rumah-rumah
anggotanya dan bukan menyewa tempat atau membangun tempat khusus. Kita perlu
mempelajari kedinamisan jemaat mula-mula sebab mereka dapat berkembang secara
luar biasa meski sering disebut “gereja purba” tetapi mereka jauh lebih
berdampak dan produktif dibanding “gereja modern” kita yang canggih masa kini.
Bandingkan praktek gereja modern dimana kita ada saat ini dengan jemaat
mula-mula. Saya membayangkan bila ada “mesin waktu” dan kita membawa salah satu
jemaat mula-mula ke waktu kita saat ini, tentu ia akan terheran-heran dengan
gereja modern kita.
Kita semua sudah terbiasa dengan model gereja saat ini, dimana kata gereja
lebih berkonotasi sebagai sebuah tempat ibadah atau “rumah Tuhan”. Kita
berkumpul di tempat kudus hingga harus pula bersikap dan berbusana kudus. Kita
hanya mendengarkan dan dilayani oleh para pelayan Tuhan yang telah ditahbiskan
oleh organisasi gereja tersebut, terutama bagi yang menyampaikan firman Tuhan
atau tugas sakramen (baptisan, pemberkatan nikah, perjamuan kudus, doa berkat
penutup dstnya). Sebuah “gereja” berpusat pada mimbar/altar dimana pemimpin
pujian atau pengkhotbah berdiri, biasanya terletak di depan ruang pertemuan.
Kaum awam hanya dapat membantu pelayanan yang tidak bersinggungan dengan
penyampaian isi firman Tuhan. Bila mana menyampaikan firman Tuhan dalam
kelompok kecil sekalipun mereka sudah mendapatkan panduan khotbah atau
pengajaran yang telah disusun oleh pendeta setempat. Hingga satu gereja satu
suara satu seragam.
Mari kita bahas dasar teologis dari pergerakan “bergereja di rumah” ini
atau yang lebih dikenal dengan sebutan theologia komunitas. Gereja digambarkan
sebagai sebuah keluarga dalam Perjanjian Baru. Galatia 6:10, menggambarkan kita
sebagai keluarga iman (the household of faith). Dalam Efesus 2:19 digambarkan
sebagai keluarga Allah (the household of God), sesama orang Kristen disebut
sebagai “saudara saudari” (1 Timotius 5:1-2). Dalam 1 Yohanes 3:1 orang Kristen
disebut sebagai “anak-anak Allah” dan “dilahirkan” dalam keluargaNya (Roma
16:3, 1 Timotius 5:1-2). Cara kita bergereja adalah cara hidup sebuah keluarga
(1 Timotius 3:15).
Sebuah keluarga pada umumnya tentu saja berkumpul dalam sebuah rumah dan
membina hubungan secara akrab, bukan berkumpul di sebuah aula dan berhubungan
secara kaku. Rumah memberikan atmosfer yang tepat untuk membangun jenis
hubungan antar pribadi yang bersifat kekeluargaan. Gereja di dalam Perjanjian
Baru adalah pertemuan keluarga tanpa basa-basi belaka.
APA AGENDA DALAM GEREJA
MODERN KITA?
Sebelum kita membahas mengenai “apa” yang kita lakukan bila bergereja di rumah,
kita akan sama-sama mengupas kembali sedikit asal usul urutan ibadah atau
liturgi dalam gereja modern kita.
Pada tahun 380 M, Uskup Theodosius dan Gratian memerintahkan agar hanya ada
satu gereja Ortodoks yang resmi dan diakui negara, satu acuan iman –dogma atau
doktrin. Pendeknya terjadi penyeragaman dalam praktik dan doktrin gereja pada
masa itu. Setiap warga Roma dipaksa menjadi anggota dan wajib percaya pada
hukum iman, lex fidei. Kelompok atau pergerakan lainnya yang berbeda (termasuk
beribadah di rumah-rumah) dinyatakan terlarang. Hingga terbentuklah gereja yang
kita kenal dengan sebutan gereja Kristen Roma Katholik.
Liturgi pola dasar ibadah di sinagoge Yahudi dibangkitkan dan diwarisi
dengan penambahan pengakuan iman. Ada lima elemen dalam pola ibadah dalam
sinagoge:
- Ajakan beribadah dengan himne dan sebuah panggilan formal untuk menyembah.
- Doa dan permohonan
- Pelajaran dari Kitab Suci.
- Sebuah wejangan yang didasarkan pada pelajaran dari kitab suci.
- Sebuah permohonan ucapan syukur sebagai penutup.
Saat reformasi terjadi Martin Luther menolak misa yang telah dilakukan
gereja Katholik dan membuat liturgi gereja Protestan sebagai berikut:
- Menyanyi
- Berdoa
- Berkhotbah
- Nasihat kepada jemaat
- Perjamuan Kudus
- Menyanyi
- Doa setelah perjamuan
- Doa berkat.
Setelah Martin Luther ada pula John Calvin, John Knox, Martin Bucer
menambahkan sesuatu pada liturgi pada era mereka masing-masing. Mereka menyusun
urutan liturgi antara tahun 1537 hingga 1562. Susunan liturgi mereka mirip
dengan susunan Martin Luther hanya menambahkan pengumpulan uang atau kolekte
sesudah khotbah. John Calvin merupakan tokoh Kristen yang telah menjadi berkat
besar bagi tubuh Kristus tetapi ia pun pernah melakukan kesalahan yang
berdampak merusak praktek gereja kita sampai saat ini. Bagian yang paling
merusak dari liturgi Calvin adalah dia memimpin hampir seluruh pelayanan dari
mimbarnya. “Sumbangan” lain dari Calvin adalah jemaat wajib masuk ke dalam
“gereja” dengan sikap hormat. Liturgi Calvin inilah yang kebanyakan diadopsi
oleh gereja-gereja Protestan:
- Doa
- Pengakuan Iman Rasuli
- Menyanyi (Mazmur)
- Doa untuk pencerahan Roh dalam khotbah
- Khotbah
- Kolekte
- Doa Umum
- Perjamuan Kudus (pada saat yang telah ditentukan) ketika Mazmur dinyanyikan
- Doa Berkat
Selanjutnya dari Calvinis (pengikut Calvin) di Inggris terlahir kaum
Puritan berupaya merestorasi gereja Perjanjian Baru tetapi sekali lagi “macet”
di tengah jalan. Kontribusi negatifnya dalam praktek gereja adalah terlahirnya
“doa pastoral” yang sangat panjang, tetapi kontribusi positifnya adalah para
pendeta kaum Puritan mulai menyusun khotbahnya sendiri sebelumnya gereja
menyeragamkan khotbah pada hari Minggu sesuai dengan yang diputuskan “pusat”(sinode).
Beberapa golongan Puritan yang menyebut diri mereka Free Church menciptakan
apa yang dikenal sebagai “hymn sandwich”:
- Tiga lagu pujian
- Pembacaan Kitab Suci
- Koor (Paduan Suara)
- Doa Selaras
- Doa Pastoral
- Khotbah
- Persembahan
- Doa Berkat
Dalam perkembangan selanjutnya kaum Metodis yang dimotori John dan Charles
Wesley pada abad ke 18 membawa dimensi emosional dalam ibadah yang tadinya
bersifat kaku. Para tokoh gereja di Amerika yang dikenal dengan sebutan
Frontier Revivalist mengubah tujuan khotbah, mereka memulai khotbah untuk
mempertobatkan jiwa-jiwa tersesat. Selain itu lagu pujian mereka menyentuh dan
memancing respon emosional. Lagu pujian dipandang sebagai sesuatu yang
individualistik, subyektif dan emosional. Mereka pun “melahirkan” apa yang kita
kenal dengan sebutan “altar call” saat ini. Salah satu tokohnya adalah D.L.
Moody yang memperkenalkan “sinners pray” (doa orang berdosa untuk menerima
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat). Bila sebelumnya pertemuan ibadah hanya
dilakukan sekali pada hari Minggu, pergerakan ini mulai memperkenalkan ibadah
kedua pada sore hari.
Kaum Pentakosta menambah dimensi emosional dalam liturgi dan beberapa
variasi dalam liturgi seperti bertepuk tangan, mengangkat tangan, berlutut,
menari, bermazmur, berbahasa lidah dsbnya. Namun pada dasarnya belum ada
perubahan yang esensial.
ASAL MULA TIM PENYEMBAHAN
Bila kita kini masuk ke dalam gereja modern, maka kita akan mendapati bahwa
liturgi atau susunan acara dalam ibadah tersebut pasti menyanyikan kidung atau
pun lagu pujian penyembahan yang dipimpin oleh sebuah tim. Tim ini atau
pemimpin ibadah ini yang akan memilih lagu, mengatur bagaimana cara
menyanyikannya dan kapan mengakhirinya. Umat Tuhan pun sudah terbiasa dipimpin
“para imam pujian profesional”ini.
Pada masa pemerintahan Raja Konstantin di Roma, ia meminta untuk pertama kalinya diadakan pembentukan
dan pelatihan penyanyi paduan suara. Sekolah khusus dibuat dan penyanyi paduan
suara diberikan status sebagai imam kedua.
Ini sangat kontras dengan jemaat mula-mula pada abad pertama. Dimana mereka
menyanyi secara spontan tanpa ada seorang pun yang memimpin. Menyanyikan pujian
atau penyembahan dan memimpin saudara-saudara yang lain menyanyi kepada Tuhan
adalah masalah korporat, bukan kejadian profesional dipimpin oleh seseorang
bersuara merdu dan ahli musik.
Tahun 367 M, jemaat dilarang menyanyi dan hanya penyanyi profesional atau
imam kedua saja yang boleh menyanyi dalam gedung ibadah. Hanya Imam dan paduan
suara saja yang diperkenankan menyanyi kala itu, sedang jemaat menjadi
pendengar, penikmat dan penonton.
Paus Gregory pada akhir abad 6 mereorganisasi Schola Cantorum (Sekolah
Menyanyi) di Roma. Dalam sekolah ini Paus Gregory membentuk dan melatih
penyanyi profesional yang akan mengembangkan paduan suara di seluruh kerajaan
Romawi. Para siswa akan dilatih selama 9 tahun.
Pada masa itu jemaat hanya diharapkan hadir dalam ibadah dan para orang
terlatih atau profesional yang akan menyanyikan pujian. Semua ini merefleksikan
budaya Yunani yang dibangun disekitar dinamika “Penonton – Penghibur”.
Tragisnya kebiasaan ini dibawa dari kuil Diana dan drama Yunani yang merembes
masuk ke dalam pola ibadah gereja kita.
John Huss dari Bohemia (1372-1415), salah seorang tokoh reformasi yang
memberikan kontribusi musik. Pada masa reformasi jemaat kembali diajak
menaikkan pujian dihadapan Tuhan dan mulai menggunakan peralatan musik.
Pada masa sekarang pujian penyembahan gereja modern dipimpin tim
penyembahan yang menggunakan beragam peralatan musik dan termasuk tim penyanyi
yang terdiri dari satu atau
lebih pemimpin pujian dibantu oleh penyanyi latar.
Tahun 1965 Chuck Smith mendirikan Calvary Chapel, dan mulai merintis
pelayanan bagi kaum hippies dan para surfer. Kaum hippie yang bertobat
diizinkan olehnya untuk memainkan gitar dalam acara kebaktian mereka. Tahun
1973, Chuck Smith akhirnya mendirikan perusahaan rekaman Maranatha Music.
Tahun 1977, seorang musikus jenius bernama John Wimber merintis gereja
Anaheim Vineyard Christian Fellowship. Vineyard bukan saja dikenal sebagai
salah satu organisasi gereja yang berkembang tetapi juga dipakai Tuhan untuk
mempengaruhi dunia kekristenan. Lagu-lagu mereka mengajak jemaat untuk lebih
intim dengan Tuhan dan mengajak umat untuk menyembah.
Kini fenomena musik ini berlanjut dengan lahirnya gereja Hillsong
(Gereja Sidang Jemaat Allah) yang digembalakan oleh Brian Houston di Australia, dimana lagu mereka telah menjadi
berkat besar dan membawa umat Tuhan baik tua dan muda menjadi lebih dekat dengan Tuhan.
Hal negatif dari adanya tim penyembahan ini adalah merampas fungsi umat
Tuhan di dalam memilih dan memimpin nyanyian mereka sendiri. Kita perlu
mengizinkan Tuhan sendiri memimpin pujian penyembahan kita (1 Korintus 14:26,
Efesus 5:19). Kristus ingin memimpin kita semua sebagai saudaraNya untuk
menyanyikan pujian untuk Bapa (Ibrani 2:11-12)
Saat nyanyian penyembahan “hanya” dapat dinyanyikan oleh orang-orang
bersuara merdu, maka hal ini tidak ubahnya acara hiburan daripada penyembahan
korporat. Terlebih sebenarnya pujian penyembahan jauh lebih dalam
maknanya daripada sekedar menyanyikan beberapa lagu bernafaskan kristiani pada
Tuhan.
APA AGENDA DALAM GEREJA YANG
BERTEMU DI RUMAH?
Di dalam kitab Ibrani 10:24-25 dikatakan,” Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong
dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri
dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa
orang, tetapi marilah kita saling
menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.
Melalui pembacaan ayat di atas kita dapat menyadari bahwa orang Kristen
berkumpul untuk saling memperhatikan, menasehati, membangun dan mendorong satu
sama lain untuk melakukan kebaikan hingga citra Kristus makin tampak dalam
kehidupan mereka setiap hari. Kata kunci jemaat mula-mula adalah “saling”, ayat-ayat Alkitab banyak yang
memuat kata tersebut tetapi kita membacanya sambil lalu saja. Gereja kini
banyak dijalankan oleh CEO rohani atau selebritis rohani alias “one man show”,
sedang anggota jemaat yang lain hanya pelengkap atau malah hanya menjadi
penonton yang pasif. Kata “saling” telah berangsur hilang dalam pertemuan
Kristen kita sekarang.
Di dalam ibadah raya tiap Minggu, kita menjadikan khotbah sebagai pusat
atau inti ibadah. Orang sering datang terlambat dalam ibadah sebab mereka
enggan menyanyikan pujian, mereka lebih suka datang beberapa saat sebelum
khotbah disampaikan. Sebab bagi sebagian orang, khotbah adalah
bagian terpenting dan yang lainnya hanyalah tambahan (toping). Padahal kata
“berkhotbah” atau “memproklamasikan” (dalam bahasa aslinya Yunani, Kerusso)
selalu digunakan dalam konteks penginjilan di luar perkumpulan Kristen (Kisah
Para Rasul 2:14-40).
Apa yang terjadi dalam ibadah jemaat mula-mula adalah “mengajar”.
Pengajaran di sini pun bukan berbentuk monolog (satu arah) selama 30-45 menit
tetapi lebih dalam bentuk dialog. Contohnya dalam Kisah Para Rasul 20:7,”Paulus
berbicara (dielegeto) kepada orang-orang”. Kata dielegeto lebih cenderung
kepada perkataan dialogis bukan oratoris. Seorang pengajar bertanggungjawab
atas apa yang disampaikan. Kisah Para Rasul 17:11, Orang-orang Yahudi di kota
itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala
kerelaan hati dan setiap hari mereka
menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
Sebagai perbandingan dalam sebuah sidang di MPR atau DPR kita, anggota
memiliki hak interupsi untuk mempertanyakan sebuah permasalahan atau penjabaran
hingga anggota tersebut beroleh kejelasan. Begitu pula di dalam jemaat
mula-mula, mereka memiliki hak untuk meminta penjelasan yang sejelas-jelasnya
dari si pengajar.
Jemaat mula-mula bertemu secara rutin dari rumah ke rumah anggotanya, tanpa
memandang si kaya atau si miskin. Hingga setiap anggota mengetahui keberadaan
dan pergumulan anggota yang lain. Dari situ dapat timbul empati terhadap
sesamanya. Jemaat mula-mula mengadakan perjamuan Tuhan setiap berkumpul,
artinya makan bersama. Kisah Para Rasul
2:42,46 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.
Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan
roti dan berdoa. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul
tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka
memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama
dengan gembira dan dengan tulus hati.
Kisah Para Rasul 20:7 Pada hari pertama dalam minggu itu,
ketika kami berkumpul untuk
memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ,
karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu
berlangsung sampai tengah malam.
1 Korintus 11:20 Apabila
kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul
untuk makan perjamuan Tuhan.
Yudas 1:20 Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang
kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan
berdoalah dalam Roh Kudus.
Perjamuan Tuhan bukan semata mengadakan “perjamuan kudus” tetapi makan
besar bersama dimana setiap anggota memberikan sumbangsih bukan dibebankan pada
pihak tuan rumah, bersanding dengan roti dan anggur sebagai simbol yang nyata
dari kesatuan. 1 Korintus 10:16-17
Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah
persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah
roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena
roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita
semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.
Persekutuan “saling berbagi” ini merupakan agenda utama pertemuan dalam
jemaat mula-mula dan bukan khotbah. Apakah “makan bersama” agenda utama mereka?
Tentu saja tidak. Saat jemaat mula-mula berkumpul mereka saling mendoakan,
mempelajari firman Tuhan, menyanyi bersama, mereka memiliki tujuan untuk
membangun tubuh (jemaat) dan makan bersama sebagai sebuah keluarga. Sebagaimana
ada tertulis dalam Efesus 5:19,”dan berkata-katalah
seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani.
Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
Kolose 3:16 Hendaklah perkataan
Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan
segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil
menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur
kepada Allah di dalam hatimu.
Setiap orang, bukan hanya seseorang atau sebagian
orang, datang berkumpul untuk membagikan sesuatu. Sikap jemaat mula-mula adalah
“memberi”, ada yang membawa pujian, pengajaran atau karunia-karunia rohani. 1 Korintus 14:26 “Jadi bagaimana
sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu
berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang
mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh,
atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus
dipergunakan untuk membangun.”
Jadi pertemuan jemaat mula-mula adalah untuk saling membangun. Ini pula
yang menjadi alasan kita harus bertemu sebagai gereja Tuhan.
PRAKTEK JEMAAT MULA-MULA
1. Berkumpul bersama-sama
Ibrani 10:25,” Janganlah kita
menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan
oleh beberapa orang, tetapi marilah kita
saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat.”
Sebagaimana kita telah mengetahui kata gereja diterjemahkan dari bahasa
Yunani ekklesia, yang berarti jemaat atau “mereka yang dipanggil keluar”. Dasar
pemikirannya adalah bahwa gereja memiliki panggilan yang sama untuk berkumpul
dan bersekutu untuk satu tujuan khusus.
Tidak ada perintah untuk kapan dan dimana bertemu atau berkumpul.
Pada awalnya gereja mula-mula bertemu setiap hari (KPR 2:46). Tetapi ide
utama ibadah orang Kristen adalah bebas bertemu tanpa dibatasi oleh hari,
tempat dan waktu. Dalam Roma 14:5
dinyatakan,” Yang seorang menganggap hari
yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap
semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya
sendiri.”
Juga ada tertulis di dalam Kolose
2:16-20,” Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai
makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat;
semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya
ialah Kristus. Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang
pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada
penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya
yang duniawi, sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh
tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi,
menerima pertumbuhan ilahinya. Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan
Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada
rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia.” Jadi sekalipun
kita tidak mengubah hari ibadah kita dari hari Minggu pagi ke hari yang lain,
nilainya di mata Tuhan tetap sama.
Jemaat mula-mula bertemu di rumah orang percaya secara bergantian (KPR
2:46b, 8:3, 20:20, Roma 16:5, 1 Korintus 16:19, Kolose 4:15, Filemon 2). Jemaat
ini tidak menciptakan kegiatan agamawi berbiaya tinggi sebab gereja bukan
dibangun dengan material fisik tetapi dibangun material rohani (1 Petrus 2:5)
2. Berpartisipasi dalam pertemuan
Kekristenan masa kini merupakan “kerumunan penonton”. Kata “saling” yang
merupakan gambaran partisipasi setiap anggota tubuh Kristus sangat jarang
terjadi atau malah dapat dikatakan tidak ada. Jemaat hanya diharapkan setia
untuk hadir, berpartisipasi dalam kegiatan atau program yang ada, memberikan
persembahan dan perpuluhan. Hal-hal tersebut seolah sudah menandakan seseorang
adalah seorang Kristen yang setia dan bertumbuh. Sedang untuk terlibat
pelayanan biasanya hanya “jatah” para elit rohaniwan, orang awam tidak bisa
turut berpartisipasi di dalamnya. Bilamana ada yang terlibat entah sebagai
penerima tamu, anggota paduan suara, pemimpin acara atau pujian plus penyanyi
latar dan pemain musik, penjaga OHP atau multimedia mereka semua harus melalui
kelas khusus terlebih dahulu yang dipandu oleh rohaniwan profesional setempat.
Sebagian besar jemaat hanya duduk dibangku dan menjadi penonton yang setia.
Bandingkan dengan jemaat mula-mula yang ditekankan untuk “saling berbagi”.
Sikap mereka adalah hendak membagikan sesuatu bagi saudaranya, entah doa,
nubuatan, pengajaran, kata-kata dorongan semangat, kesaksian pribadi,
mempersembahkan pujian dan karunia-karunia yang telah Roh Kudus karuniakan pada
masing-masing anggota. Tidak ada rasa takut
di dalam pertemuan atau ibadah sebab bila pun ada kesalahan, kita dapat
saling menasehati, membimbing, meluruskan suatu pandangan yang keliru bahkan
menegur dalam kasih. Setiap orang memiliki kesempatan untuk berbagi.
Sebagaimana yang tertulis di dalam 1
Petrus 2:5,9” Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah
rohani, bagi suatu imamat kudus,
untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan
kepada Allah. Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.”
Juga ada tertulis dalam Wahyu 5:10,”
Dan Engkau telah membuat mereka menjadi
suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan
memerintah sebagai raja di bumi.”
Melalui dasar ayat-ayat ini kita mengetahui dan mengenali bahwa setiap
orang percaya merupakan imam dihadapan Allah. Imam bukanlah sebuah gelar tetapi
fungsi kita dihadapan Allah. Sayangnya pengertian ini menjadi “luntur”. Gereja
modern menekankan ide bahwa “hanya” mereka yang memiliki panggilan khusus saja
dari Tuhan yang boleh menjadi imam. Kini penekanan kata imam lebih pada sebuah
jabatan, gelar atau memiliki surat pentahbisan. Hanya mereka yang telah
ditahbiskan saja yang boleh memberikan kontribusi dalam jemaat. Mengapa jemaat
gereja modern kita saat ini “suam-suam kuku”? Sebab perlahan tapi pasti jemaat
masa kini menjadi dingin dan apatis secara rohani, disebabkan sebagian “elit
rohaniwan” takut melibatkan “kaum awam” dalam pertemuan ibadah. Kecuali
melakukan “hal-hal kecil” yang tidak menyangkut penyampaian firman Tuhan.
Apa yang Alkitab katakan dalam 1
Korintus 12:20-27? “Memang ada banyak
anggota, tetapi hanya satu tubuh. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: “Aku
tidak membutuhkan engkau.” Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: “Aku
tidak membutuhkan engkau.” Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya
paling lemah, yang paling dibutuhkan. Dan kepada anggota-anggota tubuh yang
menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus.
Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian
khusus. Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah
telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang
tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan
dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling
memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut
menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita. Kamu
semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.”
Setiap anggota didorong untuk menggunakan karunia-karunianya untuk saling
membangun satu sama lain. Setiap orang penting dan diperlukan untuk menjadi
komunitas yang sehat.
3. Setiap orang memiliki karunia Tuhan dan belajar mempraktekkannya
Setiap orang yang percaya pada Yesus memiliki Roh Kudus yang hidup di
dalamnya sebagaimana ada tertulis dalam Roma
8:11,”Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang
mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari
antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya,
yang diam di dalam kamu.” Roh Tuhan memberi karunia kepada setiap orang untuk
terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Roma
12:4-6a,”
Sebab sama seperti pada satu
tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu
mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu
tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap
yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut
kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita.”
1 Korintus 12:4-11,” Ada
rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu
Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang
mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang
dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang
Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain
Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang
seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan
karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan
mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada
yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh.
Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh,
dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.
Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang
memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang
dikehendaki-Nya.
Jadi setiap kita belajar beriman untuk menggunakan karunia yang dimiliki
untuk membangun tubuh Kristus.
4. Tujuan pertemuan dalam gereja
Tujuan gereja perlu untuk bertemu adalah saling membangun kehidupan orang
percaya. Kini kita terjebak pada bertemu untuk bersama-sama menyanyikan lagu
pujian dan mendengarkan khotbah. Penyembahan sebenarnya bukan sekedar
menyanyikan beberapa lagu pujian, arti penyembahan lebih luas dari “hanya”
menyanyi. Penyembahan seharusnya merupakan gaya hidup, dimana pun kita berada
kita melakukan segalanya dalam takut akan Tuhan. Apa pun yang kita lakukan,
kita kerjakan untuk mempermuliakan Dia. Seringkali kita berpikir bahwa
“penyembahan” hanya dilakukan saat ibadah di gedung gereja saja. Itu kekeliruan
besar! Sebab penyembahan seharusnya terjadi 24 jam. Gaya hidup kita adalah
bukti dari apa yang kita sembah!
Tujuan utama gereja berkumpul adalah untuk saling membangun satu dengan
lainnya. Tujuan Tuhan memberikan beragam karunia adalah untuk saling membangun.
Efesus 4:20,”untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan
pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.”
1 Petrus 4:10-11,” Layanilah
seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap
orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. Jika ada orang yang
berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;
jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang
dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus
Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.
Kata Yunani untuk membangun ialah “oikodomeo” yang berarti membangun,
meneguhkan atau menguatkan. Digunakan dalam konteks membangun bangunan Allah.
Contohnya 1 Korintus 3:9,” Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah
ladang Allah, bangunan Allah.” Dan
dalam Efesus 2:21,”Di dalam Dia tumbuh seluruh
bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.”
Tujuan saling membangun ini agar bangunan Allah dikuatkan dan dibangun
berkesinambungan. Sehingga setiap orang percaya dapat mencapai kedewasaan
penuh.
Setiap orang percaya memiliki kebutuhan untuk dikuatkan dan menguatkan.
Kita perlu untuk berkumpul bersama untuk saling “mereparasi” sehingga kita bisa
terus makin dewasa dalam Tuhan. Hal ini hanya bisa terjadi jika ada pelayanan
“saling” dalam pertemuan kita.
Disadari atau tidak saat seseorang percaya kepada Yesus, ia menjadi bagian
dari keluarga Allah.
Bagaimana bersikap sebagai satu
keluarga dalam Allah?:
-
Selalu
hidup berdamai seorang akan yang lain (Markus 9:50)
-
Mengasihi
seorang akan yang lain (Yohanes 13:34-35, 15:12,17)
-
Kita
semua masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain (Roma 12:5)
-
Hendaklah
mengasihi seorang akan yang lain sebagai saudara (Roma 12:10)
-
Hendaklah
saling mendahului dalam memberi hormat seorang akan yang lain (Roma 12:10)
-
Hendaklah
kamu sehati sepikir dalam hidup bersama (Roma 12:16)
-
Berhenti
saling menghakimi seorang akan yang lain (Roma 14:13)
-
Saling
membangun seorang akan yang lain (Roma 14:19)
-
Hidup
rukun seorang kepada yang lain (Roma 15:5)
-
Saling
menasehati seorang akan yang lain (Roma 15:14)
-
Saling
bersalaman atau menyambut seorang akan yang lain dalam cium kudus (Roma 16:16)
-
Jika
berkumpul untuk makan, nantikanlah olehmu seorang akan yang lain (1 Korintus
11:33)
-
Supaya
tidak terjadi perpecahan dalam tubuh, seorang akan lain harus saling
memperhatikan (1 Korintus 12:25)
-
Saling
melayani seorang akan yang lain dalam kasih (Galatia 5:13)
-
Berkata
benar seorang akan yang lain (Efesus 4:25)
-
Ramah
dan mengampuni seorang akan yang lain (Efesus 5:32)
-
Tunduk
atau merendahkan diri seorang akan yang lain (Efesus 5:21)
-
Jangan
lagi saling mendustai seorang akan yang lain (Kolose 3:13)
-
Hendaklah
perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu (Kolose 3:16)
-
Hiburkanlah
seorang akan yang lain (1 Tesalonika 4:18)
-
Saling
memperhatikan, saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik (Ibrani
10:24)
-
Saling
menasehati seorang akan yang lain (Ibrani 10:25)
-
Jangan
saling memfitnah seorang akan yang lain (Yakobus 4:11)
-
Saling
mengaku dosa seorang akan yang lain (Yakobus 5:16)
-
Saling
mendoakan seorang akan yang lain (Yakobus 5:16)
-
Sungguh-sungguh
mengasihi dengan segenap hati (1 Petrus 1:22)
-
Berilah
tumpangan seorang akan yang lain tanpa bersungut-sungut (1 Petrus 4:9)
-
Bersekutu
seorang akan yang lain (1 Yohanes 1:7)
-
Dan
masih banyak lagi “saling” lainnya.
Wolfgang Simson dalam bukunya Houses That Changes The World menyatakan ada empat elemen sebagai kerangka jemaat
mula-mula, yang coba kami ringkas disini untuk melengkapi bahasan di atas
dari perspektif seorang Wolfgang Simson:
- Meating (Bertemu dan makan bersama)
Perpaduan antara kata meeting (pertemuan) dengan eating (makan). Sewaktu
Tuhan Yesus mengajar para murid maupun pengikutNya, biasanya mereka bertemu di rumah-rumah.
Mereka bertemu sambil makan dan minum, Yesus mengajar di meja makan, saat
sedang makan, bukan setelah makan. Kebiasaan ini diteruskan dalam jemaat
mula-mula (KPR 2:46). Makan merupakan tanda persekutuan, penerimaan,
kesepakatan dan kekeluargaan. Makan bersama merupakan salah satu elemen penting
sebab Rasul Paulus menuliskan dalam 1
Korintus 11:33,” Karena itu, saudara-saudaraku, jika kamu berkumpul untuk makan, nantikanlah olehmu seorang akan yang
lain.” Lukas pun menuliskan dalam Kisah
Para Rasul 20:7,”Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara
dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada
keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.”
Perjamuan Tuhan dalam jemaat mula-mula adalah makan sebenarnya dengan arti
simbolis, tapi kini kita menyebutnya dengan “perjamuan kudus” dimana kita makan
secara simbolis dengan arti sebenarnya. Teladan kita Tuhan Yesus, ingatlah
selalu bahwa untuk mengenang Dia, Ia memberikan perintah ini dalam perikop “Penetapan Perjamuan Malam” atau dalam bahasa Inggris The Last Supper
(Makan Malam Terakhir) Markus 14:22-25 Dan
ketika Yesus dan murid-murid-Nya
sedang makan, Yesus mengambil
roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan
berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap
syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan
itu. Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang
ditumpahkan bagi banyak orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak
akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang
baru, dalam Kerajaan Allah.”
- Saling mengajar untuk taat
Dalam budaya Ibrani tujuan pengajaran bukanlah transfer ilmu tetapi
memperlengkapi seseorang tentang bagaimana melakukan suatu hal tertentu dan
untuk menjelaskan kenapa berbagai hal itu ada, untuk menolong orang lain supaya
taat dan melayani Allah serta kehendakNya. Roma
1:5, “Dengan perantaraan-Nya kami
menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya
mereka percaya dan taat kepada nama-Nya.”
Metode pengajaran yang asli sifatnya relasional yang dirancang untuk
menghasilkan seorang murid Kristus melalui hati yang taat serta pelayanan yang
sesuai dengan karunianya.
Gaya pengajaran dapat berupa percakapan singkat (bukan khotbah), ilustrasi,
ibarat dan berbagai kisah yang biasanya disertai dan ditegaskan dengan
“anggukan dan gumaman tanda setuju” atau selaan sehat oleh pertanyaan dan suatu permintaan yang bersifat umum.
Inti pengajaran adalah kisah tentang Allah, diri kita, perjalanan sejarah
bumi dan bagaimana kita menyesuaikan kisah kita dalam kisahNya (His-story)
sendiri.
Dalam bahasa Yunani, kata yang sering diterjemahkan sebagai “berkhotbah”
dalam Perjanjian Baru adalah dialegomai yang arti sebenarnya adalah mengadakan
dialog antara sejumlah orang. Contohnya Kisah Para Rasul 20:7,” Pada hari
pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti,
Paulus berbicara (dialegomai) dengan saudara-saudara
di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung
sampai tengah malam.” Pada saat itu pengajaran bersifat interaktif dengan
adanya tanya jawab, dinamis dan suasananya tidak menengangkan (mereka
berkumpul, berbincang dan makan).
Tujuan akhir dari pengajaran adalah mentaati pengajaran, mendemonstrasikan
melalui perubahan hidup dan mulai mengajar orang lain (Matius 28:20)
- Saling membagi berkat materi dan rohani
Jemaat mula-mula memiliki kebiasaan dan salah satunya dicatat bahwa “Mereka
bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan
berdoa.” Kisah Para Rasul 2:42. Kata persekutuan di dalam ayat tersebut dalam
bahasa aslinya adalah koinonia yang berarti partisipasi dan kontribusi (saling
membagi apa yang dimiliki) dan hubungan yang intim. Oleh karena itu di dalam
ayat 44 dikatakan,” Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu,
dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan
bersama.” Kisah Para Rasul 2:44. Kata “bersama” berasal dari kata koinos yang artinya hampir sama dengan
kata koinonia dalam ayat 42.
Jemaat mula-mula mengekspresikan persekutuan dengan saling membagi berkat
jasmani sebagaimana ada tertulis,” Adapun kumpulan
orang yang telah percaya itu, mereka
sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari
kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa
yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang
melimpah-limpah. Sebab tidak ada
seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang
mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu
mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan
kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya (Kisah Para Rasul 4:32-35) dan
juga berkat rohani,” Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan
sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah,
atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya
itu harus dipergunakan untuk membangun.”(1 Korintus 14:26) Begitu pula di dalam
Efesus 5:19,” dan berkata-katalah seorang
kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani.
Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.”
Bagaimana mungkin mereka menghidupi pola kehidupan seperti itu? Jemaat
mula-mula percaya kepada Yesus, sebagai Tuhan dan Raja mereka, mereka bukan
lagi milik mereka sendiri melainkan milik Raja di atas segala raja, termasuk
milik kepunyaan yang ada pada mereka.
- Berdoa bersama
Doa merupakan detak jantung hubungan antara anak-anak Allah dengan Bapa di
sorga. Dalam Kisah Para Rasul 2:42 dinyatakan,” Mereka bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.”
Doa merupakan komunikasi dua arah, bukan doa searah saja dimana kita yang
banyak berbicara mengajukan petisi dan sebelum Tuhan menjawab kita sudah
berkata,”Amien.” Allah pun ingin berbicara pada kita baik melalui pembacaan
Alkitab (Ia mengingatkan kita sebuah ayat dari Alkitab), melalui anak Tuhan
lainnya, bahasa roh yang ditafsirkan, mereka yang memiliki jawatan kenabian,
melalui mimpi atau penglihatan bahkan dapat saja Tuhan mengutus malaikatNya
untuk menyampaikan suatu pesan khusus.
Jemaat mula-mula yang bertemu di rumah tidak memiliki agenda atau liturgi
pertemuan. Roh Kudus merupakan pemprakarsa agenda atau liturgi dalam pertemuan
ibadah. Ketika jemaat tidak tahu lagi apa yang harus mereka kerjakan, mereka
pun akan berdoa sampai Allah menyatakan isi hatiNya.
Jemaat mula-mula yang bertemu di rumah merupakan keluarga rohani dimana
seharusnya menjadi tempat paling aman untuk membuka diri, kita dapat
mempertanggungjawabkan tingkah laku, termasuk saling mengaku dosa. “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan
saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan
yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” (Yakobus 5:16)
Pengakuan dosa seharusnya menjadi bagian dari gaya hidup doa kita
sebagaimana Tuhan Yesus pun mengajarkan kita akan hal ini,” dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami
pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa
kami ke dalam pencobaan.” (Lukas 11:4)
Esensi Jemaat mula-mula
- Esensi jemaat mula-mula adalah keluarga dan komunitas.
-
Komunitas adalah kehendakNya bagi gereja yang lahir dari
keluarga orang percaya. Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas
seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya” (Kejadian 1:26-27a).
-
Keluarga merupakan tempat Allah menyatakan diriNya,” menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati
mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi.” (Kejadian 1:27b-28).
-
Keluarga dan komunitas merupakan alat
menjangkau dunia, “Beranakcuculah
dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi.”(Kejadian 1:28b).
- Jemaat mula-mula menekankan agar setiap orang percaya mengikuti teladan Yesus Kristus
-
Teladan ketaatan kepada Bapa di surga(Yohanes 5:36) yang datang merendahkan diri sebagai seorang hamba(Filipi 2:7).
-
Bersandar pada pimpinan, bimbingan dan
pertolongan Roh Kudus
(Lukas 4:18).
- Dinamika jemaat mula-mula adalah hidup dalam kasih dan kehendak Tuhan untuk pertumbuhan bersama sebagai keluarga Kerajaan Allah.
-
Saling berbagi dan membangun (Kisah Para Rasul 2:41-47).
-
Melaksanakan amanat agung secara natural,
penginjilan sebagai gaya hidup, sebagai terang dan garam dunia.
- Cara kerja dalam jemaat mula-mula adalah desentralisasi.
-
Penggembalaan jiwa-jiwa tidak terpusat
pada satu orang, tetapi setiap bagian saling memperhatikan, menasehati,
mengasihi dan mendoakan.
-
Pemuridan menjadi sesuatu yang natural di
dalam tiap pertemuan, bukan dalam
situasi sebuah kelas antara murid dan guru tetapi dalam sistem pembapaan.
-
Penginjilan merupakan bagian hidup dan dilakukan
oleh tiap jemaat gereja rumah sesuai dengan karunia, talenta dan kekhasannya
sebagai seorang individu.
- Pertumbuhan jemaat mula-mula adalah alamiah.
-
Pertambahan dan pertumbuhan terjadi secara
alamiah.
-
Pertumbuhan iman setiap jemaat terjadi
secara alamiah karena berlangsungnya proses perubahan nilai dalam komunitas.
- Wujud jemaat mula-mula adalah ibadah atau pertemuan sekota.
-
Pertemuan gereja di rumah atau suatu
tempat tertentu.
-
Ibadah sekota merupakan pertemuan setiap
gereja rumah (jejaring) yang ada dalam kota tersebut.
BAGAIMANA DENGAN ANAK KECIL DAN ANAK MUDA KITA?
Dalam gereja modern, kita sudah terbiasa dengan adanya program Sekolah
Minggu dan Ibadah kaum Muda. Dimana orangtua mempercayakan pertumbuhan iman
anak dan remaja mereka pada orang lain. Hingga terkadang bila anak atau remaja
mereka nakal yang disalahkan adalah guru sekolah minggu-nya atau ketua remaja
& pemuda-nya, yang tidak becus menanamkan kebenaran dalam diri putra putri
mereka. Benarkah itu tanggungjawab guru sekolah minggu dan ketua remaja-pemuda?
Dalam Ulangan 6:6-9 “Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah
engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau
mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di
dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada
pintu gerbangmu.”
Orangtua memiliki tanggungjawab memperkenalkan Tuhan pada anak-anaknya dan
memastikan bertumbuh di dalam Dia. Ingat kita sebagai orangtua-lah yang
bertanggungjawab langsung kepada Tuhan, jadi kita harus berhenti menyalahkan
orang lain bila anak kita “nakal”.
Teladan kita adalah Tuhan Yesus, Ia tak pernah menolak anak-anak kecil
dalam pertemuanNya. Saat Ia memberi makan lima ribu orang disitu hadir pula
wanita dan anak-anak (Matius 14:21). Begitu pula kala Ia memberi makan empat
ribu pria dewasa, disitu juga hadir wanita dan anak-anak (Matius 15:38). Para
rasul pun dalam Kisah Para Rasul 21:5b,” Murid-murid semua dengan isteri dan
anak-anak mereka mengantar kami sampai ke luar kota; dan di tepi pantai kami
berlutut dan berdoa.”
Dalam jemaat mula-mula tidak ada pemisahan program, semua terlibat dalam
satu kesatuan. Tidak diketemukan ayat dimana sebelum berkhotbah atau mengajar
Tuhan Yesus meminta anak-anak dipindahkan agar tidak mengusik orasinya. Bahkan
kita tahu anak-anak merasa aman dan nyaman berada di dekat Tuhan Yesus. Dalam
Matius 18:1-5, “Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan
bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” Maka Yesus memanggil
seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu
tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi
seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti
ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”
Banyak sekali orangtua yang merasa serba salah bila saat kebaktian
tiba-tiba anak mereka rewel. Apalagi semua pandangan tak senang ditujukan pada
pasangan tersebut. Saya dulu pun “pendeta” yang tidak suka anak kecil
mengganggu alur khotbah yang sedang saya coba bangun. Sangat mengganggu sekali
ketika seorang anak kecil ribut di tengah penyampaian khotbah hingga kadang
mengakibatkan saya lupa khotbahnya sudah sampai dimana. Tetapi lalu saya menyadari dan bertobat,
ketika anak ribut di tengah ibadah dapatkah saya menguasai diri dan tetap
tenang? Apakah karakter Kristus yang tampak atau karakter boss yang tidak suka
perkataannya dipotong? Bila Tuhan Yesus tidak pernah terganggu dengan kehadiran
anak-anak, mengapa saya merasa terganggu?
Tidak diketemukan satu ayatpun yang berbicara mengenai pelayanan sekolah
minggu atau pun ibadah remaja-pemuda. Tidak diketemukan ayat yang berbicara
mengenai pelayanan atau karunia mengajar anak-anak dan remaja-pemuda. Tidak ada
jabatan guru sekolah minggu atau ketua pemuda atau gembala kaum muda.
Anak membutuhkan teladan dan bimbingan dari orangtuanya dalam hal
kerohanian. Program sekolah minggu itu baik (it’s a good idea) tetapi sesuatu
yang baik belum tentu rencana Tuhan yang sempurna (God’s idea). Tahukah Anda
bahwa Axel Rose, vokalis grup rock Guns and Roses, merupakan murid teladan di
Sekolah Minggu yang dapat menghafalkan banyak ayat? Atau tahukah anda bahwa
Marylin Mason, vokalis grup rock Marylin Mason, merupakan murid Sekolah Minggu
yang “terluka” oleh sikap gurunya yang sering merendahkan dan mengejeknya? Hingga akhirnya menjadi
seorang penyanyi dan penulis lagu yang menentang kekristenan, ia kini menjadi
seorang satanist (penyembah Setan). Sebastian Bach, vokalis grup Skid Row,
merupakan anak dari keluarga Pentakosta yang taat tetapi akhirnya menjadi
pemberontak sebab dibesarkan untuk mengikuti aturan-aturan agama yang ketat
tanpa ada kasih. Bagaimana dengan anak pendeta? Inban Caldwell merupakan anak
seorang pendeta gereja Anglikan di Singapura, beliau bercerita bagaimana beliau
pernah terluka oleh disiplin sang ayah yang mewajibkan anak-anaknya patuh
terhadap aturan agama. Hingga saat remaja beliau pun menjadi “pemberontak” dan
dianggap mencoreng reputasi sang ayah. Sampai Inban Caldwell bertemu Tuhan
Yesus secara pribadi, dan perisitiwa itulah yang mengubah kehidupannya....bukan
program agama. Program agama tidak dapat membuat anak-anak kita takut akan
Tuhan mereka butuh kasih, perhatian, bimbingan dan teladan dari orangtua.
Program anak mungkin memberikan banyak informasi Alkitab tetapi belum tentu
merubah karakter anak.
Bila kita hendak mempraktekkan pola ibadah jemaat mula-mula, maka kita
harus menyadari bahwa kita harus membangun hubungan yang akrab diantara orang
dewasa maupun anak-anak kita. Dimana bila rasa persaudaraan terbangun kuat dan
terbuka, kita dapat merasa aman satu dengan yang lain. Kita harus memupuk rasa
kasih sayang bukan saja bagi saudara-saudara kita yang telah dewasa tetapi juga
menerima anak mereka seperti anak kita sendiri.
Anak-anak dapat terlibat secara proaktif dalam pertemuan ibadah kita. Bukan
hanya orangtua yang dapat memainkan musik atau mengajak menaikkan lagu pujian!
Anak-anak pun dapat bermain musik dan mengajak bernyanyi memuji Tuhan. Mereka
dapat bersaksi, membaca ayat firman Tuhan, dan lain-lain. Kreativitas pun dapat
kita kembangkan dalam pertemuan-pertemuan ibadah kita, bila orang dewasa merasa
bosan dapat dipastikan hal itu pun membosankan bagi anak-anak dan remaja kita.
Kita tetap saja dapat menampilkan acara yang menarik bagi anak-anak maupun
remaja kita umpamanya para orangtua memainkan panggung boneka, atau
menyampaikan firman Tuhan dengan kostum tertentu, atau menonton video yang memiliki
nilai kebenaran.
Pertemuan dari rumah ke rumah pun mengajarkan pada kita untuk menerapkan
etika dan sopan santun. Menghargai rumah saudara kita dengan menjaga harta
miliknya dan menghargai aturan dalam rumahtangga tersebut.
Dalam kebersamaan beribadah seharusnya membuat anak merasa aman bersama
orangtuanya dan tidak merasa jadi warga kelas dua di ruangan lain atau lebih
parah merasa disisihkan. Anak itu masih kecil ia belum dapat mengungkapkan
perasaannya secara utuh. Diamnya seorang anak bukan berarti dia baik-baik saja
dapat saja ia mengalami trauma.
Suatu hari saya bertanya kepada Wolfgang Simson melalui email mengenai
bagaimana menangani anak-anak yang ribut? Jawabannya adalah,”Masalah itu adalah
baik bagi para orang dewasa, apakah buah roh kesabaran dan penguasaan diri
sudah matang atau belum dalam diri kita. Bukan masalah keributannya tetapi
bagaimana cara kita menangani anak-anak kita dengan benar.”
APAKAH INI MERUPAKAN SEBUAH PERGERAKAN YANG
TERJADI SELURUH DUNIA?
Ya, ini merupakan sebuah pergerakan pemulihan Tuhan yang dinyatakan pada
banyak sekali orang di muka bumi. Saya akan mengambil kisah Robert Fitts Sr dan
Dan Hubbell di Amerika Serikat.
Pada tahun 1969 Tuhan berbicara kepada Robert
Fitts Sr (Pendiri dari Outreach Fellowship International, mantan pendeta
Gereja Baptis, ayahanda penyanyi rohani Bob Fitts Jr) agar berdoa syafaat untuk menghasilkan murid di
setiap bangsa. Empat tahun sebelumnya Tuhan memberikan ayat firman Tuhan dalam
Mazmur 2:8 “Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu
menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu” menjadi rhema.
Beliau mulai merencanakan untuk memultiplikasikan para murid dengan
berkonsentrasi pada memuridkan satu orang, mengajar dan memberikan teladan hal
yang harus dikerjakan dan mengharapkannya untuk melakukan hal yang sama. Jadi
pada waktu itu beliau percaya bahwa akan terjadi terobosan dimana para murid
akan terlahir dan bermultiplikasi di semua bangsa melalui doa, iman dan
kesabaran. Setelah bertahun-tahun berdoa dengan sungguh-sungguh dan terus
bergerak sesuai visi yang Tuhan berikan maka beliau tersadar cara terbaik
memuridkan seseorang adalah melalui kelompok kecil yang beranggotakan para
murid (orang-orang percaya yang mau bertumbuh).
Pada musim gugur tahun 1990 beliau tengah berdoa di kota Riverside,
California. Saat tengah berdoa beliau merasa terdorong untuk membaca majalah
Mission Frontiers, yang diterbitkan oleh DR. Ralph Winter. Dalam salah satu
artikel yang ada dalam majalah tersebut dikatakan ada gerakan Allah yang luar
biasa di Cina, yaitu “gerakan gereja rumah”. Seketika itu juga roh beliau
terasa hendak meledak mendapatkan pewahyuan ini. GEREJA RUMAH!!! Beliau
bersukacita sebab kini dapat menanam banyak gereja tanpa ketakutan dalam masalah biaya-biaya yang
selama ini membatasi gerakan penanaman gereja dan menghasilkan murid di
bangsa-bangsa lain.
Selama beberapa tahun sebelumnya beliau telah mempelajari sejarah
pertumbuhan gereja yang luar biasa pada abad pertama dan kedua Masehi. Kini
beliau membaca kembali apa yang terjadi di Cina mirip dengan yang terjadi di
kitab Perjanjian Baru.
Robert Fitts Sr akhirnya menuliskan hasil penyelidikan dan juga kesaksian
bagaimana akhirnya beliau menghidupi pola gereja Perjanjian Baru saat ini.
Semuanya beliau tuangkan dalam buku berjudul The Church in the House. Pelayanan
beliau memiliki visi 4H yaitu: House church (gereja rumah), House of prayer
(Rumah Doa), House of healing (rumah kesembuhan) dan Home Bible College
(Sekolah Alkitab di rumah). Rumah sebagai gereja/tempat ibadah, rumah doa, tempat mujizat Allah terjadi
menyembuhkan umatNya dan juga sekolah Alkitab dimana setiap anak Tuhan mengerti
kitab sucinya.
THE 4H VISION (VISI 4H) - Gereja di Rumah yang
menjangkau dunia
Rumah menjadi pusat pelayanan
yang natural, Robert Fitts dari Outreach Fellowship International, memiliki
pandangan yang luar biasa untuk hal ini, bagaimana rumah dimana kita tinggal
dapat menjadi alat untuk bersekutu, berkat dan pusat pembelajaran. Kita akan
bahas visi 4H, yang beliau praktekkan baik di Amerika Serikat maupun
negara-negara lain. Saya berharap kita mendapatkan sebuah gambaran mengenai apa
yang dapat kita lakukan di dalam dan melalui rumah. Gereja berhubungan dengan
kehidupan kita sehari-hari dan bukan masalah sekedar aktivitas keagamaan.
Bila disini saya
mengulas mengenai cara kerja dan model gereja rumah yang dimentor oleh Robert
Fitts, bukan ini berarti satu-satunya model. Ini merupakan salah satu cara
saja, kita semua harus mempelajari Alkitab dan bertanya pada Tuhan, apakah rencanaNya
bagi komunitas atau gereja di rumah kita.
Pernyataan misi
Rumah
menjadi pusat gereja (persekutuan orang percaya), sekolah Alkitab, rumah
kesembuhan dan rumah doa untuk penggenapan Amanat Agung.
1.
HOUSE
CHURCHES (Gereja-gereja rumah)
Sebuah gereja rumah adalah gereja yang bertemu dalam sebuah
rumah. Gereja berjalan ketika dua atau tiga pengikut Yesus berkumpul bersama. Dia
berjanji akan hadir tiap kali kita berkumpul. Kata “gereja” secara sederhana
diartikan “kumpulan orang yang telah dipanggil keluar." Apa yang gereja
mula-mula lakukan saat mereka berkumpul? Di dalam kitab Kisah Para Rasul dan
surat-surat Paulus lainnya kita membaca bahwa mereka bertemu di rumah-rumah,
makan makanan bersama, mengadakan perjamuan, mempelajari doktrin para rasul,
saling mendoakan dan melayani seorang pada yang lain. Gereja rumah kembali
kepada kesederhanaan dari gereja purba. Pendekatan sederhana ini telah
diimplementasikan di banyak negara di seluruh dunia, terutama Cina dan India!
2.
HOUSES
OF PRAYER (Rumah Doa)
Kuasa doa tidak dapat diprediksikan. John Wesley berkata,
"Allah tidak melakukan apa-apa selain menjawab doa." Hal terbesar
yang dapat kita lakukan bagi Allah atau sesama kita adalah berdoa. Rumah di
mana kita tinggal menjadi rumah doa segala bangsa, untuk mendoakan
bangsa-bangsa, kebutuhan kota dan juga saling mendoakan diantara anggota
komunitas. DOA ITU BEKERJA, SEBAB DOA BEKERJA, MAKA ALLAH BEKERJA MELALUI DOA.
3.
HEALING
ROOMS (Rumah/ruang kesembuhan)
Ruang kesembuhan juga bertemu di rumah-rumah. Bilamana biasanya
kita membawa orang ke acara kebaktian kesembuhan ilahi untuk mendapatkan
mujizat, kini kita menggunakan rumah dimana kita tinggal untuk mendoakan mereka
yang sakit atau mempunyai masalah dalam kehidupannya. Kita memperlengkapi
setiap anggota komunitas (gereja rumah) untuk melayani sesamanya. Kita
mempercayai bahwa Tuhan masih melakukan mujizat, dan kita sebagai keluarga di
dalam Allah akan mendampingi terus konseli kita sampai ia dapat melalui problem
yang ia tengah hadapi.
4.
HOME
BIBLE COLLEGES (Sekolah Alkitab di rumah)
Dalam Kisah Para Rasul 19 Paulus berada di ruang kuliah
Tiranus dimana ia berdiskusi setiap hari mengenai firman Tuhan. Hal ini
berlangsung selama dua tahun, hingga semua orang Yahudi dan Yunani yang tinggal
di propinsi Asia mendengar firman Tuhan. Allah melakukan banyak mujizat melalui
Paulus. (Kis 19:9-10) Propinsi Asia itu sebesar negara bagian California, di
Amerika Serikat. Bahkan orang yang menentangnya berkata,”Sekarang kamu sendiri
melihat dan mendengar, bagaimana Paulus, bukan saja di Efesus, tetapi juga
hampir di seluruh Asia telah membujuk dan menyesatkan banyak orang dengan
mengatakan bahwa apa yang dibuat oleh tangan manusia bukanlah dewa.”(Kis 19:26)
Mereka mengakui keefektivan sekolah yang diprakarsai oleh Paulus. Hal ini pun
dapat kita lakukan di rumah-rumah kita, dengan membaca dan membahas Alkitab
bersama-sama. Dimana semua terlibat membaca, mendiskusikan ayat firman Tuhan
tersebut bersama dimana semua saling belajar.
Robert Fitts mengajak setiap
orang percaya menjadikan rumah dimana kita tinggal sebagai pusat kehidupan dan
berkat bagi orang yang tinggal di sekitar kita.
Dan Hubbell merupakan pendeta dari Southern Baptist
Church dan tugas terakhirnya adalah gembala sidang di Winnsboro, Texas selama
10 tahun (1969-1979). Hingga kini beliau sekeluarga tetap tinggal di sana
memiliki usaha motel. Beliau merasakan panggilan yang kuat dalam jawatan
apostolik. Motivasi beliau dalam pelayanan adalah mengasihi Yesus secara
mendalam dan tubuhNya, gereja.
Sebenarnya sejak tahun 1966 Tuhan sudah mengajarkan beliau mengenai
karakeristik gereja
Perjanjian Baru. Tuhan menunjukkan bagaimana para murid hanya terfokus pada
Yesus, saling mengasihi dalam persekutuan, makan bersama, bertemu dari rumah ke
rumah, menekankan pentingnya doa, berbicara senantiasa mengenai salib dan
kebangkitan, mengajarkan firman Tuhan, bersaksi pada yang terhilang, fokus pada
menghasilkan murid dan memperlengkapi orang kudus.
Sebagai gembala sidang dalam sebuah institusi beliau telah berupaya
mengimplementasikan hal-hal di atas kepada jemaat tetapi terbentur oleh tradisi
gereja. Dimana pada akhirnya beliau “membentur tembok” dan mengalami krisis
sebab mengetahui isi hati Tuhan dan kebenarannya tetapi tidak dapat
mentaatinya.
Tuhan menyatakan pada beliau untuk berhenti menuangkan anggur baru ke dalam
kantong anggur yang lama. Hingga akhirnya beliau mengambil keputusan untuk
mengundurkan diri dari penggembalaan. Tuhan menyatakan kepada
beliau,”Barangsiapa telah puas dengan anggur yang lama tidak akan menghendaki
anggur baru. Mereka akan berkata bahwa anggur yang lama jauh lebih baik.”
Tuhan memberikan “makanan keras” bagi beliau diantaranya untuk selalu taat
dan percaya pada Tuhan tidak peduli apa yang dipikirkan, dikatakan dan
dilakukan orang lain, menyerahkan “pelayanannya” hingga Ia dapat memberikan
pelayanan yang Tuhan percayakan pada waktunya, melayani sebagai “pembuat tenda”
atau pelayanan mandiri dengan mencukupi kebutuhan sendiri, melayani sesama dan
senantiasa berdiam dan menantikan Tuhan.
Dan Hubbell memiliki hati seorang ayah dan beliau berkeliling dunia
memperlengkapi baik gereja rumah maupun gereja institusi yang terbuka untuk
pembaharuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar