Jumat, 28 Juli 2017

Panggilan untuk Memberitakan Injil

Panggilan untuk Memberitakan Injil
Shalom,
Sering kali, seseorang melawan ketidaknyamanan terhadap sesuatu dengan mengeluarkan banyak alasan yang akan membuatnya memiliki kesempatan untuk aman. Bagaimana dengan pemberitaan Kabar Baik bagi jiwa-jiwa terhilang? Apakah hal ini menjadi sesuatu yang nyaman bagi Saudara? Kebanyakan tidak sehingga kegiatan ini sering kali dihindari. Banyak sekali alasan yang akan diutarakan untuk menolaknya, mulai dari anggapan bahwa itu bukan bagiannya, bukan panggilan, sampai ada yang terus terang dan berkata, "Saya takut ditolak jika harus menyampaikan tentang kekristenan, apalagi menyampaikan Injil." Bersyukurlah karena Tuhan tidak pernah memiliki alasan untuk tidak mengasihi kita. Andai Ia mengeluarkan satu alasan kecil saja, "Aku tidak mau engkau selamat karena engkau menolak panggilan-Ku untukmu," celakalah kita. Cobalah untuk melihat siapakah Dia dan siapakah kita, Dia Tuhan dan kita adalah hamba-Nya. Dia berkuasa dan kita lemah, Dia sumber dan kita adalah peminta.
Dalam edisi e-JEMMi kali ini, redaksi akan menyajikan sebuah artikel menarik yang akan membawa kita untuk mengerti dan menghindari empat alasan utama mengapa seorang yang dipanggil tidak mau mengerjakan tugasnya. Kiranya setelah membaca artikel ini, hati dan pikiran kita semua akan semakin terbuka untuk mengambil bagian dalam pemberitaan Injil. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.
Ayub T.
Staf Redaksi e-JEMMi,
Ayub T.
 
ARTIKEL
Empat Alasan Kita Tidak Menceritakan Injil
Halaman saya dikotori dengan bunga gulma kuning yang mengerikan. Ya, dandelion. Sebagai anak-anak, sangatlah menyenangkan untuk memetik satu bunganya yang berwarna putih, memegangnya, dan memutar-mutarnya. Perlakuan itu akan menyebabkan serbuk-serbuknya tersebar ke udara, dan akhirnya mendarat lagi di rumput. Pada saat itu, saya tidak menyadari bahwa saya telah menyebarkan gulma liar yang menyerang ini sehingga mengganggu pertumbuhan rumput yang dirawat dengan hati-hati. Sekarang, sebagai pemilik rumah dan pemilik kebun, setiap akhir pekan saya bekerja keras untuk mencabut gulma ini yang tampaknya terus menyebar, terlepas dari apa yang saya lakukan untuk menghentikannya.
Dandelion berkembang biak dan tersebar secara alami, seperti halnya Injil. Pertimbangkan sejenak bagaimana berita tentang Yesus tersebar ke mana pun ia pergi (Markus 1:21-28; 40-45; 5:1-20). Meskipun Yesus berusaha untuk tidak menunjukkan kegemparan, ketenaran dan penyembuhan dari-Nya menyebar secara jauh dan luas. Seperti halnya dandelion matang yang berhamburan terkena angin, yang bertumbuh di mana pun ia diterbangkan. Perjalanan Injil adalah seperti itu, dari orang ke orang, keluarga ke keluarga, dan dari masyarakat ke masyarakat.
Firman Allah melejit seperti itu, dengan caranya sendiri, dalam kitab Kisah Para Rasul:
Jadi, jika firman Allah -- kabar baik tentang Yesus Kristus -- secara inheren memiliki kekuatan untuk meningkat dan berlipat ganda melalui karya Roh Kudus, mengapa penginjilan begitu sulit? Mengapa kita tidak membagikan Injil lebih daripada yang kita lakukan? Kita perlu bertanya apakah kita adalah angin segar yang menyebabkan benih kabar baik dapat tersebar, atau sebaliknya, kendala yang mencegahnya untuk bergerak lebih jauh dan lebih cepat. Sayangnya, banyak dari kita yang lebih menyerupai seperti dinding dibandingkan angin. Akan tetapi, mengapa?
Empat Kendala Penginjilan
  1. Kurangnya Pengetahuan tentang Injil
    Berapa kali Anda mendengar Injil dalam khotbah, buku, atau percakapan? Jika Anda sudah menjadi orang Kristen, bahkan untuk waktu yang singkat, Anda memiliki kemungkinan mendengar Injil ratusan kali. Namun, banyak dari kita masih berjuang untuk mengartikulasikan kebenaran Injil dalam cara yang sederhana, koheren, dan dimengerti. Bisakah Anda berbagi pesan penting dari Injil dalam waktu enam puluh detik saat ini juga?
  2. Apatis
    Beberapa dari kita tak terlalu peduli tentang orang-orang yang terhilang. Kita tidak akan pernah mengatakannya, tetapi prioritas dan kehidupan kita mengungkapkannya. Kita tidak menyiapkan waktu dalam jadwal kita yang sibuk untuk berinteraksi dan terlibat dengan mereka yang tidak mengenal Kristus. Kita telah lama berhenti berdoa untuk orang yang terhilang di lingkungan dan tempat kerja kita. Kita tidak memiliki teman non-Kristen dan nyaris tanpa ikatan dengan mereka. Orang yang terhilang berada dalam prioritas yang rendah. Misalnya, kapan terakhir kali Anda mengundang seseorang yang tidak mengenal Kristus ke rumah Anda?
  3. Takut
    Apa yang orang lain pikirkan tentang saya? Bagaimana jika mereka tidak menyukai saya atau keluarga saya? Beberapa orang dilumpuhkan oleh pikiran tentang menjadi tidak disukai, terpinggirkan, ditertawakan, atau terang-terangan diejek. Kita takut akan kehilangan bisnis atau tidak mendapat promosi. Bagaimana jika mereka berhenti mengundang anak-anak saya ke pesta ulang tahun? Bagaimana jika membicarakan tentang Kristus membuat tetangga saya menjadi canggung? Bagaimana jika mereka menyamakan saya dengan Ned Flanders atau sekte Westboro Baptist Church?
  4. Kurangnya Belas Kasih
    Kita kurang memiliki belas kasih bagi yang terhilang. Kita telah lama melupakan bagaimana rasanya hidup tanpa harapan, hilang, dan terpisah dari Kristus. Kita jarang mempertimbangkan bahwa mereka yang tidak mematuhi Kristus "akan mengalami hukuman kebinasaan yang kekal, jauh dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuasaan-Nya" (2 Tesalonika 1:9). Kita hanya tidak terlalu peduli. Kita dapat mengatakan bahwa kita peduli, tetapi kita jarang menangis kepada Tuhan untuk keselamatan tetangga, rekan kerja, dan teman sekelas kita yang terhilang. Belas kasih Paulus dalam Roma 9:3 adalah hal yang benar-benar asing bagi kita: "Sebab, aku berharap agar diriku terkutuk, terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani".
Kita Mengatasi Kendala Bersama, Tidak Sendirian
Jika melakukan pemuridan adalah misi kita (Matius 28:18-20), bagaimana pengikut Kristus dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut sehingga dapat menjadi saluran anugerah kepada yang terhilang? Salah satu cara utama agar kita dapat mengatasi kurangnya pengetahuan akan Injil, perasaan apatis, rasa takut, dan kurangnya belas kasih adalah dengan berkumpul bersama dengan sesama orang percaya untuk mengingat dan menumbuhkan panggilan dan keyakinan inti kita.
Kita adalah orang-orang yang telah mati untuk diri kita sendiri dan hidup bagi Kristus (Galatia 2:20). Kita memiliki hak istimewa yang mendalam, untuk saling mendorong dalam mengasihi dan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, yang telah Allah tetapkan sebelum kita (Ibrani 10:24; Efesus 2:10). Beberapa karya yang baik tersebut akan menjadi kesaksian lisan terhadap kasih karunia Allah dalam hidup kita dan dalam pemberitaan Injil Yesus Kristus bagi yang terhilang.
Dalam konteks komunitas Kristen, orang percaya lainnya dapat berbicara dan mengingatkan kita pada kebenaran sejati yang perlu kita dengar. Dietrich Bonhoeffer menyatakannya demikian:
"Kita berbicara satu sama lain atas dasar pertolongan yang sama-sama kita butuhkan. Kita saling menasihati untuk melakukan dengan cara yang Kristus perintahkan untuk kita lakukan. Kita memperingatkan satu sama lain untuk melawan ketidaktaatan yang menjadi kehancuran kita bersama. Kita bersikap lembut dan kita bersikap keras satu dengan yang lain karena kita sama-sama mengetahui, baik kebaikan maupun didikan keras dari Allah." (Life Together, 106)
Semua orang Kristen memerlukan sesama orang percaya untuk membantu mereka bertumbuh dalam pemahaman mereka tentang Injil. Kita semua membutuhkan orang lain dalam hidup kita, yang memacu kita untuk memberi kasih sayang yang lebih besar dan semangat untuk mencintai yang terhilang dengan berbagi kabar baik tentang Yesus dengan rela, yakin, dan berani. Berikut bagaimana keempat cara ini dapat berhasil dalam sebuah komunitas.
Empat Langkah untuk Membagikan Injil dengan Lebih Baik
  1. Berdoa Bersama untuk yang Terhilang
    Sebagai orang Kristen yang berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil atau masyarakat misi, kita harus membuat prioritas untuk berdoa bagi yang terhilang di samping keprihatinan biasa dalam doa-doa kita. Dalam Kisah Para Rasul 4:23-31, setelah Petrus dan Yohanes dilepaskan dari penjara, para murid berkumpul untuk berdoa agar Tuhan memberi mereka keberanian untuk menyatakan firman-Nya. Jika gereja awal perlu berdoa bagi semangat penginjilan dan keberanian yang lebih besar, berapa besar lagi kita perlu mendoakan hal yang sama di dalam pertemuan kita?
    Salah satu cara sederhana untuk secara konsisten melakukan hal ini dalam sebuah studi Alkitab atau dalam kelompok kecil adalah dengan menyimpulkan studi Anda dengan pertanyaan ini: kebenaran apa yang kita pelajari tentang Allah dan kepada siapa kita dapat membagikannya dalam lingkungan atau jangkauan kita? Hal ini secara alami dapat menjadi transisi untuk mendoakan mereka yang perlu mengenal Kristus dalam hidup kita. Saat kita berdoa agar Tuhan bekerja dalam kehidupan teman-teman kita yang terhilang, sikap apatis ditransformasikan pada keinginan dan kesiapan untuk menjangkau orang lain demi Kristus.
  2. Mengingat Injil Bersama-Sama
    Dalam 2 Timotius 2:8-13, Paulus mengingatkan Timotius tentang kebenaran Injil untuk mendorongnya agar berpegang dan setia terhadap pesan yang telah dipercayakan kepadanya. Jika Timotius -- seorang anak didik dari Paulus, seorang hamba yang setia, seorang pendeta, pengkhotbah dan guru -- perlu diingatkan terus tentang kebenaran Injil, berapa banyak lagi bahwa Anda dan saya perlu diingatkan tentang kebenaran kekal dari Injil?
    Banyak dari tindakan saling mengingatkan ini terjadi dalam konteks perkumpulan dengan sesama orang percaya. Sebagai umat Tuhan yang mengingat kebenaran-Nya, -- dari minggu ke minggu di rumah-rumah dan dalam perkumpulan ibadah -- kita memerangi amnesia Injil dengan mengingatkan satu sama lain bahwa misi Allah adalah untuk menyelamatkan orang berdosa melalui karya Yesus, Anak-Nya. Saat kita mengulang memberitakan Injil kepada diri kita sendiri dan kepada yang lain, kita akan lebih siap untuk membicarakannya lagi kepada orang-orang yang tidak mengenal Kristus.
  3. Terapkan Injil Secara Bersama-Sama
    Dalam Galatia 2:11-14, Paulus menentang Petrus karena sikap dan perilaku Petrus tidak sesuai dengan Injil. Demikian pula, kita membutuhkan sesama orang Kristen yang akan memberi tahu kita bahwa adalah masalah untuk tidak peduli tentang mereka yang terhilang. Sikap tersebut tidak sesuai dengan Injil. Ketika rasa takut dan apatis diperlihatkan, itu adalah kesempatan baru untuk menerapkan Injil dalam kehidupan kita sendiri. Jika kita takut dengan apa yang orang lain mungkin pikirkan, kita akan diingatkan bahwa identitas kita ada dalam Kristus dan hidup kita adalah milik-Nya. Jika kita kurang berbelas kasih, kita ditegur ketika kita mengingat akan belas kasih Allah yang mendalam bagi domba tanpa gembala.
  4. Membuktikan Kekuatan Injil Bersama-Sama
    Jika kita tidak percaya dengan kecukupan Injil, kita tidak akan pernah membagikannya secara berani dan sederhana. Namun, jika kita benar-benar percaya bahwa firman Allah melakukan pekerjaan pertobatan melalui kuasa Roh Kudus-Nya, kita tidak akan malu-malu berbagi kebenaran yang sederhana dan tanpa hiasan dari Injil. Suatu Injil yang dipotong dan tidak memadai akan cepat ditinggalkan dan tidak pernah dibagikan. Namun, Injil yang dapat menyelamatkan oleh kasih karunia melalui iman -- terlepas dari pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan -- sebagai pemberian cuma-cuma (Efesus 2:8-9) akan dipercaya, berharga, dan dinyatakan dengan berani.
Bersama dengan sesama orang percaya, kita harus saling mengingatkan tentang kecukupan firman Allah untuk melakukan pekerjaan-Nya bagi tujuan-Nya. Jika kita yakin pada kemampuan Injil untuk mengubah hidup, kita dapat secara berani dan tanpa pandang bulu memberitakan kabar baik ini dengan kasih yang berkorban bagi mereka yang terhilang, dengan harapan bahwa beberapa orang akan diselamatkan. (t/N. Risanti)
Diambil dan diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat URL : http://www.desiringgod.org/articles/four-reasons-we-don-t-share-the-gospel
Judul asli artikel : Four Reasons We Don�t Share the Gospel
Penulis artikel : Steven Lee
Tanggal akses : 10 November 2016
 
PROFIL SUKU LOKAL
Bolango
Pendahuluan/Sejarah
Mereka mengatakan kata Bolango berasal dari kata balangon yang berarti 'laut/lautan'. Orang-orang Bolango adalah orang-orang Gorontalo yang telah berkelana ke suatu daerah di provinsi Sulawesi Utara kemudian menikah dengan orang-orang Bolaang yang berasal dari daerah itu.
Persatuan yang dihasilkan antara kedua bangsa ini juga menciptakan penggabungan bahasa dan pencampuran budaya yang menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang dimiliki oleh orang Bolaang atau Gorontalo sebelumnya. Saat ini, Bolango tinggal di daerah perbatasan antara Gorontalo dan Sulawesi Utara, di Kabupaten Bolaang Uki, di Kabupaten Bolaang Mongondow di provinsi Sulawesi Utara. Itu sekitar 3-4 jam di sebelah timur kota Gorontalo. Bahasa Bolango adalah bagian dari kelompok linguistik yang lebih besar yang disebut keluarga Gorontalik yang juga mencakup bahasa Bintauna, Kaidipang, Buol, Gorontalo, Lolak, dan Suwawa.
Seperti Apa Kehidupan Mereka?
Sejak awal, masyarakat ini memiliki tiga cara gaya hidup bersama. Ketiga metode kehidupan ini masih berlangsung hari ini. Mereka adalah: (1) Pogogutat, potolu adi', (2) Tonggolipu', dan (3) Posad (mokidulu). Tujuan hidup bersama adalah sama, tetapi bentuk ungkapannya agak berbeda. Pogogutat, potolu adi' ada hubungannya dengan keluarga. Pogogutat berasal dari kata utat yang berarti 'saudara' (sibling, sepupu). Potolu adi' berasal dari kata Tolu adi' (motolu adi') yang berarti 'ayah, ibu dan anak' (menjadi istri dan anak). Tradisi budaya yang khas dalam masyarakat umum adalah orang-orang akan saling menyapa saat mereka berpapasan di jalan tanpa berhenti. Mereka menyebut ini mogimbalu'. Imbalu' (ucapan) adalah tanda hormat kepada orang lain. Mereka mungkin atau bahkan mungkin tidak mengenal orang itu. Bentuk ucapan ini seperti mengucapkan "Selamat pagi" atau yang serupa. Wilayah Bolaang dulunya agak terbelakang. Namun, saat ini, dengan pembangunan jalan raya Selatan sebagai jalur alternatif antara Sulawesi Utara dan Gorontalo, pembangunan ekonomi telah dibangkitkan. Namun, jalannya tidak terlalu ramai dan jembatannya rusak karena banjir bandang. Penghasilan masyarakat meningkat karena pembukaan pabrik pengolahan ikan di Bitung yang menangani produksi tuna Bolaang.
Apa Kepercayaan Mereka?
Orang-orang Bolango mayoritas beragama Islam. Ada juga orang Bolango yang memeluk agama lain. Tidak banyak orang nonmuslim yang tinggal di daerah Bolango, terlepas dari kenyataan bahwa kelompok ini tinggal sangat dekat dengan kelompok orang Minahasa, yang mayoritas Kristen.
Apa Kebutuhan Mereka?
Penebangan liar di daerah Bolango adalah penyebab banjir yang merusak jembatan dan jalan akibat volume pasir, tanah, dan batu yang dibawa oleh air banjir. Jika kerusakan hutan terus memburuk, rumah di sekitarnya akan terancam juga. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat akan pelindungan hutan diperlukan supaya penghijauan dapat dilakukan. Hal ini bisa membuka lapangan pekerjaan yang akan membentuk sebuah langkah terpadu untuk memenuhi kebutuhan di bidang ini. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Joshua Project
Alamat situs : https://joshuaproject.net/people_groups/20295/ID
Judul asli artikel : Bolango
Penulis artikel : Tim Joshua Project
Tanggal akses : 10 November 2016

Tidak ada komentar: