Senin, 28 April 2008

FILOSOFI KEPEMIMPINAN


FILOSOFI KEPEMIMPINAN
KONTRAS MODEL KEPEMIMPINAN
Markus 10:42-45
Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.
Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Leadership is not laddership but servanthood
Dalam ayat-ayat di atas Tuhan Yesus secara langsung mempertentangkan dua model kepemimpinan. Kelihatannya memang kedua model kepemimpinan ini sangat berbeda dan tidak mungkin bertemu dalam keadaan apapun karena arah dan tujuannya berbeda. Menggabungkan keduanya dalam suatu sistim adalah suatu kecelakaan.
Konteks ayat-ayat di atas adalah sebuah kejadian ketika Yohanes dan Yakobus  meminta Yesus agar mereka dapat duduk dalam kehormatan dan kemuliaan bersama Kristus. Dalam banyak hal sikap dari kedua murid Yesus ini secara efektif menyimpulkan sikap menguasai yang ada dalam kepemimpinan yang ternyata dalam setiap generasi. Yesus berkata bahwa “pemimpin bangsa-bangsa” (Pemimpin penguasa) secara natural mencari sebuah tingkat (rangking) di atas yang lain. Merupakan sifat manusia untuk mencari jalan pintas untuk berada di puncak, posisi yang paling menyenangkan ego tanpa memperdulikan harga yang orang lain bayar.
Yang menarik di sini Yesus tidaklah melarang murid-muridnya untuk menjadi “besar”, tapi Yesus secara dramatis me-redefinisi arti dari “kebesaran” dan menunjukkan arah yang sama sekali berlawanan dengan apa yang biasa dipahami oleh murid-muridnya.
Secara tegas Yesus menunjukkan bahwa kalau murid-muridNya ingin menjadi pemimpin maka mereka harus mengambil jalan pengorbanan, penderitaan, dan pelayanan.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. (ayat 43,44).
Ayat-ayat yang kita baca di atas memang memberikan kepada kita sebuah pilihan dalam jalan kepemimpinan. Pilihan ini memberikan dua arah yang berbeda yang akan menghasilkan dua akibat yang berbeda. Jalan yang eprtama akan menuntun pada kuasa, wibawa, dan kendali. Sedangkan jalan yang lain –jalan yang mengikuti jejak kaki Tuhan Yesus- adalah sebuah jalan kerendahan dan menaruh orang lain lebih dahulu. Dengan kata lain Yesus membuat sebuah terobosan tajam pada masalah kepemimpinan yang sebenarnya. PerkataanNya menyerang motif dan nilai-nilai yang kita miliki.
Jadi sekarang kita ditarik untuk mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang tidak kelihatan; yakni bagaimana kita bergerak dalam hubungannya dengan kehidupan orang lain. Setiap kita  memiliki model mentalitas kepemimpinan, dan model itu menyatakan bagaimana kita menjalankan kepemimpinan kita.
Model kepemimpinan yang didasarkan pada posisi kekuasaan akan menghalangi tujuan untuk memberdayakan dan melepaskan orang lain untuk sebuah pelayanan. Sebaliknya model kepemimpinan yang didasarkan pada kehambaan  akan menolong untuk melengkapi, memberdayakan dan membebaskan orang lain untuk mencapai tujuan Tuhan dalam diri mereka.
PRINSIP, ASUMSI, DAN NILAI
Kehidupan ini didasarkan pada ketiga kata ini ; nilai, asumsi dan prinsip. Sebagai contoh kalau saya membaca sebuah buku dengan begitu nikmat karena saya memiliki sebuah nilai bahwa membaca memperluas wawasan dan mempertajam pemikiran, dan ketika saya mengambil sebuah buku untuk dibaca saya mempunyai asumsi bahwa buku yang saya baca akan memberikan informasi yang cukup menantang untuk memperluas wawasan berpikir saya, sedangkan prinsip utama dalam hal membaca adalah bahwa cara kita bertindak atau bersikap sangat ditentukan atau dibatasi oleh paradigma kita yang dibentuk informasi-informasi yang kita terima dalam pikiran kita.
Demikian juga model kepemimpinan yang merupakan dasar kita bergerak berakar pada nilai-nilai, asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip tertentu. Hal-hal tersebut memang tidak kelihatan tapi menentukan keyakinan yang menguasai/ memerintah apa yang kita lakukan dan bagaimana kita berhubungan dengan orang lain.
Itulah sebabnya melihat lebih dari sekedar permukaan aktivitas dan pengalaman kepemimpinan adalah hal yang sangat penting. Karena pusat keyakinan kita tentang kepemimpinan akan menentukan apakah dalam kehidupan kita model kepemimpinan penguasa atau kehambaan yang akan menang.
Kita harus mengerti bahwa kepemimpinan model penguasapun dapat memberikan kepada kita sejumlah nilai yang baik
Kita akan melihat nilai-nilai, asumsi dan juga prinsip yang mendasari kedua model kepemimpinan ini.
MODEL KEPEMIMPINAN PENGUASA
Kalau kita melihat nilai-nilai dasar dari model kepemimpinan penguasa dalam gereja; maka kita akan melihat paling tidak ada empat nilai pendorong yang tetap bertahan dalam beberapa dekade terakhir ini;
1.Standardisasi
Nilai ini beranggapan kesamaan dan keseragaman dapat dicapai. Ide dasar dari nilai ini adaalh kalau semua orang dalam pelayanan melakukan semuanya dengan cara sama, dan dengan kebiasaan yang sama, sebagai suatu akibat segalanya akan bergerak maju.
Melakukan segalanya dengan cara yang sama menjadi persyaratan untuk sukses. Inilah asumsinya: Jika formula dan kegiatan pelayanan dihasilkan kembali secara akurat dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dalam setiap kehidupan, dari tahun ke tahun, maka keberhasilan akan menjadi akibatnya.
2.Pragmatis
Nilai dari pragmatis sangat sederhana yakni bahwa buat apa mengerjakan sesuatu yang tidak menghasilkan sesuatu, artinya pusat perhatian kita ada pada hasil dan bukan pada proses. Asumsinya sangat jelas : If it works, it must be right (Apa yang berhasil sudah pasti benar). Ketika bagaimana menjadi pertanyaan pusat maka Alkitab menjadi otoritas sekunder dan apa yang berhasil menjadi nilai primer.
3.Produktifitas
Nilainya adalah harga diri diukur oleh kemampuan untuk menghasilkan sesuatu. Kita akan menghargai gembala gereja yang besar lebih dari gembala gereja kecil. Asumsinya adalah bahwa orang yang menghasilkan sesuatu pasti benar dan jumlah akan memutuskan segalanya.
4.Sentralisasi
Nilainya adalah harus ada ada seorang yang memegang kendali; seorang yang memberikan tanggungjawab agar ketertiban tercipta. Hampir menjadi keyakinan agama manapun  bahwa kendali harus datang dari atas dan dari luar diri kita untuk kita dapat beroperasi dalam cara yang menyenangkan. Sentralisasi berasumsi bahwa seorang pemimpin berbicara bagi Tuhan dan bahwa umat ada di situ untuk mendukung visi pemimpin sampai tercapai. Yang terjadi adalah pemimpin menjadi pribadi yang kudus dari Tuhan dan itu berarti bahwa gagal mengikuti kehendak mereka adalah pemberontakan terhadap Tuhan sendiri.
Keempat nilai yang mendorong sistim kepemimpinan penguasa  ini seringkali menuntun pada tingkahlaku kepemimpinan yang penuh pelecehan dan menyimpang.
MODEL KEPEMIMPINAN KEHAMBAAN
Tuhan memanggil kita pada sebuah model kepemimpinan yang sama sekali berbeda. Dengan cara yang radikal Yesus, dengan teladan dan perkataan, menetapkan kehambaan sebagai cara pengikutNya memimpin orang lain. Yesus secara gamblang menolak semua model sekuler  dalam kepemimpinan dan menggantikannya dengan kehambaan.
Matius 23:10,12; 2Korintus 1:24; 2Korintus 4:5; 1Petrus 5:3.
Ada tiga nilai dalam kepemimpinan kehambaan yang perlu kita ketahui:
1.Beragam ekspresi kepemimpinan
Standaridisasi  menekan kebebasan dan menghilangkan motivasi orang – secara khusus mereka yang kreatif. Kepemimpinan kehambaan mengijinkan kebebasan untuk bervariasi dalam metode, gaya, bentuk, dan visi karena keberagaman dihargai dalam Tubuh Kristus.
2.Memberdayakan dan bukan meniru cara
Meniru cara yang sama akan memperlakukan semua orang percaya dengan cara sama dan mengharapkan mereka menjadi  dan bertindak sama dengan kita yang mendahului mereka.
3.Berpusat pada Firman Tuhan dari pada pragmatis
Pengambilan keputusan didasarkan atas kebenaran dan prinsip, bukan kenyamanan dan pemikiran pragmatis. Pelayanan seharusnya ditujukan pada yang membutuhkan dan bukan untuk mengejar pelayanan atau pilihan tempat yang lebih baik
Dua model kepemimpinan yang di atas dapat  terlihat dalam organisasi gereja ataupun sekuler secara nyata. Sekalipun nampak dalam manifestasi yang berbeda tapi dapat dikategorikan dalam dua model di atas.  Misalnya ada 3 tipe Kepemimpinan  yang terlihat jelas dalam organisasi gereja.:
Self appointted Leadership                                                  
Kepemimpinan yang ditetapkan oleh diri sendiri (Ambisi)
Men’s appointed Leadership           
Kepemimpinan yang ditetapkan oleh Manusia (pendidikan/suksesi dari orang tua)
God’s appointed Leadership
Kepemimpinan yang ditetapkan oleh Tuhan (Proses Tuhan dalam karakter & karunia )
                                                           
Kita semua mau menjadi pemimpin yang ditetapkan oleh Tuhan.
 
        Di hadapan Tuhan seorang pemimpin adalah seorang pelayan.
Ciri seorang pelayan : (Fil.2:1-11)
Turun ke bawah : Aspek kerendahan hati dan kelemahlembutan
Kerja keras untuk meyenangkan Tuannya
Pengorbanan untuk orang yang dilayaninya
Kasih menjadi motivasi utama. Semua yang di atas harus dimotivasi oleh kasih kalau tidak semua akan sia-sia.
 
        Standard Tuhan mengenai kepemimpinan sangat berbeda dengan standard manusia (dunia).
Standard dunia : memerintah dengan kekerasan dan menjalankan kuasa atas orang yang dipimpin
Standard Tuhan : Menyatakan kebenaran lewat kehidupan yang melayani.
Kepemimpinan menurut standard Tuhan sangat menuntut karakter lebih dari sekedar sebuah jabatan, di mana fungsi karunia yang dijalankan menurut Roh Kristus yang manis dan lembut.
Kehidupan seorang pemimpin (karakternya) sangat menentukan fungsinya dihadapan Tuhan.
 
        4 Ciri kehidupan pemimpin :
      Memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan lewat doa.
      Beriman hanya kepada Tuhan.
      Terkenal baik dalam hubungan dengan orang lain.
      Penuh Roh Kudus.
Hubungan kita dengan orang lain akan menyatakan hubungan kita dengan Tuhan
MENANGKAP ROH KEPEMIMPINAN
A good follower can be a good  leader
Tuhan tidak menghendaki umatNya berjalan tanpa pemimpin. Untuk itu Tuhan menghendaki kita ada di bawah kepemimpinan orang yang Tuhan tempatkan di atas kita untuk menangkap roh kepemimpinan yang Tuhan ingin taruh dalam roh kita melalui pemimpin-pemimpin yang diurapi oleh Tuhan.
Menangkap roh kepemimpinan lewat proses
Pembapaan
Mentoring
Pemuridan
Proses diatas semuanya membutuhkan waktu, commitment dan kesediaan untuk membagi kehidupan.

Tidak ada komentar: